Gorontalopost.id – Aksi unjuk rasa ratusan penambang batu hitam di Kantor Deprov Gorontalo, kemarin (14/3) sempat diwarnai kericuhan.
Pintu kaca bagian depan kantor Deprov pecah, saat ratusan pengunjuk rasa berupaya untuk masuk ke dalam kantor. Namun tertahan di luar karena pintu dalam kondisi tertutup dan dijaga oleh sejumlah petugas polisi dan Satpol PP.
Insiden itu terjadi sekitar pukul 13.00 wita, saat 10 orang perwakilan pengunjuk rasa sedang berdialog dengan Gubernur Rusli Habibie, Ketua Deprov Paris Jusuf dan sejumlah anggota Deprov di dalam ruang sidang paripurna.
Selama dialog berlangsung, dari dalam ruangan sidang paripurna, memang sudah terdengar suara para pengunjuk rasa yang berada di teras kantor Deprov.
Mereka ingin masuk ke dalam ruang sidang paripurna mendengarkan langsung dialog perwakilan mereka dengan Gubernur dan Ketua Deprov. Saat dialog sudah akan berakhir, dari dalam ruang sidang paripurna, tiba-tiba terdengar suara pintu kaca pecah.
Seketika, beberapa orang perwakilan pengunjuk rasa yang berada dalam ruang sidang paripurna, langsung keluar ruangan. Meminta pengunjuk rasa agar tetap tenang.
Disaat bersamaan, Kapolres Gorontalo AKBP Suka Irawanto, juga langsung keluar dari ruangan sidang paripurna untuk menenangkan para pengunjuk rasa.
Ratusan masyarakat penambang batu hitam dari Suwawa, Kabupaten Bone Bolango, memang telah memulai aksi unjuk rasa di Deprov, dari sekitar pukul 11.00 wita. Sebelum berunjuk rasa di Deprov, mereka juga telah melakukan aksi serupa di kantor Bupati dan DPRD Bone Bolango.
Setibanya di Deprov, para pengunjuk rasa belum langsung ditemui oleh anggota Deprov. Karena disaat bersamaan sedang berlangsung dua rapat paripurna yang dilaksanakan secara beruntun. Rapat paripurna pertama yaitu rapat paripurna pengesahan dua Ranperda.
Masing-masing Ranperda Barang Milik Daerah dan Ranperda Perubahan Organisasi Perangkat Daerah. Rapat paripurna kedua yaitu rapat paripurna pengajuan LKPJ Gubernur 2021.
Saat sudah akan memasuki rapat paripurna kedua, Ketua Deprov Paris Jusuf yang memimpin sidang paripurna, meminta Ketua Komisi I AW Thalib dan Ketua Komisi II Espin Tuli, menemui pengunjuk rasa untuk mendengar aspirasi yang akan disampaikan.
Namun ketika AW Thalib dan Espin Tuli menemui pengunjuk rasa, kedatangan mereka tak direspon. Ratusan masyarakat penambang ingin unjuk rasa mereka diterima langsung Pimpinan DPRD. Keinginan itupun ini disampaikan kembali AW Thalib dan Espin Tuli, ke Paris Jusuf.
Saat rapat Paripurna kedua berakhir, Paris Jusuf menyampaikan dia bersama Gubernur siap berdialog dengan perwakilan pengunjuk rasa di dalam ruang sidang Paripurna. Diputuskan hanya 10 orang perwakilan pengunjuk rasa yang akan masuk ke dalam ruang sidang paripurna.
Dalam dialog itu, salah satu wakil pengunjuk rasa Muhammad Reza Akbar menyampaikan lima aspirasi para penambang. Pertama, meminta agar pihak luar tidak mengintervensi aktifitas pertambangan di Suwawa.
Kedua meminta Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Bone Bolango maupun Provinsi tidak mengekang aktifitas pertambangan di Suwawa. Forkopimda diminta untuk mencari solusi bagi masyarakat.
Selain itu, PT Gorontalo Mineral (GM) agar memberi ruang bagi rakyat untuk melakukan aktifitas pertambangan. Jika masih ada penertiban terhadap aktifitas pertambangan, masyarakat penambang meminta pertanggungjawaban Forkopimda dan PT GM.
