Oleh :
Arief Rokhman
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat jumlah penindakan atas kasus tindak pidana korupsi dalam kurun waktu 2004-2022 sebanyak 1.351 kasus, dengan jumlah terbanyak pada pemerintah kabupaten/kota sebanyak 548 kasus dan instansi Kementerian/Lembaga sebanyak 422 kasus. Sementara itu data potensi kerugian negara akibat tindak pidana korupsi menurut Inonesia Corruption Watch (ICW) dari tahun ke tahun juga semakin meningkat. Pada tahun 2020 tercatat sebesar 56,74 T dan pada tahun 2021 sebesar Rp 62,93 T serta Semester I 2022 sebesar Rp33,66 T.
Perbuatan korupsi merupakan tindakan yang sangat merugikan negara. Korupsi berdampak pada terhambatnya pertumbuhan ekonomi negara, menurunkan investasi, meningkatnya kemiskinan serta meningkatnya ketimpangan pendapatan. Yang dengan kondisi tersebut juga semakin menjauhkan dari tercapainya tujuan nasional. Dengan demikian sudah selayaknya korupsi harus diberantas dan dihilangkan dalam praktek penyelenggaraan negara.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) memiliki fungsi alokasi, distribusi dan stabilisasi. Dalam fungsi distribusi, APBN mendistribusikan keuangan negara untuk mencapai keadilan sosial dan mengurangi kesenjangan antar wilayah. Fungsi ini akan terhambat oleh perilaku koruptif penyelenggaran negara. Semakin besar korupsinya tentu akan semakin menjauhkan dari terciptanya keadilan sosial.
Pemerintah telah mencanangkan dan melaksanakan reformasi birokrasi lebih dari satu dekade,guna memberikan pelayanan publik yang efektif dan efisien. Milestone tersebut dimulai dengan penetapan Peraturan Presiden nomor 81 tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010 – 2025. Reformasi birokrasi merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mewujudkan good governance dan melakukan pembaharuan serta perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan, terutama menyangkut aspek-aspek kelembagaan (organisasi), ketatalaksanaan dan sumber daya manusia aparatur. Melalui reformasi birokrasi, dilakukan penataan terhadap sistem penyelenggaraan pemerintah agar efektif, efisien, berintegritas dan jauh dari perilaku koruptif.
Selanjutnya dalam rangka mempercepat pencapaian sasaran reformasi birokrasi, khususnya dalam komitmen pemberantasan korupsi tersebut, perlu didukung dengan sebuah Gerakan atau program wilayah bebas dari korupsi di lingkungan instansi pemerintah baik pada kementerian/lembaga maupun pemerintah daerah. Berdasarkan hal tersebut, kemudian secara teknis diatur dalam Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Permenpan RB) Nomor 20 Tahun 2012 yang selanjutnya telah beberapa kali diubah,terakhir melalui Permenpan RB Nomor 90 tahun 2021.
Terdapat dua predikat reformasi birokrasi yang diberikan kepada unit kerja dalam pembangunan Zona Integritas (ZI) yaitu predikat Wilayah BebasdariKorupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (WBBM). ZI merupakan instansi pemerintah yang pimpinan dan jajarannya telah berkomitmen untuk mewujudkan Wilayah Bebas dari Korupsi/Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani melalui reformasi birokrasi, khususnya dalam hal mewujudkan pemerintahan yang bersih dan akuntabel serta pelayanan publik yang prima.
WBK adalah predikat yang diberikan kepada suatu unit kerja/satuan kerja yang telah berhasil melaksanakan reformasi birokrasi dengan baik, yang telah memenuhi sebagian besar kriteria proses perbaikan pada komponen pengungkit serta mewujudkan pemerintahan yang bersih dan akuntabel serta pelayanan publik yang prima.
WBBM adalah predikat yang diberikan kepada suatu unit kerja/satuan kerja yang telah berhasil melaksanakan reformasi birokrasi dengan sangat baik, dengan telah memenuhi sebagian besar kriteria proses perbaikan pada komponen pengungkit untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan akuntabel serta pelayanan publik yang prima.
Melalui pembangunan unit kerja dengan predikat di atas, diharapkan terwujud perubahan pola pikir, budaya kerja dan tata kelola unit kerja. Perubahan tersebut meliputi dari yang semula belum bersih, masih ada perilaku koruptif, layanan lambat, layanan buruk, wajah cemberut, customer dipingpong, kinerjanya rendah, belum akun tabel dan minim kreatifitas/inovasi menjadi sebuah unit kerja yang berintegritas, berkomitmen, bersih, akuntabel, kinerjanya tinggi, layanan prima serta telah menerapkan inovasi/kreatifitas secara terus menerus.
Unit kerja tersebut bercirikan pada dua hal pokok yaitu terbangunnya integritas pegawai dan customer service oriented. Integritas yang tinggi memiliki indikator antara lain tata kelola unit yang sehat tanpa korupsi, adanya internalisasi anti korupsi secara reguler, menempatkan pengawasan sebagai panglima, optimalisasi pencegahan gratifikasi, pengelolaan pengaduan secara reguler, implementasi konsep knowing your employee, penanganan conflict of interest serta adanya penegakan disiplin dan kode etik pegawai.
Ciri yang kedua adalah customer service oriented, dimana kepuasan pengguna layanan menjadi hal utama,tentunya dalam batas koridor ketentuan peraturan yang berlaku. Indikatornya antara lain indeks kepuasan layanan tinggi, adanya feed back dari pengguna layanan sebagai evaluasi perbaikan secara terus menerus, adanya perlindungan terhadap konsumen, layanan tidak bersifat diskriminatif, informasi layanan selalu update, unit kerja selalu membangun citra positif dan adanya penerapan sanksi atas layanan yang tidak sesuai standar.
Penerapan unit kerja dengan ciri di atas harus dilakukan secara menyeluruh, terus menerus dan masif di seluruh instansi pemerintah baik K/L maupun pemerintah daerah. Meski pun suatu unit kerja sudah memiliki ciri-ciri yang baik, tetap diperlukan suatu legitimasi oleh lembaga yang berwenang yaitu penetapan sebagai unit dengan predikat WBK dan WBBM. Melalui perwujudan unit kerja dengan predikat WBK dan WBBM, unit kerja diharapkan menjadi role model yang akan menularkan virus ZI kepada instansilainnya.Selain itu, unit kerja juga dituntut terus menjaga quality assurance serta meningkatkan kualitas layanan dan integritasnya melalui penerapan standardisasi misalnya adanya ISO dan lain sebagainya. Hal ini karena predikat WBK/WBBM juga bisa dicabut jika terdapat pelanggaran yang dilakukan unit di kemudian hari.
Dengan semakin banyaknya unit kerja yang membangun ZI, WBK dan WBBM disamping dapat mengurangi korupsi secara kelembagaan, juga akan membuat masyarakat merasa nyaman dalam berhubungan dengan instansi pemerintah, yakin dengan upaya reformasi birokrasi dan pada gilirannya meningkatkan kepercayaan terhadap pemerintah. Dampaknya program pemerintah juga akan berjalan dengan baik, mudah diterima masyarakat sehingga memudahkan pencapaian tujuan dan mendekatkan pada perwujudan kesejahteraan sosial. Dengan demikian terlihat jelas bahwa predikat WBK dan WBBM bagi suatu unit instansi pemerintah secara de jure dan de facto memiliki urgensi yang sangat penting. (*)
Penulis adalah Kepala KPPN Gorontalo.
Disclaimer : Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan organisasi










Discussion about this post