logo gorontalo post
  • METROPOLIS
  • PERISTIWA
  • EKONOMI BISNIS
  • SPORTIVO
  • KORAN DIGITAL
No Result
View All Result
Logo gorontalo post
  • METROPOLIS
  • PERISTIWA
  • EKONOMI BISNIS
  • SPORTIVO
  • KORAN DIGITAL
No Result
View All Result
logo gorontalo post
No Result
View All Result
Pemkot Gorontalo
Home Persepsi

Cacat Kata, Cacat Kebijakan

Lukman Husain by Lukman Husain
Monday, 22 December 2025
in Persepsi
0
Basri Amin

Basri Amin

Bagikan ke FacebookBagikan ke TwitterBagikan ke Whatsapp

Oleh:
Basri Amin

Pengabaian atau bahkan penindasan seringkali bermula dari praktik berbahasa. Bagaimana kita berbahasa, sejak memilih kata hingga menyusun kalimat-kalimat yang kita pergunakan dalam menyebut, mengacu atau menyapa sesuatu akan sangat menentukan seperti apa isi pikiran dan tindakan kita.

Di sisi lain, sebuah tindakan berbahasa adalah sekaligus tindakan sosial, karena dengan itulah hubungan-hubungan terbentuk, meski banyak di antaranya yang bersifat menyederhanakan dan melemahkan kelompok manusia yang lain.

Catatan ini hendak mengulang mempercakapkan gejala “cacat bahasa” itu. Hal ini saya ingat kembali ketika bertemu dengan sahabat lama, Bahrul Fuad, beberapa tahun lalu. Kami memanggilnya Cak Fu, seorang local hero dari Kediri, lulusan Humanitarian Studies dari Universitas Groningen, Belanda.

Dia selama ini dikenal sebagai tokoh nasional yang memperjuangkan hak-hak minoritas, khususnya untuk mereka-mereka yang disebut sebagai golongan “penyandang cacat” di Indonesia. Cak Fu sangat tegas mengurai bahwa tantangan serius bagi mereka yang “berkekurangan secara fisik” itu berada di level sosial budaya dan praktik kekuasaan.

Related Post

Rebut Kembali Indonesia dari Hulu

Mengapa Harus Lapor SPT Tahunan?

Literasi Desember dan Kalender Gorontalo

Masjid, Manusia, dan Cara Kita Hidup Bersama

Dan semua proses peminggiran yang terjadi dan bentuk-bentuk pengendalian atas hak-hak mereka bermula dari “tindakan berbahasa”, baik oleh keluarga, masyarakat umum maupun negara. Itulah yang sering terjadi dengan kalangan difabel –-yang juga lebih sering dijuduli dengan disabilitas–

Ketika saya pertama kali ketemu Cak Fu tahun 2002, dia harus menggunakan tongkat untuk bisa berjalan. Tetapi selama sekian tahun belajar di negeri Belanda, ia banyak menggunakan kursi-otomatis dan bantuan teknologi lainnya yang mendukung mobilitasnya di kampus dan dalam kegiatan sehari-harinya.

Yang jelas, Cak Fu sangat produktif dan militan, dan ini tentu tak ada ususan dengan soal pakai tongkat atau kereta. Ketika bertemu sekian hari di Medan beberapa tahun lalu, Cak Fu tetap dengan bantuan tongkat lamanya, tidak dengan kursi-rodanya.

Alasannya sederhana, kondisi jalan dan fasilitas umum kita di negeri ini masih sangat berbahaya dan tidak manusiawi bagi kalangan difabel (different abilities people).

Sudah sangat lama stigma “cacat” bagi mereka. Disadari atau tidak, pelumpuhan atas hak-hak mereka untuk berperan sejajar dengan mereka yang (terlanjur) menempatkan dirinya “normal” telah membawa akibat diskriminasi hampir di semua sektor kehidupan.

Negara pun sudah lama menempeli istilah “penyandang cacat” atau “penyandang masalah” bagi mereka yang secara fisik berbeda atau punya kelainan dengan manusia lain, termasuk dikenakan kepada mereka yang punya kendala pendengaran, penglihatan atau bicara, dst.

Rupanya, negara mulai berubah. Pada 31 Maret 2010 di Bandung, sebuah Lokakarya Kementerian Sosial berhasil mengubah istilah “Penyandang Cacat” itu menjadi “Penyandang Disabilitas”, karena kata ini dipandang lebih positif, menggambarkan fakta sebenarnya, sesuai prinsip HAM dan menggambarkan adanya hak perlakukan khusus, dst.

