Gorontalopost.id – Biaya kuliah kedokteran tidak murah. Apalagi yang masuk melalui jalur seleksi mandiri. Ada yang namanya biaya sumbangan pendidikan, yang ditentukan sendiri oleh orang tua mahasiswa, nilainya fantastis, ratusan juta rupiah. Kondisi ini pula yang menjadi sorotan, seiring dengan perkara rektor Universitas Lampung yang dicokok KPK baru-baru ini.
SEJAK Dibuka, program studi kedokteran di Universitas Negeri Gorontalo (UNG), menjadi favorit. Calon mahasiswa yang melamar, tak saja dari Gorontalo, tapi datang dari seluruh Indonesia. Setiap tahun, kurang lebih 20 kouta jalur SBMPTN yang disiapkan. Kuota itu, ternyata banyak diisi pelamar dari luar Gorontalo, padahal semangat mendirikan prodi kedokteran di UNG, agar anak-anak Gorontalo tak perlu kuliah kedokteran di luar daerah. Kondisi itu, yang mengharuskan UNG membuka jalur penerimaan mandiri. Secara umum biaya kuliah kedokteran memang tidak murah. Hal ini juga yang disampaikan Rektor UNG, Dr. Eduart Wolok, saat dialog warung kopi di Warkop Amal, Kota Gorontalo, Senin (29/8) kemarin. Tahun ini, minimal uang kuliah di UNG jalur mandiri untuk kedokteran Rp 175 juta, dan maksimal Rp 400 juta, tergantung kemampuan orang tua. “Saya menulis Rp 300 juta, tapi ada yang tulis Rp 400 juta tetap anaknya tidak lulus juga. Itu artinya, UNG tetap mengedepankan kualitas, dan kemampuan calon mahasiswanya,”kata Haji Ramli, salah satu orang tua mahasiswa, saat dialog dengan rektor UNG, kemarin. Kata dia, ia lebih memilih UNG untuk kuliah anaknya dibidang kedokteran, dibanding ke luar daerah, yang masih harus memikirkan biaya tempat tinggal dan akomodasi lainya, sementara biaya kuliahnya juga pasti lebih mahal. Dimana-mana kuliah kedokteran memang terkenal mahal.
Rektor UNG, Dr.Eduart Wolok, menyebut, ia mengajak pemerintah daerah, yang selalu ‘teriak’ kekurangan tenaga dokter, untuk ikut memikirkan biaya kuliah anak-anak daerah masing-masing yang memang berkopenten di bidang ke dokteran. Eduart mencontohkan di wilayah Pinogu, Bone Bolango. Kata dia, tidak ada dokter yang mau ditugaskan di tempat paling terisolir itu, kendati pemerintah telah menjanjikan tunjangan besar. Pernah, ada dokter orang Makassar. Ia 11 tahun mengabdi di tempat itu. Tapi ia harus pulang juga, karena memang daerah asalnya bukan Gorontalo. “Ia diantar oleh banyak sekali orang Pinogu di bandara, karena sudah mengabdi di sana,”kata Eduart. Menyikapinya, ia menyiapkan kuota khusus bagi anak Pinogu untuk kuliah kedokteran UNG, agar mereka bisa mengabdi di daerah asal. Bupati Bone Bolango, Hamim Pou, kata Rektor menyanggupi(biaya)nya. Tapi setelah di-tes, ternyata tidak ada yang lolos. “Maka saya katakan ke pak Bupati, agar disiapkan sejak awal, dari SMP yang pintar-pintar disekolahkan ke Suwawa, atau di Kota. Fokus, agar bisa lolos kedokteran di UNG,”ujar Eduart. Pun begitu dengan daerah lain, Ia harus menghubungi Bupati Pohuwato, dan menyampaikan ada anak Pohuwato yang lulus kedokteran dengan nilai tinggi, harus dipikirkan biayanya, jangan sampai mereka kecewa. Beberapa daerah, melakukan kerjasama untuk beasiswa kedokteran di UNG, termasuk di Kota Gorontalo. Saat ini, kata rektor, ada seorang mahasiswa kedokteran UNG, ia anak tukang bentor, kondisi rumahnya hanya berdinding tripleks. Singkatnya, mahasiswa tersebut dari golongan keluarga kurang mampu. Setiap pergantian semester, kata Rektor, pembantu dekan II selalu melaporkan status mahasiswa itu, karena belum melunasi SPP. “Setelah saya cek. Anak ini berprestasi, IPKnya 4.0. Saya katakan, (tetap) aktifkan (status mahasiswanya),”ujar Eduart Wolok. Setidaknya, kata dia, mahasiswa tersebut sudah tiga semester menunggak SPP, tapi tetap aktif kuliah. Mahasiswa itu, sebetulnya masuk dalam daftar mahasiswa pemerintah daerah yang punya komitmen dengan UNG untuk membayar biaya studinya. Tapi, rupanya Pemda macet menyalurkan beasiswa. Sayang, Eduart, tidak menyebut pemda mana yang dimaksud. “Ini saya sampaikan bahwa Kedokteran UNG tetap akan melahirkan dokter yang berasal dari Gorontalo. Ini mahasiswa pintar tidak boleh putus untuk mengejar cita-citanya menjadi dokter,” ujarnya.
Kedokteran UNG membuka pendaftaran melalui tiga jalur, yaitu Jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN), jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN), dan Jalur Lokal Mandiri. Dari tahun ke tahun masuk melalui Jalur Lokal menjadi perdebatan, karena biayanya yang selangit.
Kasus Unila Tamparan Bagi PTN
Rektor UNG, Dr. Eduart Wolok, MT juga berbicara terkait dengan kasus yang menjerat rektor Universitas Lampung (Unila) yang kena OTT KPK, karena kasus penerimaan mahasiswa baru. “Saat kasus Unila muncul, memang kita semua perguruan tinggi negeri yang ada di seluruh Indonesia seperti kena tamparan, banyak yang bertanya ke saya ini kenapa bisa sampai terjadi. Bahkan ada yang bertanya, bagaiamana dengan UNG” ujar Eduart Wolok. Ia menjelaskan bahwa di UNG sendiri untuk penerimaan mahasiswa baru lewat Jalur SNMPTN dan SBMPTN itu memang ranah dari pusat, karena diseleksi secara nasional.
“Dan saya dipercayakan sebagai sebagai wakil ketua II yang membidangi keuangan. Alhamdulillah semuanya berjalan dengan aman dan lancar serta sesuai dengan aturan,” katanya. Dan untuk jalur Mandiri adalah ruang yang diberikan oleh Kementerian kepada Perguruan Tinggi Negeri untuk menerima mahasiswa baru.
“Dalam penentuan kelulusan jalur mandiri UNG, saya selalu melaksanakan rapat dengan wakil rektor serta para Dekan. Ketika ada 50 mahasiswa yang diterima, maka dari rangking 1 sampai 40 itu otomatis akan lulus, namun yang sepuluh sisanya itu adalah diskresi saya sebagai rektor. Itu diberikan kepada anak-anak dosen, dan elama dua belas tahun saya terlibat dalam penerimaan mahasiswa baru ini, tidak ada uang satu sen pun yang saya terima,”terangnya. (tro/wan)












Discussion about this post