“Kami minta persoalan ini ditindaklanjuti dalam hearing (Rapat dengar pendapat.red). Karena ini menyangkut hajat hidup orang banyak,” ujar Muhammad yang mengaku mahasiswa yang berasal dari Suwawa.
Menyikapi aspirasi ini, Gubernur Rusli Habibie menyampaikan masalah ini sebetulnya mudah diselesaikan. Asal penambang bisa bersikap sabar dan tenang. Solusi yang bisa diambil dengan mengusulkan lokasi penambangan saat ini menjadi wilayah pertambangan rakyat (WPR).
Rusli memastikan siap untuk membantu terwujudnya WPR. “Saya minta WPR ini cepat-cepat diusulkan suratnya. Saya akan bantu urus perizinannya.
Walau saya nanti sudah tidak Gubernur saya akan tetap bisa bantu,” ujar Rusli. Selain itu, menurut Rusli, pembahasan untuk menyelesaikan persoalan ini juga harus melibatkan PT GM yang memiliki izin pertambangan.
Sementara itu, Paris Jusuf menyampaikan, penjelasan Gubernur ini menjadi solusi efektif untuk mengatasi persoalan yang sedang dihadapi oleh masyarakat penambang di Suwawa. Berkaitan dengan pengusulan WPR, Paris mengatakan, pihaknya akan segera akan mengundang OPD terkait membahas hal-hal yang perlu dipersiapkan untuk terbitnya izin WPR.
“Nanti kalau ada hal-hal yang perlu ditanyakan, silahkan untuk menghubungi OPD terkait. Kami juga siap untuk bantu,” tandasnya.
Diakhir dialog, perwakilan pengunjuk rasa meminta Ketua Deprov dan Gubernur untuk tetap menemui pengunjuk rasa menyampaikan langsung solusi yang akan ditempuh. Namun saat permintaan itu baru disampaikan tiba-tiba terdengar suara pintu kaca pecah.
Beberapa saat kemudian, Ketua Deprov Paris Jusuf menemui pengunjuk rasa. Paris menyampaikan hasil pertemuan dengan perwakilan pengunjuk rasa.
Tapi sejumlah pengunjuk rasa rupanya punya tuntutan lain. Deprov diminta menyikapi penahanan hasil tambang batu hitam yang belakangan kerap dilakukan oleh kepolisian. Aksi penegak hukum itu dianggap menghalangi usaha para penambang.
“Mohon penahanan hasil tambang batu hitam oleh polisi dihentikan. Banyak masyarakat penambang yang menggantungkan hidup dari hasil tambang batu hitam. Apalagi sekarang sudah mendekati puasa,” keluh sejumlah penambang.
Menyikapi keluhan ini, Paris Jusuf menyampaikan akan membicarakan keluhan ini dalam rapat Forkopimda Provinsi.
“Tapi saya belum bisa mengambil keputusan karena ini wewenang lembaga lain. Tapi saya akan sampaikan ini,” janji Paris Jusuf.
Para penambang menyambut baik pernyataan ini. Tapi penambang memberi waktu tiga hari kepada Deprov untuk menyampaikan hasil rapat Forkopimda. “Kalau juga tak ada hasil positif kami akan demo lagi ke sini dengan jumlah massa yang lebih besar,” ujar para penambang.
Salah satu anggota Deprov dapil Bone Bolango, Yuriko Kamaru, bisa memaklumi keresahan masyarakat penambang seiring gencaranya penahanan hasil tambang batu hitam.
Karena aktifitas itu belakangan telah menjadi mata pencaharian masyarakat. Oleh karena itu Yuriko menyarankan adanya kerjasama antara PT GM dengan masyarakat penambang. Karena aktifitas pertambangan rakyat berlokasi di wilayah pertambangan PT GM.
“Jadi memang harus ada kerjasama antara masyarakat penambang dengan PT GM. Dan ini harus dimediasi dan difasilitasi oleh pemerintah daerah,” sarannya. (rmb)












Discussion about this post