Sayang sekali karena suara pengambil kebijakan di Jakarta masih terlalu dominan dibandingkan dengan suara para penyandang istilah “disabilitas” itu. Ketika itu, dari 26 peserta Lokakarya, hanya 7 orang yang difabel, sisanya mewakili “suara dominan”.

Di sini tergambarkan bahwa “kata” atau “bahasa” bukanlah perkara mudah dalam merujuk kesejatian keadaan manusia. Bahwa banyak di antara kita yang punya masalah (mobilitas) fisik, atau masalah dalam hal belajar karena kondisi panca indera, adalah benar adanya.

Tapi keadaan sosial, budaya, hukum dan sandaran kemanusiaan kita haruslah jernih menempatkan manusia itu. Sangat tidak bisa diterima kalau karena keterbatasan atau perbedaan fisik kemudian ketidakadilan dibenarkan dalam praktik sehari-hari.

Kata “penyandang cacat” adalah kata-kata yang harus kita buang dalam kosa kata kita ketika merujuk saudara-saudara kita yang punya “kekurangan” atau perbedaan fisik dengan kita. Ada pandangan yang merendahkan dan pikiran di benak yang menempatkan mereka dalam ketidak-berdayaan atau dalam kepasrahan.

Padahal, alam nyata memperlihatkan sangat banyak di antara mereka adalah orang-orang yang luar biasa. Bisa melakukan banyak hal, hanya caranya berbeda. Kita sudah sering menyaksikan keluarbiasaan itu melaui media.

Saya teringat Professor Albert (Bob) Robillard, guru besar saya di Universitas Hawaii, yang menulis buku “Meaning of Disability” (1999). Ketika mengikuti kuliahnya, dia memang tak lagi bisa bersuara, tubuhnya telentang di kursi roda dan hanya bibirnya yang bergerak dan yang aktif adalah asistennya –spesialis pembaca bibir— dan komputernya. Tetapi, tak sedikit pun yang terkurangi dari bobot pelajarannya meski tak mungkin sama atraktifnya dengan dosen lain di kelas.

Prof. Robillard adalah murid penemu Teori Etnometodologi, Harold Garfinkel, dari Universitas California, Los Angeles (UC-LA). Teori inilah yang memberi tempat pada “peristiwa sehari-hari yang dikerjakan oleh kebanyakan manusia”, yang menempatkan spontanitas, bahasa yang otentik, makna yang rutin untuk kita pertukarkan, bangun dan sepakati bersama setiap harinya.

Sikap kita sebagai manusia terhadap manusia lainnya rupanya butuh dipersoalkan setiap saat. Manusia perlu diluruskan kemanusiaannya karena manusia pun mudah terjerumus atas kuasa yang dimilikinya. Jika manusia adalah “sempurna” sebagai ciptaan Tuhan, maka mestinya selalu ada nilai kesempurnaan yang inheren pada (totalitas) dirinya, betapa pun itu secara fisik bisa jadi berbeda satu sama lain.

Dalam rangka inilah, kata “cacat” dipersoalkan karena terkesan secara sosial kita menolak kesempurnaan penciptaan manusia itu. Tentu saja orang bisa saja menghitung ukuran kesempurnaan atau kelengkapan organ-organ dan faktor-faktor genetik lainnya, tapi tak satu pun manusia dan jenis ilmu pengetahuan yang mampu menghitung (kapasitas) kelebihan dan kekurangan setiap manusia.

Di jalan-jalan raya, di emperan pertokoan dan di banyak tempat lagi, masih banyak “cacat” kebijakan, cacat adab, dan sikap hidup yang tidak manusiawi.

Kita punya cacat moral –bahkan cacat spritualitas– karena kita masih mudah menempatkan manusia lain yang berbeda fisik dengan kita, yang di mata kita mereka tidak sempurna atau berkekurangan, sebagai “penyandang cacat”. Padahal, pada hakikatnya tak ada yang cacat dari mereka. ***

 

Penulis adalah Parner di Voice-of-HaleHepu
Surel: basriamin@gmail.com

Tags: basri aminHarian Persepsipersepsispektrum sosialtulisan basri amin

Related Posts

Husin Ali

Rebut Kembali Indonesia dari Hulu

Wednesday, 24 December 2025
Mengapa Harus Lapor SPT Tahunan?

Mengapa Harus Lapor SPT Tahunan?

