Gorontalopost.co.id, GORONTALO — Kasus HIV/AIDS di Kota Gorontalo kian mengkhwatirkan. Betapa tidak, selang 2001 hingga Oktober 2025, dari 989 kasus, tercatat sebanyak 374 penderita dinyatakan meninggal dunia. Hal ini tentu butuh keseriusan semua pihak untuk mencegah penularan virus mematikan tersebut.
Sekretaris Dinas Kesehatan Kota Gorontalo dr Anwar Pasaribu MKM mengatakan, saat ini penderita AIDS atau dalam istilah medis disebut Orang Dengan HIV (ODHIV) yang tersisa di Kota Gorontalo selang Oktober 2025 mencapai 615 orang. “Untuk kasus HIV/AIDS ini Sebagian besar penderitanya pada kelompok usia produktif (remaja hingga dewasa muda),”ungkap dr Anwar.
Adapun pola penularan virus mematikan ini didominasi oleh hubungan seks sesama jenis. Banyak kasus baru ditemukan pada remaja (17-35 tahun) dan kelompok LSL (Lelaki Seks dengan Lelaki). Diketahui bahwa HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah virus yang merusak sel-sel sistem kekebalan tubuh yang berguna untuk melindungi tubuh dari serangan penyakit.
Sedangkan AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah tahap akhir dari infeksi penyakit HIV, di mana sistem kekebalan tubuh telah rusak parah sehingga tidak lagi mampu melawan infeksi yang menggerogoti sel-sel dalam tubuh penderita. Mobilitas Penduduk yang tinggi diduga turut mempercepat penyebaran.
Upaya yang dilakukan Dinkes Kota Gorontalo dalam mencegah penularan jelas dr Anwar yakni sesuai protap melakukan screening secara rutin d puskesmas dan di tingkat Dikes Kota melalui kerjasama lintas sektor termasuk Komisi Penanggulangan AIDS Kota Gorontalo.
Selain itu intens melakukan penyuluhan kelompok dan penyuluhan perorangan, pengobatan bagi penderita dengan pemberian obat secara gratis pada pasien yang Sudah ODHIV, peningkatan peran dokter dan RS swasta melalui pembentukan VCT, Pelaksanaan Preep ( Pre exposure profilaksis) yaitu terapi pencegahan sebelum pajanan, Pelaksanaan terapi Profilaksis Pasca Pajanan, yaitu terapi pada orangvyang sudah terpapar.
“Tantangan yang sering kami hadapi yakni perubahan perilaku sex di masyarakat yang cenderung menjadi Lelaki sex lelaki LSL yang sulit di deteksi petugas Kesehatan. Selain itu penderita sangat tertutup dan sering menolak petugas kesehatan menyebabkan proses penemuan penderita sulit ditemukan di awal kejadian dan baru mendatangi faskes sudah merasakan gejala lanjutan,”ungkap dr Anwar sembari berpesan kepada masyarakat untuk mendukung pencegahan penularan HIV/AIDS ini terutama melakukan deteksi dini dan pengobatan (ARV) sangat krusial untuk memperpanjang usia ODHIV dan memutus rantai penularan. Dan yang paling utama adalah hindari seks bebas terutama bagi kaum LSL. (roy)











Discussion about this post