Gorontalopost.id – Organisasi profesi tenaga kesehatan di Gorontalo, turut melakukan aksi damai 8 Mei 2023 dengan tuntutan menolak dibahasnya rancangan undang-undang omnibus law (OBL) Kesehatan yang kini sedang berproses di DPR RI. Aksi dilakukan di lokasi tugas masing-masing, seperti rumah sakit atau pusat layanan kesehatan, mereka mengenakan pita hitam, sebagai bentuk protes dibahasnya rancangan undang-undang tersebut. “Kami melakukan aksi simpatik serentak seluruh Indonesia. Di Gorontalo, untuk tingkat provinsi tidak melakukan aksi turun ke jalan, tapi kami menyampaikan tuntutan yang sama dengan mendatangi kantor media, termasuk Gorontalo Post,” ujar Sekretaris Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Provinsi Gorontalo, Dr.dr.Muhammad Isman Jusuf, Sp.S, saat berkunjung ke redaksi Gorontalo Post, Senin (8/5) kemarin.
IDI datang bersama organisasi profesi kesehatan lainya, seperti persatuan dokter gigi Indonesia (PDGI) drg.Muhammad Abzar Ghifahri. Perwakilan Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Dr.Ridha Hafidm M.Kes, persatuan perawat nasional Indonesia (PPNI), Vik Salamanja, S.Kep, Ns, M.Kes, serta Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) Provinsi Gorontalo, apt. Djayadi Azis, S.Si. “Kami sepakat meminta pemerintah dan DPR untuk tidak membahas RUU OBL Kesehatan. Karena nyata-nyata merugikan masyarakat” ujar dr.Isman Jusuf.
Setidaknya, lanjut dr.Isman Jusuf, ada tiga poin utama mereka menolak RUU OBL Kesehatan. Pertama kata dia, RUU yang merupakan gabungan semua undang-undang menyangkut kesehatan itu, terang-terangan tidak berpihak ke masyarakat luas, sebab tidak mengatur adanya kewajiban pemerintah untuk memenuhi anggaran kesehatan dalam setiap anggaran pendapatan belanja negara atau daerah. “Padahal dalam undang-undang sebelumnya, anggaran kesehatan itu wajib disediakan minimal 10 persen dari APBD atau APBN. OBL menghilangkan itu, maka dikhawatirkan biaya perawatan kesehatan bagi masyarakat akan membengkak. Sekali lagi, ini bukan hanya kepentingan kami (organisasi profesi), tapi lebih luas dampaknya ke masyarakat,” kata dr.Isman. Selanjutnya, poin kedua penolakan OBL Kesehatan, lanjut dr.Isman adalah pelemahan terhadap keberadaan organisasi profesi, yang selama ini menaugi tenaga kesehatan dan para medis. Peran organisasi profesi, menurut dr.Isman dengan RUU tersebut diambil alih oleh Kementerian Kesehatan. “Padahal OP (organisasi profesi) lebih pada etik para anggotanya. Ini sangat penting karena menyangkut profesi,”paparnya. Peran OP seperti mengontrol para anggotanya, termasuk memberikan rekomendasi praktek, dan surat tanda register (STR) tidak lagi ada. “Jadinya OP tinggal seperti organisasi arisan saja,” kata dia. Monitoring dan evaluasi STR, lanjut dia sangat urgen dilakukan, sebab STR dilakukan periodik setiap lima tahun. “Dengan RUU ini, STR berlaku seumur hidup. Padahal STR itu mensyaratkan up-grade ilmu, sebab persoalan kesehatan itu terus berkembang, kalau STRnya berlaku seumur hidup, bagaimana jadinya,” ungkap dr.Isman. Dengan kondisi itu, kata dia, maka alasan ketiga menolak RUU OBL kesehatan lantaran tenaga kesehatan benar-benar dimarjinalkan dengan rancangan undang-undang tersebut. “Masing-masing (Dokter, perawat, dll) itu punya undang-undang lexspesialis. Dan itu yang mengatur kita selama ini. Itu sudah sangat baik, kalau masih kurang harusnya dijabarkan melalui peraturan dibawahnya, seperti peraturan menteri. Bukan memangkas hal-hal yang justeru merugikan