Gorontalopost.id – Menjelang bergulirnya tahun politik, Syarif Mbuinga justru mengambil keputusan yang mengejutkan banyak pihak. Mantan Bupati Pohuwato dua periode itu mundur dari pengurus DPD 1 Golkar Provinsi Gorontalo, padahal posisi Pasisa sapaan akrab Syarif cukup strategis, yakni Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu).
Keputusan Syarif ini membuat banyak kalangan berspekulasi bahwa adanya gejolak di tubuh Golkarl. Apalagi dikait-kaitkan dengan Pemilihan Gubernur (Pilgub) 2024, dimana Syarif merupakan salah satu kader yang direkomendasikan sebagai kandidat calon gubernur. Namun, peluang Syarif untuk ke sana rupanya tidak mudah, ia harus berhadapan dengan Idah Syahidah, istri ketua DPD I Golkar Rusli Habibie, termasuk Wali Kota Gorontalo Marten Taha, Dubes RI untuk Bosnia, Roem Kono, dan mantan Wakil Gubernur Gorontalo, Tony Uloli.
Syarif Mbuinga pun membenarkan kabar dirinya mundur dari pengurus DPD 1 Golkar. Akan tetapi ia membantah bahwa keputusan tersebut dikarenakan adanya permasalahan antara dirinya dengan Rusli Habibie. Syarif bahkan menegaskan bahwa dirinya masih merupakan kader Golkar sejati.
“Tidak benar kalau ada yang bilang saya keluar dari Partai Golkar karena ada masalah. Apa lagi dengan beliau Pak Rusli Habibie. Hubungan saya dengan beliau sejauh ini sangat baik. Saya adalah kader sejati Partai Golkar. Saya tidak akan keluar. Saya tetap di Golkar. Saya hanya keluar dari kepengurusan partai,” tegasnya.
Adapun alasannya keluar dari kepengurusan Golkar, Syarif dengan yakin menyatakan keputusannya untuk bertarung menuju Senayan, melalui pemilihan Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 nanti. “Tekad saya sudah bulat. Keputusan ini saya ambil dengan penuh pertimbangan. Saya sudah siap dengan segala konsikuensinya. Insya Allah saya akan maju ke DPD-RI nanti,” ungkap Syarif.
Mundurnya Syarif dari kepengurusan Golkar, pun membuat sepak terjang partai besutan Airlangga Hartarto di Pohuwato mulai diragukan. Tak cuma dari kalangan luar partai, keraguan ini juga dirasakan oleh kader partai Golkar itu sendiri. Dimana, tanpa Syarif, Golkar di Pohuwato dinilai akan lebih mudah dikalahkan.
Hal ini sebagaimana disampaikan Ketua PK Golkar Kecamatan Paguat, Ismail Abas. Ibas (sapaan akrabnya) menilai, sosok Syarif sampai dengan saat ini masih sangat berpengaruh, dan masih menjadi sosok penentu dalam pertarungan Golkar, baik itu di Pilkada Pohuwato, maupun Pileg.
“Bagi kader yang memiliki loyalitas terhadap Syarif akan cenderung apatis terhadap perjuangan Golkar. Mereka secara militan akan mengaku masih kader Golkar, namun tanggungjawab terhadap perjuangan memenangkan partai tidak lagi menjadi beban berat,” bebernya.
“Bisa jadi sebagian loyalis ini akan tetap bertahan di Golkar hanya dalam bentuk titip nama sebagai kader, namun gerak langkahnya akan menjadi apatis menyesuaikan sikap para pendukung calon DPD yg memang notabene non partisan,” tutur Ismail.
Sedangkan sebagian kader Golkar lainnya lanjut Ismail, cenderung akan memilih bersikap acuh tak acuh dengan pengunduran Syarif. Bagi mereka mundur atau tidaknya syarif tak berpengaruh apa-apa bagi partai Golkar kedepan.
“Nah, barisan ini memegang prinsip mati satu tumbuh seribu. Jadi mereka tidak akan terusik dan tidak ada efek dari mundurnya Syarif. Dan tetap bersikap militan layaknya kader partai sejati,” tambahnya.
Di luar Golkar kata Ibas, kemunduran Syarif dari partai Golkar dianggap bisa menguntungkan bagi partai lain. Sebab, mereka menilai akan mudah mengalahkan Golkar jika Syarif berada diluar struktural Golkar. Meski, disisi lain ada banyak tokoh mumpuni di partai Golkar. Tapi, khusus di Pohuwato, Syarif masih menjadi batu sandungan kemenangan partai lain di Pemilu 2024.
Karena itu kata Ibas, jika Syarif benar-benar keluar dari partai Golkar, baik secara struktural maupun secara kaffah maka itu menjadi alamat buruk bagi partai Golkar kedepan khususnya di Bumi Panua.
“Jika Syarif sebagai kader sejati masih tetap ingin melihat dan mengulang kejayaan partai Golkar di Pemilu 2024 mendatang maka langkah bijak beliau harus tetap berada di struktur Partai Golkar sebagai simbol dan aktor penentu dalam perhelatan pemilu 2024 mendatang,” tandasnya.
Pandangan lain disampaikan oleh Pengurus DPD 2 Golkar Kabupaten Pohuwato, Fahmi Mopangga. Menurutnya mundurnya Syarif dari kepengurusan Golkar, bukan berarti menutup kemungkinan Syarif untuk bertarung di Pilgub.
“Sebenarnya ini bukan keputusan yang tiba masa tiba akal. Pak Syarif dan tim sudah mengkaji ini secara mendalam. Namun yang ingin saya tegaskan bahwa pak Syarif maju ke DPD RI, bukan berarti beliau mundur dari bursa pertarungan Pilgub. Ini hanya bagian dari strategi saja. Makanya beliau hanya mundur dari pengurus Golkar, sebagai kader tentu darah beliau masih kuning,” ujar Fahmi kepada para awak media, Rabu (16/11).
Pencalonan Syarif di DPD-RI kata Fahmi, bisa jadi sebuah pemanasan Syarif sebagai bagian dari perjalanan politik menuju pesta demokrasi 2024.
“Daerah harapan DPD dan Pilgub kan sama yakni se provinsi Gorontalo. Sementara Pileg jadwalnya lebih dulu ketimbang Pilgub, makanya bagi kami majunya Pak Syarif ke DPD, bisa dibilang sebagai ajang pemanasan sebelum masuk waktu pertarungan Pilgub. Saya masih yakin bahwa Pak Syarif masih sangat berpeluang bertarung di Pilgub. Namun sebelum maju Pilgub, beliau ingin menjajal DPD dulu,” pungkasnya. (ayi)
Comment