Gorontalopost.id – Pada Mei 2022 yang lalu, nama Hamka Hendra Noer mulai ramai dibicarakan. Apalagi, ia masuk dalam tiga nama calon Penjabat (Pj) Gubernur yang diusulkan ke Presiden Joko Widodo. Konon, sebelum Presiden berangkat ke Amerika Serikat mengikuti KTT Khusus ASEAN-AS, 10 Mei 2022, SK penunjukan Hamka sebagai Pj Gubernur telah ditandatangani Presiden Jokowi.
Hamka kemudian menjalani pelantikan di Kementerian Dalam Negeri, oleh Mendagri Tito Karnavian, pada 63 hari yang lalu. Gorontalo bagi Hamka bukan daerah asing bagi dia. “Saya dibesarkan dalam lingkungan keluarga Gorontalo yang cukup disiplin,”kata Hamka. Sebagai orang Gorontalo, Hamka banyak terlibat dalam organisasi masyarakat Gorontalo rantau, seperti Lamahu. Ia bahkan masuk jajaran pengurus inti, sebagai sekretaris jenderal. Ketika perjuangan pembentukan Provinsi Gorontalo 23 tahun silam, peraih doktor dari National University of Malaysia ini juga terlibat aktif.
Ia termasuk dalam komite pusat pembentukan provinsi Gorontalo (KP3G) yang diketuai Roem Kono (saat ini Dubes RI Sarajevo). Kini, Hamka mengisi hari-harinya sebagai orang nomor satu di Gorontalo. Aktifitasnya berubah drastis, ia mengira sebagai Pj Gubernur, tugasnya hanya ke kantor pukul 08.00 pagi dan kembali ke rumah pada pukul 17.00 sore. Lebih dari itu, lebih sibuk, bahkan hingga malam, ia masih melakukan pertemuan, rapat, dan menerima tamu. Tantu itu ia harus jalani, dengan dedikasi, penuh integritas. “Saya tidak punya beban mengejar elektabilitas. Tugas (Pj) ini saya jalankan dengan Lillahitaala,”kata Hamka saat silaturahmi dengan wartawan di rumah jabatan Wakil Gubernur Gorontalo, Kamis (14/7). Ia konsisten menjalankan roda pemerintahan sesuai track, pun begitu, ia membuka ruang lebar bagi siapa saja untuk mengkritik, termasuk dari wartawan. Kritik dari media, baginya merupakan masukkan yang sangat berarti dalam menjalankan roda pemerintahan, apalagi hal itu untuk pembangunan Gorontalo yang lebih baik. Makanya, ia menjadikan wartawan sebagai sparing partner. Bukan saling bertanding, namun wartawan turut mengontrol jalanya pemerintahan. “Saya orangnya paling objektif, kalau ada laporan dari OPD, saya pingin ada perimbangan dari teman-teman wartawan,”ujaranya.
Tulisan-tulisan berupa kritikan konstruktif dan solutif dari wartawan yang idealis, mengingatkan Hamka pada peran ayahnya, Kadir Paludi Noer yang juga seorang wartawan di Manado. Saking idealisnya ayahnya, ia bahkan tidak bisa masuk di SMA difavoritkannya. Pemicunya, lantaran ayahnya ketika itu terus membongkar dugaan korupsi di Kanwil Pendidikan dan Kebudayaan (PdanK) Sulawesi Utara (Dinas Pendidikan saat ini). “Ia bertarung antara idealis dan pragmatisme. Dan akhirnya saya tidak bisa bersekolah disitu, walau sudah lulus (tes),”ujar Hamka. Ka Kanwil P dan K ketika itu, tidak menerima kritikan melalui berita yang ditulis ayahnya, dampaknya ia tidak bisa masuk di sekolah favoritnya. Kendati begitu ia bangga dengan peran ayahnya sebagai wartawan. Maka sejak kuliah dulu, ia ingin sekali menjajal ‘kuli tinta’ tapi oleh ibunya ia tidak dibolehkan. Padahal ia melihat sendiri bagaimana dunia wartawan itu dari ayahnya.
“Saya sering lihat ayah saya, waktu itu ada yang layout, (diprint) kemudian dipotong-potong satu-satu, mungkin saat ini sudah lebih canggih. Saya ke percetakan, ada yang susun haruf-huruf itu saya alami,”kata Hamka. Cara ayahnya menulis, mengalir ke dia. Memang kata Hamka, ia tak mahir menulis berita seperti ayahnya dan wartawan pada umumnya, tapi untuk artikel seperti opini, tulisasnya telah wara-wiri di sejumlah media nasional, seperti Kompas dan Republika. Tulisanya juga banyak kali dimuat di Gorontalo Post. Bahkan, suami dari Drg.Purnawati Monoarfa, Sp.KGA tercatat sudah mempublikasikan 22 jurnali ilmiah, dan menerbitkan sejumlah buku. Salah satunya adalah buku berjudul ‘Ketidaknetralan Birokrasi Indonesia (Studi zaman orde baru sampai orde reformasi)’. Buku setebal 360 halaman ini merupakan disertasinya saat menyelesaikan studi program doktor di National University of Malaysia. Disertasi dengan judul ‘Bureaucracy and political parties in Indonesia : Shift from the new order to the reformasi period’ menjadi disertasi terbaik saat itu, ia menerima penghargaan dari National University of Malaysia karena disertasinya. (tro)












Discussion about this post