Tuesday, 16 December 2025
Basri Amin

Literasi Desember dan Kalender Gorontalo

Monday, 15 December 2025
Husin Ali

Masjid, Manusia, dan Cara Kita Hidup Bersama

Monday, 15 December 2025
Meneguhkan Komitmen ASN di Usia Perak Provinsi Gorontalo: Refleksi dan Proyeksi Pembangunan

Meneguhkan Komitmen ASN di Usia Perak Provinsi Gorontalo: Refleksi dan Proyeksi Pembangunan

Wednesday, 10 December 2025
Anang S. Otoluwa

Tiada Generasi Tanpa Literasi

Tuesday, 9 December 2025
Next Post
Kapolres Bone Bolango, AKBP Supriantoro,S.H.,S.I.K., yang didampingi Kapolsek Suwawa, Iptu Puspa Anggita Sanjaya,S.Tr.K.,S.I.K.,M.Si, saat meletakan batu pertama pembangunan Musala Al-Ikhlas di Mako Polsek Suwawa.

Polsek Suwawa Bangun Musala

Discussion about this post

Rekomendasi

Kombes Pol. Wiyogo Pamungkas,S.I.K.,M.Hum - Kombes Pol. Agus Widodo,S.I.K.M.H. - Kombes Pol. Afri Darmawan,S.I.K,M.H.

Kapolri Mutasi Ratusan Perwira, Empat PJU Polda Gorontalo Ikut Dirotasi, Satu Kasubdit Jabat Kapolres

Monday, 22 December 2025
Ismet Mile Rombak Kabinet, Satu Pejabat Ditunda Pelantikan 

Ismet Mile Rombak Kabinet, Satu Pejabat Ditunda Pelantikan 

Monday, 22 December 2025
Husin Ali

Rebut Kembali Indonesia dari Hulu

Wednesday, 24 December 2025
MELANTIK ANAK - Bupati Ismet Mile melantik anak dan menantunya menjadi pejabat pimpinan tinggi pratama di lingkungan Pemda Bone Bolango, Senin (22/12).

Mutasi Pejabat Bonbol, Ismet Lantik Anak dan Menantu

Tuesday, 23 December 2025

Pos Populer

  • Kombes Pol. Wiyogo Pamungkas,S.I.K.,M.Hum - Kombes Pol. Agus Widodo,S.I.K.M.H. - Kombes Pol. Afri Darmawan,S.I.K,M.H.

    Kapolri Mutasi Ratusan Perwira, Empat PJU Polda Gorontalo Ikut Dirotasi, Satu Kasubdit Jabat Kapolres

    256 shares
    Share 102 Tweet 64
  • 374 Penderita AIDS Meninggal di Kota Gorontalo, Didominasi Usia Produktif, Penyebab Seks Bebas Sesama Pria

    108 shares
    Share 43 Tweet 27
  • Ismet Mile Rombak Kabinet, Satu Pejabat Ditunda Pelantikan 

    85 shares
    Share 34 Tweet 21
  • Kemuliaan Tanpa Panggung

    78 shares
    Share 31 Tweet 20
  • Testimoni Bintang Lima, Semangat Nadia Mahasiswi UNG dari Dapur Kos

    72 shares
    Share 29 Tweet 18
Gorontalopost.co.id

Gorontalo Post adalah Media Cetak pertama dan terbesar di Gorontalo, Indonesia, yang mulai terbit perdana pada 1 Mei 2000 yang beral...

Baca Selengkapnya»

Kategori

  • Boalemo
  • Bone Bolango
  • Disway
  • Ekonomi Bisnis
  • Gorontalo Utara
  • Headline
  • Kab Gorontalo
  • Kota Gorontalo
  • Kriminal
  • Metropolis
  • Nasional
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Pendidikan
  • Persepsi
  • Pohuwato
  • Politik
  • Provinsi Gorontalo

Menu

  • Redaksi
  • Tentang Kami
  • Kontak Kami
  • Kode Etik Jurnalistik
  • Pedoman Media Siber
  • Disclaimer
  • Privacy Policy

Berlangganan dengan email

Masukan email anda untuk menerima pembaruan berita terbaru dan terupdate dari Gorontalo Post

Join 2 other subscribers

© 2025 PT. Gorontalo Cemerlang - Gorontalo Post by Div-TI.

No Result
View All Result
  • METROPOLIS
  • PERISTIWA
  • EKONOMI BISNIS
  • SPORTIVO
  • KORAN DIGITAL

© 2025 PT. Gorontalo Cemerlang - Gorontalo Post by Div-TI.