23 Ribu Ekor Maleo di Hutan TNBNW

Pengunjung antusias melihat karya visual hewan edemik Maelo, yang diabadikan fotografer profesional saat dipamerkan pada Festival Maleo, Lombongo, Bone Bolango, Sabtu (22/11) (foto : Natha/Gorontalo Post)

SUWAWA -GP- Burung endemik sulawesi, Maleo Senkawor ( Macrocephalon maleo) menjadi burung yang paling dilindungi di dunia. International Union for Conservation of Nature (IUCN) memasukkan maleo sebagai habitat dengan status endangerated atau terancam. Pemerintah Indonesia juga memberikan perlindungan untuk maleo agar tidak diburu, sesuai degan peraturan pemerintah nomor 7/199 dan UU nomor 5 tahun 1990.

Sebagai burung endemik, maleo hanya bisa ditemui di Sulawesi. Di Gorontalo, burung yang memiliki telur degan ukuran jumbo ini, tumbuh liar di kawasan taman nasional bogani nani wartabone (TNBNW), TNBNW membentang di wilayah Kabupaten Bolaang Mongondow, dan Bone Bolango. Catatan populasi 2016, maleo terdapat 8000-14000 pasangan berbiak.

Sebagai bentuk apresiasi atas pelestarian burung maleo, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI, mencanangkan hari maleo sedunia (World Maleo Day) tanggal 21 November 2020, tanggal ini sekaligus memperingati pelepasliaran satwa anak burung maleo di TNBNW tanggal 21 November 2001 yang silam.

Penetapan Hari Maleo Sedunia ini, juga ditandai dengan pelepasan anak burung maleo ke habitatnya di kawasan objek wisata Lombongo, oleh Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati (KKH) KLHK RI, Indra Exploitasia, bersama sejumlah pejabat daerah, termasuk pihak balai taman nasional bogani nani wartabone.

Menurut Indra Exploitasia, keberadaan maleo yang dilindungi, semua harus berperan ikut menjaga habitat maleo. Ia berharap tidak adalagi perburuan burung khas Sulawesi ini. Secara khusus ia mengapresiasi gelaran word maleo day dan festival maleo, yang digelar pemerintah daerah bekerja sama balai taman nasional.

Kedepan kata dia, satwa-satwa endemik lainnya di seluruh pulau Sulawesi, juga dikembangkan seperti maleo. Misalnya, babi rusa, anoa, dan yaki yang tidak pernah ada di luar pulau Sulawesi. “Kita sangat berbangga, Indonesia memiliki burung maleo yang hanya ada di Sulawesi. Hal ini sekaligus menjadi sebuah amanah untuk kita agar terus menjaga mereka dan habitatnya untuk generasi mendatang,”ungkap Indra Exploitasia.

Indra juga berharap peran serta para pihak bisa melestarikan satwa-satwa iconik ini. Kemudian bagaimana kedepan menduniakan Gorontalo sebagai daerah yang dijadikan tempat satwa endemik yang karismatik ini hidup dan berkembang.

Sekretaris Daerah Bone Bolango, Ishak Ntoma, mengatakan, setelah pelepasan anak maleo kurang lebih 20 tahun silam, saat ini sudah ada 23.030 ribu ekor anak maleo yang kembali ke habitatnya. Pemkab Bone Bolango, kata Ishak telah merintis pengembangan geopark untuk ekowisata minat khusus.

Geopark itu mengusung brand Burung Maleo dalam empat tahun terakhir, Desa Hungayono, Bone Bolango, menjadi destinasi wisata dunia. Para wisatawan mancanegara berdatangan untuk  melihat keindahan alam. Mulai dari lokasi air terjun hingga tempat penangkaran burung maleo. Hal ini menjadi potensi kerja sama pemerintah daerah dan KLH dengan menyusun konsep ekowisata minat khusus dengan poin utama sustainabel distric yang akan menjadi daya tarik dari para wisatawan mancanegara. “Hubungan antara kawasan yang dengan kawasan yang lain tentang ekowisata ini Bone Bolango sangat memungkinkan. Rute perjalanannya dari pemandian Lombongo, Hungayono, Tulabolo sampai ke Pinogu,” tutur Ishak Ntoma. (roy)

Comment