Gorontalopost.id, GORONTALO – Angka stunting di Gorontalo masih perlu ditekan. Berdasarkan data SSGI tahun 2022, prevalensi stunting di Provinsi Gorontalo sebesar 23,8% dan masuk ke kategori tinggi, kemudian angka kemiskinan ekstrem di Provinsi Gorontalo sebesar 4,28%.
Praktis kondisi ini membutuhkan kerja ekstra dari seluruh pemangku kepentingan untuk menurunkan angka stunting.
“Ya, angka stunting di Gorontalo sekarang masih 23,8 persen, misalnya dari 1000 anak balita, maka 23,8 persen atau sebanyak 238 balita itu yang terhitung stunting,”jelas Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo dr Anang S Otoluwa saat ditemui Gorontalo Post baru-baru ini.
Lebih lanjut Anang mengakui, bahwa angka 23,8 persen itu telah mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun 2022 lalu masih di posisi 29 persen.
Anang menargetkan pada 2024 mendatang, angka stunting turun hingga 14 persen sesuai target nasional.
“Kita masih perlu menurunkan hingga 10 persen lagi,”jelas Anang.
Diakui Anang, yang menjadi problem dalam penurunan stuinting saat ini yakni belum adannya peta masalah di masing-masing kabupaten/kota.
Dirinnya kata Anang sudah minta untuk dibuatkan peta berdasarkan kelompok usia. Karena kejadian stunting pada kelompok usia itu penyebabnya bisa berbeda-beda.
Misalnya stunting banyak di usia 0-1 tahun, berarti sejak masa sebelum hamil sampai masa hamil, inilah yang harus diintervensi dengan baik.
Demikian juga pada kelompok usia 2-3 tahun, berarti kejadiannya bisa dipicu oleh kejadian di usia 0-1 bulan. Jadi masalahnya ungkap Anang, pada inisiasi menyusui dini, pemberian asi ekslusif.
Demikian juga tambah Anang, jika stunting terjadi pada usia 4-5 tahun, berarti faktor lingkungan seperti penyakit diare, infeksi paru, ketersediaan jamban jadi penyebab.
“Nah itu yang harus dapat penekanan, sehingga kita akan buatkan peta seperti itu dan rekomendasi kita ke kabupaten/kota untuk intervensi sesuai masalah yang ada di daerah masing-masing,”jelas Anang.
Mantan Kepala Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Pemkab Bangai, Sulteng ini menegaskan, langkah strategis lain yang akan dilakukan adalah menjamin bahwa konvergensi program/kegiatan penurunan stunting sampai ke level keluarga berisiko stunting.
Pendekatan keluarga ini sesuai dengan prioritas BKKBN, dan dengan adannya bidang Kependudukan dan KB di Dinkes, maka koordinasinnya akan lebih mudah di lapangan.
“Kemarin kita sudah lakukan pertemuan penguatan komitmen melalui kerjasama daerah dengan mitra seperti Ormas (Organisasi Masyarakat), lembaga, lintas sektor dan stakeholder. Nanti pertemuan gelombang kedua kita lakukan dalam waktu dekat ini. Tujuannya mengoptimalkan upaya penurunan stunting melalui program KB, untuk bisa menghasilkan kehamilan berkualitas dan melahirkan anak-anak yang sehat melalui pendekatan keluarga,”tandas Anang.
Seperti diketahui Stunting adalah masalah gizi kronis akibat kurangnya asupan gizi dalam jangka waktu panjang sehingga mengakibatkan terganggunya pertumbuhan pada anak.
Stunting juga menjadi salah satu penyebab tinggi badan anak terhambat, sehingga lebih rendah dibandingkan anak-anak seusianya. (roy)












Discussion about this post