Gorontalopost.id – Jalan panjang persidangan kasus pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, akhirnya berujung. Majelis hakim telah membacakan vonis terhadap dua terdakwa masing-masing mantan Kepala Divisi Propam Polri Ferdy Sambo serta istrinya Putri Candrawati. Sambo divonis pidana mati. Sementara putri divonis penjara 20 tahun.
“Menjatuhkan hukuman terdakwa (Ferdy Sambo.red) dengan pidana mati,” ujar ketua majelis hakim Wahyu Iman Santoso saat membacakan amar putusan di PN Jakarta Selatan, Senin (13/2).
Selain itu, Sambo dinilai terbukti melakukan obstruction of justice atau perintangan penyidikan pembunuhan Brigadir J. Dalam menjatuhkan putusan, hakim turut mempertimbangkan sejumlah keadaan memberatkan dan meringankan untuk Sambo. Hal memberatkan Sambo di antaranya telah mencoreng institusi Polri di mata Indonesia dan dunia. Selain itu, ia dinilai berbelit-belit dan tidak mengakui perbuatannya. Sementara itu tidak ada hal meringankan bagi Sambo.
Sambo dinilai terbukti melanggar Pasal 340 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan Pasal 49 jo Pasal 33 UU ITE jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Putusan ini lebih berat daripada tuntutan jaksa penuntut umum yang menginginkan Sambo dihukum dengan pidana penjara seumur hidup. Pada persidangan terpisah, Istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi divonis hukuman penjara selama 20 tahun.
Majelis hakim menilai Putri telah terbukti terlibat dalam tindak pidana pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J. “Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana 20 tahun,” ujar ketua majelis hakim Wahyu Iman Santoso saat membacakan amar putusan di PN Jakarta Selatan, Senin (13/2).
Dalam pertimbangan menjatuhkan putusan, hakim menuturkan sejumlah keadaan memberatkan dan meringankan untuk Putri. Hal memberatkan Putri yaitu dianggap tidak berterus terang dan menyulitkan jalannya persidangan.
Selain itu, perbuatan Putri dinilai mencoreng organisasi Bhayangkari. Sementara hakim tak menyebutkan ada hal meringankan untuk Putri.Ia dinilai melanggar Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Vonis hakim ini lebih berat daripada tuntutan jaksa penuntut umum yang ingin Putri dihukum dengan pidana delapan tahun penjara.
Sementara itu, majelis hakim juga menilai, motif pelecehan seksual yang dibangun Putri Candrawathi tidak terungkap dalam persidangan. Pengakuan Putri telah dilecehkan oleh Brigadir Nofriansyah Yosua, dianggap cerita menyesatkan yang memicu terjadinya pembunuhan. “Bahwasanya motif terdakwa tidak terungkap dalam persidangan.
Mengapa terdakwa harus membuat cerita yang menyesatkan sedemikian rupa, sehingga membuat Ferdy Sambo suaminya begitu marah, dan terpicu merancang pembunuhan terhadap korban Nofriansyah Yosua Hutabarat,” kata Hakim, kemarin. Hakim menilai, Putri terjebak dalam ceritanya sendiri. Sehingga Putri pada akhirnya terlibat menjadi bagian dalam rencana pembunuhan Yosua.
“Sebelumnya hubungan terdakwa dengan korban sangat dekat dan baik, bukti terdakwa sempat memuji korban Yosua dengan mengambail foto korban Nofriansyah Yosua Hutabarat saat menyetrika, serta mengirimkan (foto) kepada keluarga korban di Jambi,” ucap Hakim.
Lebih lanjut, Hakim menyampaikan, pada 5 Juli 2022, Putri bersama ajudan lain, termasuk Yosua berangkat berbelanja di pusat perbelanjaan di Jogjakarta. Lalu Putri dan Sambo merayakan ulang tahun hari pernikahan bersama. Bahkan para ajudan termasuk Yosua dianggap sebagai anak, berupa disuapi nasi tumpeng.
“Sehingga sangat mengherankan jika tiba-tiba berubah 180 derajat sejak dini hari 8 Juli 2022 terdakwa menyampaikan cerita kepada Ferdy Sambo dari Magelang, namun demikian apapun peristiwanya, tidaklah sepadan sehingga terdakwa membangun cerita yang telah memicu korban Yosua harus dihilangkan dirampas nyawanya,” kata Hakim.
Menanggapi putusan ini, Ibunda Yosua, Rosti Simanjuntak, menilai vonis kepada Putri dan Sambo adalah mukjizat. “Kami sangat-sangat bersyukur kepada Tuhan dengan kasih kuasa-Nya telah menyatakan mukjizat- Nya pada malam ini. Putri telah menerima vonis hukuman daripada hakim ketua Wahyu Iman Santoso,” kata Rosti di PN Jakarta, kemarin.
“Kami telah menerima penegakan hukum yang seadil-adilnya terhadap kasus pembunuhan yang sangat kejam, yang sangat keji terhadap anak kami, almarhum Yosua,”tambah Rosti. Lebih lanjut Rosti berharap vonis tegas kepada Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi menjadi momentum penegakan hukum yang adil di Indonesia. Dia juga berharap apa yang menimpa Yosua tidak dialami oleh orang lainnya.
“Jangan ada lagi Yosua-Yosua lagi yang terbunuh secara keji dan biadab di negara kita,” tutur Rosti. Sementara itu, Pengacara Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi, Arman Hanis mengungkap respon kliennya usai menjalani sidang putusan perkara pembunuhan Yosua. Menurut Arman, kedua kliennya merasa kecewa dengan putusan itu.
“Khususnya Bu Putri yang jadi korban malah dihukum seberat itu. Pak Sambo yang karena emosi juga. Kok tidak ada yang meringankan. Dua-duanya lho,” ujar Arman usai sidang. (net/jp)











Discussion about this post