masyarakat,” katanya. Hal yang sama disampaikan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) Gorontalo, apt. Djayadi Azis, S.Si. Ia menyebut, jaminan keamanan bagi tenaga kesehatan juga tidak lagi ada. “Dan ancamanya adalah pidana. Padahal harusnya kalau terkait etik, maka diselesaikan dengan organisasi profesi,” paparnya. Begitu pun yang disampaikan Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Gorontalo,Dr.Ridha Hafidm M.Kes. Kata dia, UU Kebidanan baru saja disahkan, yakni UU nomor 4 tahun 2019, tapi dengan UU OBL kesehatan itu dihilangkan. Salah satu yang diatur kata dia, adalah penerbitan STR. “Untuk STR itu harus ada evaluasinya. Kalau berlaku seumur hidup, itu ancaman,” kata dia. Belum lagi, dari persatuan dokter gigi Indonesia (PDGI) Provinsi Gorontalo, drg.Muhammad Abzar Ghifahri menyebut, salah satu klausul pasal dalam RUU OBL adalah tenaga kesehatan bisa menolak pasien. “Ini kan bahaya juga. Pasien itu, apapun kondisinya, mereka adalah masyarakat yang menjadi prioritas utama dilayani, bukan ditolak,” paparnya.
Mereka berharap, OBL Kesehatan dihentikan pembahasanya, karena mengancam layanan kesehatan bagi masyarakat. “Dengan aksi ini, kami berharap didengar dan mendapat respon. Sebab kami mendengar ini akan segera disahkan,” tambah dr.Isman Jusuf. Ia mangatakan, aksi yang dilakukan bersama sejumlah organisasi profesi itu, tidak melanggar etik mereka, apalagi mengambaikan layanan. “Kita gelar tanpa melanggar undang-undang. Karena dilakukan sebelum atau sesudah pelayanan,” paparnya. Kendati begitu kata dia, jika aksi mereka tidak ada respon, maka bisa saja mereka melakukan aksi mogok massal. “Sudah dipikirkan kesitu (mogok masal), tapi semoga ini segera direspon,” kata Isman. “Omnibus law kesehatan ini sangat mendadak, tiba-tiba ada dan dibahas, padahal ini menyangkut keselamatan masyarakat. Makanya, tak ada cara lain, selain menghentikan pembahasanya,” tutupnya.
Minta Menkes Mundur
Sementara itu, di Jakarta, massa aksi dari unsur unsur tenaga kesehatan (nakes) ini, mengancam mogok massal bila Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin tidak mampu menghentikan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan. Itu dilontarkan dalam demonstrasi ribuan dokter, tenaga kesehatan, dan mahasiswa menolak RUU Kesehatan di kantor Kementerian Kesehatan, Jalan HR Rasuna Said, Setiabudi, Jakarta Selatan, Senin (8/5) kemarin. “Jika Pak Menkes tidak mau menemui kami dan tidak menggubris tuntutan untuk menolak RUU kesehatan, kami para dokter dan nakes akan mogok,” kata salah seorang peserta demo di tengah unjuk rasa, kemarin. Ancaman itu diamini para peserta unjuk rasa lainnya. “Sutuju,” ujar mereka serempak. Pada kesempatan itu, massa juga menuntut Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin turun dari jabatannya. Ia dianggap tidak memihak nakes karena Menkes Budi tidak melibatkan mereka dalam penyusunan RUU Kesehatan. “Sekarang malah mereka yang ada di gedung ini seenaknya untuk menyusun rancangan undang-undang tanpa melibatkan kita di sini,” ketus peserta demo lainnya. Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB-IDI) Adib Khumaidi memastikan layanan darurat kesehatan masyarakat di seluruh daerah tetap berjalan di tengah aksi damai penolakan RUU Kesehatan. “Kegiatan ini sudah kami rencanakan, sehingga pelayanan tetap terjaga terutama yang berkaitan dengan kedaruratan, ICU, ruang operasi yang sudah terjadwal masih bisa dilakukan,” kata Adib Khumaidi. (tro)












Discussion about this post