GORONTALO – GP- Migrasi siaran televisi (tv) analog ke digital, tak boleh ditunda lagi. Sudah harus dilakukan tahun ini. Dan itu sudah dimulai sejak 30 April 2022. Perubahan undang-undang 32 tahun 2002 tentang penyiaran, melalui undang-undang 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja, tegas menyebut jika migrasi siaran tv analog ke tv digital sudah harus beres paling lambat 2 november 2022, atau dua tahun setelah undang-undang cipta kerja diberlakukan. “Migrasi penyiaran televisi terestrial dari teknologi analog ke teknologi digital, dan pengentuan siaran analog (analog switch off) diselesaikan paling lambat 2 tahun sejak mulai diberlakukanya undang-undang ini,”bunyi pasal 60A ayat (2) undang-undang 11 tahun 2022.
Hal ini juga ditegaskan Plt Dirjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika,Kementerian Kominfo, Dr. Ir. Ismail, M.T, saat sosialisasi program bantuan set top box (STB), bersama Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Jumat (17/6) pekan lalu. Dr. Ismail mengatakan, migrasi siaran televisi digital jelas perintah undang-undang. “Kita sekarang menjalankan amanat undang-undang,”tegasnya.
Selain jelas perintah undang-undang, peralihan siaran tv analog ke siaran tv digital merupakan keniscayaan dan dibarengi dengan tuntutan teknologi. Indonesia, termasuk negara di Asia Tenggara yang terlambat melakukan migrasi. Diketahui Singapura, dan Malaysia sudah melakukan migrasi siaran tv digital pada tahun 2019, Thailand pada 2020, dan Vietnam tahun 2021. Selama ini, siaran analog yang kurang lebih sudah 60 tahun mengudara di Indonesia, menggunakan frekuansi 700 Mhz. Sumber daya alam terbatas ini paling banyak digunakan untuk kepentingan broadcast, yakni terdapat 698 lembaga penyiaran yang menggunakanya.
Setiap pemancar lembaga penyiaran televisi untuk sistem tv analog menggunakan satu frekuensi, artinya siaran tv analog sangat boros penggunaan frekuensi. Misalnya di Gorontalo, hanya ada 12 slot frekuensi untuk siaran televisi analog, dan itu sudah dimanfaatkan semua lembaga penyiaran. Beberapa kanal tv lembaga penyiaran nasional tidak bisa menayangkan siaranya di Gorontalo secara terestrial, seperti televisi Indosiar, karena tidak kebagian slot frekuensi. Berbeda dengan siaran tv digital, dimana satu frekuensi bisa digunakan 6-12 pemancar kanal siaran televisi oleh lembaga penyiaran.
Ada tiga penyelenggara multipleksing di Gorontalo untuk siaran tv digital, dengan begitu hanya ada tiga frekuensi yang terpakai, namun dengan tiga multipleksing itu, siaran tv digital di Gorontalo saat ini sudah ada 20 kanal. Kedepan, frekuensi 700 Mhz sebagian akan digunakan untuk kepentingan layanan internet atau broadbrand, hal ini juga sesuai dengan kesepakatan forum word rediocommunication conference (WRC) International Telecomunication Union (ITU) tahun 2007 di Geneva, Switzerland. Serta kimitmen negara-negara ASEAN untuk menyelesaikan migrasi tv analog ke tv digital sampai dengan tahun 2020 melalui sidang ASEAN Digital Broadcasting di Yogyakarta tahun 2014.
Staf Ahli Menteri Kominfo, Rosarita Niken Widiastuti, mengatakan, migrasi tv analog ke tv digital menjadi keharusan, dan urgen. Urgennya kata Rosarita, menguntungkan masyarakat, yakni masyarakat mendapatkan siaran yang lebih bagus, beragam, gambar yang bersih, dan suara yang jernih, serta didukung dengan teknologi yang canggih.
“Yang tadinya hanya ada enam kanal, hanya tambag STB sudah bisa dapatkan lebih 20 kanal. Dan tidak perlu berbayar, tv berlangganan tiap bulan harus bayar. Ini (tv digital) juga nggak butuh kouta internet,gratis,”paparnya. Untuk mendapatkan siaran tv digital harus menggunakan antena UHF dan menambah dekoder STB untuk pesawat televisi yang belum didukung tunner digital DVB-T2. STB, lanjut Rosarita akan dibagikan gratis untuk masyarakat miskin yang masuk dalam kriteria penerima bantuan STB. Salah satu kriterianya adalah memiliki televisi analog dan menikmati siaran terestrial. (tro)












Discussion about this post