Gorontalopost.id – Keputusan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menetapkan penjabat kepala daerah tidak sesuai usulan Gubernur, rupanya tidak hanya terjadi di Gorontalo.
Beberapa daerah juga mengalami hal serupa. Ironinya, Gubernur yang memberikan usulan calon penjabat bupati, ogah melantik penjabat bupati pilihan Mendagri.
Seperit di Maluku Utara. Hingga Ahad (22/5) malam, Gubernur Maluku Utara, Abdul Gani Kasuba, belum melantik Pj Bupati Pulau Morotai untuk mengisi kekosongan kepala daerah yang berakhir kemarin.
Hal tersebut merupakan sinyal penolakan Gani yang pernah mengancam tidak akan melantikan penjabat di luar tiga nama yang dia usulkan.
Kepala Biro Humas Provinsi Maluku Utara Rahwan K Suamba mengatakan, belum ada kepastian kapan akan dilakukan pelantikan.
”Besok akan ada pernyataan pers terkait itu,” ujarnya. Menurut dia, ketidakpastian itu ada kaitannya dengan nama penjabat yang ditetapkan Mendagri. Meski begitu, ia tidak menyebutkan nama tersebut. Ia juga tidak membantah, nama yang ditetapkan itu tidak termasuk tiga nama yang diusulkan gubernur kepada Mendagri.
Tiga nama dimaksud merupakan pejabat pratama yang mengisi jabatan eselon II pada lingkup Pemprov Maluku Utara. Mereka adalah Syamsudin Banyo, Ahmad Purbaya, dan Syukur Lila.
”Mereka ini dinilai layak oleh gubernur. Gubernur merupakan perwakilan pemerintah pusat di daerah,” ujarnya.
Di Sulawesi Tenggara (Sultra), pelantikan Pj Bupati akan digelar Senin (23/5) hari ini. Namun dari tiga Pj Bupati yang harusnya dilantik, Gubernur Sultra, Ali Mazi, hanya mengagendakan untuk melantik satu Pj Bupati saja, yakni Pj Bupati Buton Tengah, Muhammad Yusuf.
Sedangkan untuk Pj Bupati Buton Selatan (Busel) La Ode Budiman, dan Pj Bupati Muna Barat, Dr.Bahri, tak diagendakan.
Pemprov Sultra masih melalukan pengkajian ulang penunjukan Pj Bupati Busel dan Pj Bupati Mubar pilihan Mendagri itu. “Jadi Gubernur (Ali Mazi) sedang melakukan telaah dengan SK Pj dua Pj Bupati itu,” Pj Sekretaris Daerah (Sekda) Asrun Lio.
Kata dia, pengkajian ulang SK karena keputusan Kemendagri terkait penunjukan dua Pj Bupati itu tak sesuai dengan usulan Gubernur Sultra, Ali Mazi. “Berdasrkan SK yang keluarkan Kemendagri, hanya satu yang memperhatikan usulan gubernur terkait penunjukan PJ,” paparnya.
Kepala Pusat Penerangan Kemendagri Benni Irwan mengatakan, pihak pemprov di kedua wilayah itu pun telah dipanggil Kemendagri untuk menjelaskan alasan penolakan, apalagi sampai gubernurnya dikabarkan tak mau melantik penjabat bupati/wali kota di daerahnya. Selain itu, dijelaskan pula soal aturan dan pertimbangan pemerintah pusat dalam memutuskan pengisi posisi penjabat kepala daerah.
Selain kepada Pemprov Maluku Utara dan Sulawesi Tenggara, Kemendagri juga mengintensifkan komunikasi dengan gubernur lain yang di daerahnya ada wali kota/bupati yang berakhir masa jabatannya. Ini agar gubernur bisa menerima keputusan yang diambil pemerintah pusat terkait pengisian penjabat.
Benni berharap, para gubernur memahami aturan yang ada bahwa setiap usulan gubernur tidak mutlak diakomodasi, tetapi hanya sebagai bahan pertimbangan. Usulan yang disampaikan itu masih harus dikaji Kemendagri, kemudian diputuskan oleh tim penilai akhir (TPA) yang dibentuk Presiden.
Tim itu, antara lain, terdiri dari Kemendagri, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kementerian Sekretariat Negara, Badan Kepegawaian Negara, serta Badan Intelijen Negara. Tim itu yang bekerja menentukan siapa dan bagaimana rekam jejak setiap calon penjabat sebelum akhirnya diputuskan.
”Kami tentu menghormati gubernur sebagai wakil pemerintah pusat, dengan harapan mereka yang mengetahui kondisi setiap daerah. Tetapi, keputusan itu sebenarnya ada di tangan Presiden melalui sidang TPA. Jadi, tidak ada maunya Pak Mendagri. Mendagri tidak menetapkan karena ada tim penilai akhir,” jelas Benni.
Selain itu, penunjukan penjabat ini bersifat penugasan. Karena itu, jika gubernur khawatir penjabat yang dipilih tak mampu menjalankan tugasnya dengan baik dan hal tersebut memang terbukti saat penjabat itu telah menjabat, mereka bisa dicopot kapan pun. Evaluasi oleh Kemendagri dilakukan setiap tiga bulan. Gubernur bisa turut memberikan evaluasi.
Untuk itu, Kemendagri menyayangkan jika ada gubernur yang tak ingin melantik penjabat bupati/wali kota. Kalaupun nantinya gubernur tetap tidak mau melantik, Mendagri akan mengambil alih pelantikan.
Langkah ini bisa ditempuh agar jalannya pemerintahan di daerah tidak terganggu. Selain Kabupaten Boalemo, terdapat sejumlah daerah di Indonesia, yang Pj Kepala Daerahnya hasil pilihan Mendagri dan mengabaikan usulan Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah, seperti Pj Buton Selatan dan Penjabat Bupati Muna Barat, Pj Bupati Pulau Morotai, Pj Bupati Kepulauan Mentawai, Pj Walikota Tebing Tinggi dan Penjabat Bupati Tapanuli Tengah. (rmb/net)












Discussion about this post