Gorontalopost.id – Sebuah spanduk ukuran besar, terpampang di kawasan pembangunan waduk bulango ulu. Spanduk berlatar hitam itu bertuliskan “Kapan Tanah Kami Dibayar”. Tulisan pada spanduk tersebut, berwarna merah pekat. Rabu (1/6) kemarin, spanduk itu masih terpasang. Spanduk tersebut buntut kekesalan warga pemilik lahan tempat mega proyek itu dikerjakan, belum juga menerima pembayaran ganti rugi.
Pekan lalu, ratusan warga bahkan melakukan aksi, mereka sempat menyetop pekerjaan proyak berbanderol Rp 2 triliun itu. Karena aksi itu, pekerjaan proyek praktis terhenti, namun hanya hari itu. Kini, proyek waduk bulango ulu terus berlanjut, kendati banyak warga yang kebingungan, karena lahan mereka yang masuk dalam penetapan lokasi (penlok) waduk belum juga dibayar. Mereka makin terhimpit, sebab lahan kini dibiarkan menganggur.
Pantauan Gorontalo Post, Rabu (1/6) kemarin, aktifitas pekerjaan proyek strategis nasional ini, terlihat di sepanjang jalan memasuki perbatasan antara Desa Kopi dengan Desa Tuloa, Kecamatan Bulango Utara. Para pekerja berpakaian lengkap dengan rompi dan kelengkapan K3, terlihat melanjutkan pekerjaan penunjang yaitu mengecor beton jalan. Sementara dibeberapa titik lainnya, pekerja tengah sibuk melakukan aktifitas survei pemetaan dengan alat mirip teropong.
Mendekati areal lokasi pekerjaan pembangunan badan bendungan, sejumlah kesibukan justru lebih semakin terlihat. Kebisingan dari mobil-mobil dump truk bertonase besar dan alat berat berupa excavator, bulldoser, roller, sedang ramainya berlalulalang. Disalah satu sisi areal pembangunan lainnya, juga terlihat crane dan alat konstruksi lainnya seperti dieesel hammer, beserta dengan para pekerja yang memantau. Berbeda dengan kondisi sebelumnya saat warga menghentikan pekerjaan, tak ada aktifitas di-areal lokasi pekerjaan. Warga setempat terutama para pemilik lahan sebetulnya telah mendukung penuh proyek yang dijalankan Balai Wilayah Sungai Sulawesi II itu. Namun mereka kesal, lahan tempat beridi waduk yang dicanangkan langsung Presiden Joko Widodo ini, belum dibayar.
Kepala Desa Owata, Ali Antukai membenarkan itu. Saat ini kata dia, persoalan ganti rugi lahan warga belum sepenuhnya dibayarkan. Karena itu ia berharap, instansi yang mengurusi itu bisa lebih serius untuk menyelesaikanya, agar proses pembangunan waduk tidak terhambat, atau memicu aksi warga. “Karena desa Owata sebagai daerah genangan air bendungan maka saran saya mohon dibayar dulu baru pelaksanaan pekerjaan,”harapnya.
Bukan tanpa alasan aspirasi warga itu ia suarakan, pasalnya sejak masih awal diproses konsultasi publik, sepengetahuanya pembukaan jalan yang lebih dulu dijanjikan. Namun kini posisi pekerjaan pembersihan badan Bendungan justru malah progresnya sudah 16 persen, tapi pembayaran ganti rugi lahan baru ada diangka 20 persen.
“Selesaikan dulu pembayaran pembebasan lahan. Warga itu yang dulunya tidak mau (menolak waduk), sekarang mau dan tinggal menunggu pembayaran. Kenapa belum juga dibayarkan. Baru kedua jalan supaya akses kami Bulango Ulu tidak tertutup dan tidak juga menganggu pekerjaan,ini aspirasi warga dan sudah sejak awal dijanjikan dan disepakati, tolong ditepati,” tegasnya.
Akibat janji yang belum terealisasi itu, maka tak heran pihaknya pun tak bisa lagi membendung emosi masyarakat yang kesal haknya tak kunjung dibayarkan. Warga, kata Kades, dilema besar. Mereka terhimpit keadaan. Disisi lain, lahan pertanian mereka yang masuk dalam kawasan penetapan lokasi (penlok) waduk tak lagi digarap, padahal itu menjadi sumber pencarian mereka. Dan sisi yang lain lagi, warga kini tak punya kepastian, kapan lahan mereka dibayar, agar mereka sudah bisa punya rencana kedepan, seperti beli lahan di luar penlok untuk bertani, atau menjadikan uang ganti rugi sebagai modal usaha lainya. Warga lanjut Kades, khawatir, hingga proyek tuntas pada 2024, lahan mereka belum dibayarkan, sebab hingga kini masih sekitar 80 perhan lahan warga yang belum tuntas dibayar.
Menurut Kades Ali, banyak alasan yang dijadikan tameng mengulur pembayaran lahan warga. Misalnya karena masih adanya gugatan personal kepemilikan tanah. Meski tak merinci berapa banyak kepemilikan tanah yang masih bersengketa, namun ia pastikan karena gugatan itu maka sering kali mempengaruhi pembayaran pada bidang tanah lainnya di-luar objek sengketa. “Karena kendala itu dirembukan dengan panitia untuk disendirikan lewat proses konsinasi atau dititip di pengadilan, supaya proyek ini berjalan dan tidak terganggu. Sehingga tanah diluar objek sengketa, harusnya segera dibayar saja,”ungkap Kades Ali.
Kendala lain, adalah alasan melakukan pendetailan kembali. Istilah pendetailan yang dimaksudkan itu, kata Ali, yaitu merinci kembali objek tanah yang akan dibayar. Dimana ia mencontohkan, sebelum penggantian kepala kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) lama, tanahnya sebanyak tiga sertipikat dalam satu kapling dinilai satu kali pembayaran. Tapi kini berubah, tiga sertipikat itu harus dipisah. Akibatnya, ini menghambat waktu pembayaran yang sedang berjalan.
Kendala berikutnya yang menyebabkan belum dibayarkannya ganti rugi tanah warga, akibat persoalan melengkapi administrasi lainnya. Meski begitu, menurut Ali, proses seperti itu harusnya tidak mempengaruhi.
Riko Dawango, warga dusun III Desa Owata, yang ditemui Gorontalo Post, kemarin, mengaku jika ia adalah salah satu dari sekian warga yang sampai saat ini ganti rugi tanah bangunan rumahnya belum dibayarkan. Menurut Riko, kendalanya adalah sertipikat, lahan seluas 186 persegi miliknya, yang berdiri rumah tempat tinggal mereka itu memang awalnya belum bersetipikat, tapi history kepemilikan jelas. Ia juga sudah mengurusnya. “Alhamdulillah sudah keluar (sertipikat) selasa ini,”ujar pria 46 tahun itu, yang kemarin ditemani istrinya.
Dia berharap uang ganti rugi sebesar Rp 262 juta lebih atas bangunan rumahnya itu bisa segera dibayarkan setelah selesai prosesnya dilalui dengan lancar. Lain lagi dengan Abdul Gafar Hapati, tiga bidang tanah miliknya, dengan dokumen lengkap, belum juga dibayar. Salah satu bidang lahan adalah lahan pertanian yang selama ini menjadi penopang ekonomi keluarhanya. Kini lahan itu tidak lagi dikerjakan, dibiarkan menganggur, disisi lain, ganti rugi juga belum dibayar.
“Yang ditunggu masyarakat saya adalah kepastian pembayaran ganti rugi lahan mereka,”tutup Kades Owata, Ali Antukai. (csr)











Discussion about this post