Gorontalopost.id – Sejak penangkapan Ferdy Sambo sebagai dalang pembunuhan Brigadir Nofriasnyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J, institusi Polri mulai diterpa berbagai isu tak sedap.
Kabar soal konsorsium 303 atau judi online yang menyeret Ferdy Sambo saat masih menjabat Kadiv Propam Polri, hingga penangkapan Irjen Teddy Minahasa atas kasus narkoba, kini masyarakat digegerkan dengan dugaan suap kasus tambang ilegal yang menyeret Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto.
Dugaan suap kasus tambang ilegal ini menyeruak setelah seorang mantan anggota polisi bernama Ismail Bolong mengaku sempat menyetor sejumlah uang hasil kegiatan tambang ilegal kepada salah satu petinggi Polri. Ia mengaku sempat menyetor uang sejumlah Rp 6 miliar kepada salah satu petinggi Polri dari hasil kegiatan tambang ilegal.
Pengakuan Ismail tersebut terekam lewat sebuah video yang sempat ramai di media sosial. Dalam pernyataannya, ia mengaku secara aktif terlibat dan ikut bermain dalam bisnis tambang ilegal di bumi Borneo di sekitaran Santan Ulu, Kecamatan Marangkayu, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.
Ismail menyebut, bahwa uang itu ia serahkan sepanjang September hingga November 2021 kepada salah satu petinggi Polri, masing-masing sebanyak Rp2 miliar saat dirinya masih bertugas di Polresta Samarinda. Ismail sendiri diketahui telah pensiun dini dari Polri sejak 1 Juli lalu 2022 lalu.
“Pada bulan September 2021 sebesar Rp2 miliar, bulan Oktober 2021 sebesar Rp2 miliar, dan bulan November 2021 sebesar Rp2 miliar,” kata Ismail Bolong dalam video sebagaimana dikutip dari merdeka.com
Walau belakangan Ismail Bolong meminta maaf dan mencabut pernyataannya soal isu setoran uang miliaran rupiah dari hasil pengepulan ilegal penambangan batu bara, tapi ini tak menghentikkan isu suap tambang ilegal itu.
Ketua Majelis Jaringan Aktivis Pro Demokrasi Iwan Sumule bahkan melaporkan Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto ke Propam Polri soal dugaan menerima gratifikasi atau suap dari bisnis tambang ilegal.
Iwan datang ke Gedung Bareskrim menyerahkan laporan tersebut pada Senin (7/11). Laporannya kini diproses Karo Paminal Brigjen Anggoro Sukartono untuk ditindaklanjuti.
“Kami memohon kepada Kepala Kadiv Propam Mabes Polri agar mengusut tuntas dugaan pelanggaran Kode Etik yang diduga dilakukan oleh anggota Polri demi menjaga citra serta nama baik institusi Polri,” kata Iwan di gedung Bareskrim dilansir CNNIndonesia.com
Rentetan peristiwa ini akhirnya memicu dugaan adanya perang bintang yang menyebut para perwira tinggi (pati) Polri sengaja saling membuka ‘kartu truf’ mereka.
Menteri Koordinator Politik Hukum dan HAM (Menkopolhukam), Mahfud MD pun meminta agar hal ini segera diusut. Menurutnya, isu perang bintang ini harus segera diredam dengan cara mengukir akar permasalahannya.
“Isu perang bintang terus menyeruak. Dalam perang ini para petinggi yang sudah berpangkat bintang saling buka kartu truf. Ini harus segera kita redam dengan mengukir akar masalahnya,” kata Mahfud.
Wakil Ketua Komisi III DPR-RI Desmond J Mahesa juga berikan tanggapan soal isu perang bintang di tubuh Polri. Dalam keterangannya, Desmond J Mahesa ungkapkan soal kebenaran adanya perang bintang tersebut.
Terlebih lagi isu perang bintang semakin panas saat Ismail Bolong buat kesaksian soal dugaan ‘mafia’ tambang. Namun Desmond menekankan, sistem internal Polri yang memang sedang rusak.
“Perang bintang menurut saya tidak ada, cuma sistem ini rusak,” ujar Desmond sebagaimana dilansir disway.id. Desmond kemudian menyinggung nama 2 mantan Kapolri yang tidak diajak oleh tujuh mantan Kapolri saat mendatangi Mabes Polri untuk temui Jenderal Listyo Sigit Prabowo, 27 Oktober 2022 lalu.
Dua mantan Kapolri yang dimaksud Desmond adalah, Mendagri Tito Karnavian dan Idham Azis. Diketahui, Tito Karnavian adalah Kapolri yang menjabat pada periode 2016-2019.
Sedangkan, Idham Azis merupakan Kapolri yang menjabat pada periode 2019-2021. Menurut Desmond, Tito dan Idham menjadi akar masalah di tubuh Polri saat ini.
“Kalau kita baca, kenapa para mantan kapolri tidak ada yang ngajak dua mantan kapolri lain? Berarti kan sudah jelas dong, dua (mantan) kapolri yang tidak ikut itu adalah sumber masalahnya,” ucap Desmond.
Jadi menurut Desmond, kerusakan yang kini terjadi adalah ulah dari 2 mantan Kapolri tersebut. Maka dari itu mantan-mantan Kapolri menolak untuk mengajaknya.
“Kerusakan apa yang terjadi hari ini disebabkan karena dua kapolri yang nggak bagus itu, gitu loh. Yang mantan-mantan kapolri nggak mau ngajak mereka,” tandasnya.
Anggota Komisi III DPR RI Arteria Dahlan juga mengatakan bahwa menurutnya ada upaya terstruktur, sistematis, dan masif untuk memecah fokus Polri mengusut kematian Brigadir J. Caranya dengan melakukan adu domba internal Polri, bahkan sampai membuat isu Kapolri dinonaktifkan.
Faksi-Faksi di Polri
Ahli Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel mengatakan, bahwa apa yang terjadi pada instansi Polri saat ini bisa merugikan masyarakat. Ia juga meyakini bahwa ada kelompok atau subgrup di tubuh Polri yang saling berlawanan. Kelompok-kelompok ini kemudian membangun rivalitas berdasarkan keakraban.
Menurutnya, kelompok ini jika berkompetisi dengan cara konstruktif maka masyarakat akan menerima faedahnya. Namun sebaliknya, jika antar mereka membangun rivalitas dengan cara destruktif maka masyarakat justru akan dirugikan.
“Di internal institusi kepolisian kerap muncul berbagai klik atau subgrup atau faksi. Walaupun yang mereka lakukan terlihat laksana penegakan hukum, namun yang terjadi sesungguhnya adalah praktik pemangsaan (predatory).
Ini merusak kohesivitas organisasi. Ketika organisasi kepolisian tidak lagi kohesif, maka puncaknya adalah masyarakat menjadi pihak yang paling dirugikan,” ungkapnya kepada merdeka.com dalam pesan elektronik.
Meski begitu, hal yang saat ini terjadi pada Polri justru disebut Reza bisa dijadikan sebagai self-detox. Ini dikatakan bisa menjadi cara alami tanpa intervensi eksternal Polri untuk membersihkan sekaligus meregenerasi dirinya sendiri.
“Karena meniadakan klik secara total adalah tidak mungkin, maka yang paling realistis adalah Divisi SDM Polri membangun sistem pengembangan karir yang dapat dilalui secara kompetitif, konstruktif, dan objektif oleh seluruh personel Polri,” ungkapnya. (net/rmb)













Discussion about this post