GORONTALO – GP – Hasil penilaian Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang menempatkan Pemerintah Daerah Provinsi Gorontalo pada urutan lima sebagai daerah yang kurang inovatif pada indekes inovasi daerah 2020, ditanggapi Pemprov Gorontalo. Pemprov beralasan, hal itu dikarenakan persoalan teknis.
Kepala Bapppeda Budiyanto Sidiki, dikutip dari laman gorontaloprov.go.id, Jumat (18/6) menyebutkan, proses pelaporan dan penginputan inovasi daerah yang tidak maksimal ,menjadi pemicunya. Bapppeda mencatat, seharusnya ada 11 inovasi organisasi perangkat daerah (OPD) yang bisa dilaporkan dengan baik sesuai indikator yang dipersyaratkan. 11 inovasi dimaksud diantaranya adalah aplikasi “Sahabat No Tilang” dari Dinas Perhubungan. Inovasi tindak pelanggaran melalui SiPaka dan Si-Trayek. Inovasi pengelolaan alat mesin pertanian melalui Brigade Alsitan, inovasi Terawang Samsat dari Badan Keuangan.
Dari Bapppeda mengusulkan aplikasi e-Renggar, BKD mengusulkan aplikasi New Siransija dan sebagainya. “Beberapa OPD sudah mengajukan dan melakukan tahapan penginputan di aplikasi Indeks Inovasi Daerah akan tetapi tidak lengkap mengisi indikator-indikatornya. Indikatornya itu kan banyak, jadi kalau ada yang terlewatkan pasti nilainya rendah. Ini yang harus diperbaiki,”imbuhnya.
Budiyanto juga meluruskan, rendahnya Indeks Inovasi Pemerintah bukan berarti kinerja pemerindah daerah rendah. “Pertama kami ingin meluruskan supaya tidak sesat dan menyesatkan publik, bahwa Indeks Inovasi Pemerintah yang rendah tidak sama dengan kinerja pemerintah daerah yang rendah. Sebab kinerja pemerintah itu ada indikatornya sendiri,” terang Kepala Bapppeda Budiyanto Sidiki, kemarin.
Ukuran kinerja pemerintah daerah setidaknya bisa dilihat dari kinerja keuangan, indikator makro ekonomi dan indikator Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (LPPD) yang di dalamnya sudah memuat Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (LAKIP). “Dari pelaporan keuangan Pemprov Gorontalo meraih opini WTP Sembilan kali, LAKIP kita B, LPPD berstatus Kinerja Tinggi dengan nilai 2,9344. Belum lagi soal indikator makro ekonomi. Semua itu kan indikator kinerja, jadi tidak pas kalau hanya dilihat dari Indeks Inovasi,” imbuhnya.
Sebelumnya, Kepala Badan Litbang Kemendagri Agus Fatoni, mengatakan, rendahnya skor indeks inovasi daerah, salah satunya kurang maksimalnya pemda dalam melakukan pelaporang inovasi. Sering kali, Pemda tidak memenuhi persyaratan yang diberikan, kendati daerah tersebut sejatinya memiliki berbagai terobosan kebijakan. “Bisa jadi pemerintah daerah memiliki inovasi yang cukup banyak, tapi tidak dilaporkan atau bisa saja dilaporkan tapi tidak evidence based dan ditunjang data-data pendukung yang ada,” terang Fatoni.
Hanya Kota Gorontalo yang Inovatif
Sementara itu, dalam keputusan Menteri Dalam Negeri nomor 100-4672 tahun 2020 tentang indeks inovasi daerah tahun 2020, menyebutkan empat kategori indeks inovasi daerah, yakni kategori sangat inovatif, kategori inovatif, kategori kurang inovatif, dan kategori disclaimer atau inovasi daerahnya tidak bisa dinilai.
Di Gorontalo tak ada pemerintah daerah yang masuk kategori sangat inovatif, yang ada Kota Gorontalo masuk pada kategori inovatif. Sisanya, yakni Pemprov Gorontalo berada sebagai daerah yang kurang inovatif pada posisi lima dari 34 provinsi di Indonesia. Untuk tingkat kabupaten, Kabupaten Bone Bolango masuk kategori kurang inovatif pada urutan 244 atau skor inovasi hanya 59, sama seperti Kabupaten Gorontalo, pada urutan 254 dengan skor 53 kategori kurang inovatif. Kabupaten Pohuwato pada urutan 298 dengan skor hanya 34, Gorontalo Utara pada urutan kabupaten ke 339 dengan skor inovasi daerah hanya 3, dan Kabupaten Boalemo menempati urutan 361 atau daerah pertama di Indonesia ketegori disclaimer, atau inovasinya nol dan tidak bisa dinilai.
