Gorontalopost.id – Di tengah kegalauan puluhan ribu honorer yang akan dirumahkan pada tahun depan, berhembus angin segar yang ditiupkan Deprov bersama Pemprov Gorontalo. Pertemuan Komisi I Deprov bersama Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Darda Daraba, kemarin (7/6), menyepakati, para honorer Pemprov belum akan dirumahkan pada tahun depan. APBD 2023 dipastikan akan tetap menganggarkan gaji untuk para honorer Pemprov yang berjumlah 5 ribuan orang.
“Kami pastikan APBD Pemprov 2023 akan tetap membiayai gaji honorer. Anggarannya sekitar Rp 105 miliar untuk gaji setahun. Pak Sekda selaku ketua TAPD juga sudah mengiyakan,” ujar Ketua Komisi I AW Thalib yang juga duduk di badan anggaran itu.
Kepastian pendanaan gaji honorer dalam APBD tahun depan itu, sambung AW Thalib, diharapkan bisa menghilangkan kegalauan para honorer Pemprov. Terkait keberadaan surat edaran Menpan tentang penghapusan honorer pada 2023.
“Kami imbau honorer tidak perlu galau. Tetap fokus dalam bekerja,” ujar AW Thalib.
Selain akan tetap mengalokasikan gaji dalam APBD 2023, dalam pertemuan Komisi I bersama Sekda juga disepakati, adanya perjuangan bersama Deprov bersama Pemprov ke Pemerintah Pusat untuk mempertahankan para honorer. Dalam waktu dekat, Komisi I bersama pejabat terkait Pemprov akan mendatangi Kemenpan RB bersama Komisi II DPR-RI.
“Dasar argumentasinya adalah Pemprov masih sangat butuh tenaga honorer untuk menutupi kekurangan tenaga PNS. Alasan lainnya adalah dampak yang akan dihadapi daerah bila honorer dihapus. Bayangkan di Gorontalo ada puluhan ribu honorer. Kalau mereka diberhentikan siapa yang akan menafkahi keluarganya,” ujarnya.
“Coba dihitung satu honorer membiayai minimal tiga anggota keluarga. Berarti kalau ada 20 ribu tenaga honorer berarti dikali empat. Berarti akan ada potensi penambahan jumlah penduduk miskin sekitar 80 ribu jiwa di Gorontalo. Ini rentan memicu instabilitas,” tambahnya.
AW Thalib menambahkan, dalam memperjuangkan nasib honorer, pihaknya akan menawarkan beberapa opsi ke pemerintah pusat berkaitan penanganan nasib honorer.
Pertama, meminta tenaga honorer yang sudah ada tetap dipertahankan. Tapi Pemprov sudah tidak boleh lagi mengangkat tenaga honorer. Kemudian secara bertahap tenaga honorer dialihkan menjadi tenaga PPPK.
Kedua, meminta agar tenaga honorer direkrut menjadi tenaga outshrching. AW Thalib mengatakan, kebijakan tenaga outshorching yang ditawarkan Kemenpan RB, hanya dibatasi untuk tenaga cleaning service, sopir dan security.
“Ini kan terbatas. Kita mau agar semua honorer yang ada direkrut menjadi outshorching,” tambahnya.
Ketiga, meminta agar seluruh honorer langsung dialihkan menjadi tenaga PPPK. Menurut AW Thalib, opsi ini memang agak berat. Karena harus merubah PP yang sudah ada berkaitan manajemen ASN.
Tapi itu bukan hal mustahil. Karena pernah dilakukan pemerintah pusat diera pemerintahan SBY. Yaitu kebijakan pengalihan honorer menjadi PNS yang dikenal dengan pengalihan K1 dan K2.
“PP yang mengatur soal pengalihan K1 dan K2 menjadi PNS sebetulnya bertentangan dengan UU tentang ASN. Tapi kebijakan itu dibuat merespon aspirasi para honorer,” jelasnya.
“Inilah urgensinya Komisi I bersama Pemprov akan mendatangi Komisi II DPR-RI,” tambahnya. (rmb)












Discussion about this post