Oleh
Gusnar Ismail
Gubernur ke 2 Gorontalo
Tidak terasa Provinsi Gorontalo telah berusia 21 tahun, terus bergerak membangun dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat dan menurunkan angka kemisikinan yang berada pada posisi ke 5 provinsi miskin di Indonesia.
Kehidupan sosial masyarakat dalam kondisi baik dengan kebutuhan ekonomi tersedia dengan daya beli masyarakat yang pas-pasan sehingga menjadi tantangan bagi pemerintahan daerah (Kepala Daerah dan DPRD) untuk menciptakan peningkatan pendapatan masyarakat yang berujung pada peningkatan daya beli masyarakat.
Komponen utama pertumbuhan ekonomi daerah adalah anggaran belanja pemerintah dan investasi swasta. Anggaran belanja pemerintah (fiskal) di Gorontalo tahun 2022 sejumlah Rp12,09 triliun, terdiri dari APBD Provinsi Rp 1,73 triliun (14.39%), dan APBD Kabupaten dan Kota Rp 6,37 triliun (52,72%), serta APBN Rp 3,97 triliun (32,90).
APBD Provinsi Gorontalo dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, namun peningkatan itu bersumber dari dana transfer pusat ke daerah. Tahun 2021 sebesar Rp 12,75 triliun, tahun 2022 sebesar 12,09 triliun, sebesar kurang lebih 80 persen alokasi anggaran tersebut berdasarkan rumus yang tetap, sehingga berdasarkan prinsip otonomi daerah, Provinsi Gorontalo belum mampu membiayai dirinya sendiri.
Sehingga, jargon pejabat pemerintah daerah ‘perjalanan dinas’ ke pusat dalam rangka ‘memperjuangkan’ tambahan anggaran, dan pejabat pusat ke daerah ‘membawa’ anggaran adalah sebatas jargon pernyataan politis elektoral dari pada kenyataan kinerja, apalagi pemerintah pusat diperhadapkan dengan kondisi ekonomi global yang memburuk sebagai akibat pertarungan geopolitik yang tercermin pada perang Rusia – Ukraina yang didukung AS dan perebutan pengaruh dikawasan laut cina selatan antara AS – Tiongkok.
Pemerintah Provinsi Gorontalo sudah harus berkonsentrasi untuk pengembangan investasi swasta dan dunia usaha untuk meningkatkan
kapasitas fiskal daerah dan mengurangi ‘melihat ke atas’ dan menghamba ke pusat.
Berkembangnya investasi swasta berdampak pada : banyaknya uang yang berputar di masyarakat, menyerap tenaga kerja, dan meningkatkan pendapatan asli daerah.
Idealnya APBD dimaksimalkan menurunkan angka kemiskinan, dan menciptakan kondisi yang menarik bagi investor.
Sektor yang perlu dipersiapkan dengan sungguh2 untuk investasi swasta dan dunia usaha adalah; sektor industri pengolahan hasil pertanian dan perikanan (hilirisasi/bukan ekspor), peteenakan, pariwisata,UMKM berbasis digital dimana sebagian besar penduduk bisa masuk pada lapangan kerja tersebut.
Setiap pemerintah provinsi dan daerah berlomba mengalihkan program dan kegiatan pemerintah pusat ke daerahnya, pada dekade awal berdirinya provinsi gorontalo dengan APBD yang sangat minim, pendekatan “mengalihkan” kegiatan pusat ke goronta
lo dalam bentuk gorontalo menjadi “tuan rumah” event tingkat nasional dan internasional sehingga banyak uang yang beredar ditengah masyarakat, mereka memilki pendapatan dan berpengaruh pada penurunan angka kemiskinan, terutama pada tahun 2009 – 2012 penurunan angka kemiskinan turun sangat signifikan.
Dengan potensi daerah yang ada, ditengah keterbatasn anggaran pemerintah semua potensi sumber daya manusia gorontalo di daerah dan pusat harus bersatu pada gerak pembangunan yang sama, kita harus terus menyegarkan ingatan tujuan pembentukan provinsi gorontalo adalah ingin mandiri, meningkatkan kesejahte
raan rakyat dan menjadi provinsi yang tidak terus menerus “melihat ke atas” karena kemajuan provinsi lain, tetapi 5 tahun ke depan kita menjadikan provinsi ini “melihat kesamping” sejajar dengan kemajuan provinsi lain. Sehingha tidak ada lagi pejabat pemerintah (eksekutif/ legislatif) rapat, konsultasi, bimbingan tehnis dan lain2 di luar gorontalo, mayarakat berwisata dalam daerah karena destinasi wisata yang menarik dikunjungi, sehingga uang yang berputar di Gorontalo semakin banyak peluang masyarakat meningkatkan pendapatan semakin terbuka lebar. (*)












Discussion about this post