Bupati Gorontalo, Profesor Nelson Pomalingo mengatakan, pemerintah daerah sebetulnya sangat inovatif, namun kata dia, terkendala pada pelaporan. “Sebenarnya ukuran inovasi sudah sangat jelas, tapi itu tidak dilaporkan. Itu masalahnya,” kata Nelson. Apalagi lanjut Nelson saat ini dengan adanya otonomi daerah, bupati dan walikota berlomba-lomba membuat inovasi. Kabupaten Gorontalo juga demikian, setiap tahunnya ada puluhan hingga ratusan inovasi berhasil dilahirkan.
Mulai dari tingkat OPD hingga desa. “Tapi tidak dilaporkan, sehingga data kita kan di bawah,”jelas bupati. Kedua lembaga yang diberikan kewenangan mengatur inovasi, yakni Badan Penelitian dan Pengembangan Balitbang) dan Inovasi Daerah itu tidak memenuhi syarat. Nah itu akan kita benahi dari situ. Juga sumber daya manusia yang belum mumpuni. Padahal dengan era digitalisasi saat ini pelaporan harusnya semakin mudah,” terang bupati. “Jadikelemahannya ada di situ. Saya lihat pelaporannya kurang baik. Karena apa pun yang sudah kita buat tapi kalau tidak dilaporkan, tidak akan tercatat,” pungkasnya.
Wakil Ketua DPRD Kabupaten Gorontalo, Roman Nasaru, jumat (19/6) mengaku prihatin dengan hasil indeks inovasi daerah yang rendah untuk Kabupaten Gorontalo. “Saya mendorong pemerintah daerah dalam hal ini OPD untuk lebih memaksimalkan lagi potensi di Kabupaten Gorontalo, karena masih banyak hal yang bisa digali dan dikembangkan,” ungkap Roman. Menurutnya, disaat covid-19 seperti saat ini perlu dilakukan inovasi untuk berkembang dengan memberikan ide-ide baru. “Karena menurut saya banyak yang perlu dikembangkan, tetapi semua tergantung pada pemerintah daerah itu sendiri dalam hal ini OPD, mau tidak melakukan inovasi meskipun ditengah pandemic, karena meskipun covid bukan berarti menjadi alasan dan membuat kita hanya diam,” tegasnya.
Terpisah Ketua DPRD Bone Bolango, Halid Tangahu merespon normatif pemda yang kurang inovasi itu. Ia menilai rendahnya inovasi daerah lantaran berada dalam kondisi pandemi Covid-19. “Memang akibat Covid-19 ini menghambat kita. Bahkan hampir seluruh Kabupaten dan Kota merasakan hal sama,”ujar polisiti NasDem itu. Ia berharap, Pemerintah Daerah dibawa kendali Bupati Hamim Pou yang juga ketua NasDem Provinsi Gorontalo itu, menjadikan penilaian Kemendagri tersebut sebagai cambuk memacu inovasi daerah. “Maka kami sebagai pimpinan DPRD berharap apa yang menjadi penilaian Kemendagri itu dijadikan cambuk pemda untuk lebih kreatif mengembangkan potensi daerah,”katanya.
Hal berbeda disampaikan aleg DPRD Boalemo, Resvin Pakaya. Kader NasDem ini mengkritik habis Pemda yang skor inovasi daeranya nol. “Kenyataannya, inovasi pemerintah daerah Boalemo hanya nol besar. Jadi menurut saya, lebih baik pemerintah daerah tidak hanya melakukan pencitraan semata, akan tetapi lebih pada persoalan memperbaiki,” tegas Resvin. Ketua DPRD Boalemo Karyawan Eka Putra Noho, meyebut kiranya bisa menjadi tanggungjawab bersama.
“Tidak bisa kita menyalahkan siapa-siapa. Namun bagaimana kita bisa memperbaiki hal ini. Jangan melihat ke belakang,mari kita melakukan perubahan,” ujarnya. “Kami tidak menyangka Boalemo bisa mendapatkan penilaian seperti ini. Namun saat ini kita tidak perlu membahasnya. Biarkan orang mengatakan Boalemo disclaimer. Silahkan berasumsi. Tapi dengan mendapatkan disclaimer, maka ini menjadi tanggungjawab kita bersama. Baik itu eksekutif, legislative dan semua pihak lainnya,”pungkas Eka. (tro/nat/wie/csr/kif)












Discussion about this post