Oleh:
Basri Amin
Lembaga Kajian Sekolah & Masyarakat
GORONTALO termasuk daerah yang melahirkan banyak Guru sekolah, baik melalui jalan pendidikan di luar Gorontalo maupun di dalam wilayah Gorontalo sendiri. Antusias memenjadi Guru tergolong besar. Sebarannya pun meluas sampai di Sulawesi Bagian Tengah dan Utara.
Tanggal 1 September 1963 adalah jejak paling nyata tentang legalnya pendirian Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sulawesi Utara dan Tengah di Gorontalo. Keputusan resmi Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan (PTIP), Tajib Hadiwidjaja, tertanggal 11 Juli 1963 di Jakarta. Demikianlah SK Menteri PTIP No. 67 tahun 1963. Uniknya, di dalam SK ini tertulis pula sebuah catatan bahwa “pembiayaan tidak dibebankan pada Anggaran Departemen PITP.”
Lalu, dalam kenyataannya, oleh siapa atau melalui system apa, pembiayaan kegiatan “Ilmu Pendidikan dan Keguruan” Unsulutteng di Gorontalo ini terwujud? Catatan sejarah (pendidikan) kita di Gorontalo terlalu miskin dokumentasinya untuk menjawab pertanyaan tentang dinamika-pertumbuhan pendidikan kita di daerah ini, di berbagai tingkatan.
Semoga tidak berlebihan mengatakan, bahwa hampir semua lembaga pendidikan kita tidak begitu member ruang terhadap “dokumentasi pendidikan” dan perkembangannya secara memadai dari waktu ke waktu. Apa yang dicatat cenderung hal-hal besar saja dan terkesan ‘seadanya’, atau terkesan sangat sepihak. Pada umumnya berupa dokumentasi seremoni pejabat dan acara-acara kalangan atas saja.
Perdebatan gagasan, karya-karya yang tersusun ketat-tematik dan dokumen pencapaian para pelajar dan perubahan kontemplasi mereka, sangat jarang kita temukan. Katalog resmi kampus-kampus kita hanya bisa membuktikan sebagiannya. Begitu pula di sekolah-sekolah kita.
Jejak 1 September 1963 rupanya hanyalah rangkaian kesekian dari sejarah perubahan pendidikan keguruan dan ilmu pendidikan di Gorontalo. Tercatat bahwa pada tahun 1964, terjadi lagi perubahan nasional dengan pendirian “Cabang” dari Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Jogjakarta Cabang Manado yang meliputi Cabang Fakultas Keguruan-nya di Gorontalo. Nyatalah cabang membentuk “cabang” lagi. Tetapi, sangat unik karena Gorontalo tetap dengan karakter pendidikan ke-Guru-annya.
Di sini, terasa bahwa ada “tak dirsejarah” yang konsisten untuk bidang Pendidikan (di) Gorontalo, kendati posisinya berulang terkesan “disisip” di setiap Keputusan pemerintah di sektor Perguruan Tinggi-nya di Sulawesi. Lagi-lagi, Keputusan Menteri PTIP ini, Sjarif Thaeb (Brigjen TNI), berlaku sejak tanggal 1 September 1964. Hanya tahun yang berganti, tetapi “takdir September” (1963/1964) tidak berubah.
Posisi Perguruan Tinggi bidang ke-Guru-an di Gorontalo kembali mengalami perubahan. Di awal tahun 1965, tepatnya 5 April 1965, status “Cabang” Fakultas Keguruandari IKIP Manado di Gorontalo dinyatakan status barunya dengan nama IKIP Manado Cabang Gorontalo. Apakah ini pertanda posisi tawar Gorontalo semakin membaik atau membesar? Rupanya, Keputusan ini hanyalah rangkaian keputusan Pemerintah Jakarta –-dalam hal ini sebagai dampak dari perubahan status IKIP Jogjakarta— yang “melepas” kedudukan FKIP-nya di Manado menjadi lebih besar/otonom: IKIP Manado.
Sayangnya, sampai tahun 1965, kondisi pendidikan Tinggi di Gorontalo tetap terkesan “marginal”, yakni sebagai “Cabang”, kendati dengan posisi sebagai Cabang IKIP Manado dengan “C” besar. Hebatnya karena sejak April 1965 tersebut, Fakultas Ilmu Pendidikan, Keguruan Sastra dan Seni, Keguruan Ilmu Pengetahuan Sosial dan Keguruan Eksakta, resmi terbuka proses pendidikannya di Gorontalo.
Posisidan status sebagai “Cabang” IKIP Manado di Gorontalo tetap bertahan sampai Januari 1968. Di tahun yang sama, reorganisasi IKIP memang cukup luas, termasuk di antaranya terjadi di Lampung, Palangkaraya, Kupang, Medan, Semarang, Malang, Makassar dan Manado. Di masa itu, “Cabang” IKIP beroperasi di beberapa kota (provinsi) di Indonesia.
Entah kenapa, cobaan datang di bulan Januari 1973. Cabang IKIP Manado di Gorontalo “ditutup” secara bertahap dan sejak itu dilarang menerima mahasiswa baru. Keputusan ini tidak dikeluarkan oleh Menteri, tetapi oleh Carateker Rektor IKIP Manado, Prof. Mr. G.M.A. Inkiriwang, dengan merujuk hasil Raker Universitas/Institut Negeri se-Indonesia di Jakarta pada 2—4 Oktober 1972.
Keputusan ini memicu reaksi keras dari Gorontalo, khususnya oleh Dekan Koordinator IKIP Manado Cabang Gorontalo, Drs. Th A. Musa. Sebuah Surat “Permintaan Penjelasan” dilayangkan ke Manado. Aspirasi besar tentang kukuhnya IKIP Negeri di Gorontalo menggema. Di masa yang kritikal itu, dukungan rekomendasi Wali kota KDH Gorontalo dan Bupati KDH Gorontalo sangat menentukan. Mereka berhasil!
Kisah ‘sejarah pendidikan’ Tinggi Gorontalo ini dicukupkan sejenak untuk periode 1973. Yang jelas, jejak-jejak sejarah pendidikan (ke-Guru-an) di Gorontalo member kita pelajaran bernilai bahwa Pendidikan selalu tidak terpisah dengan “Perubahan.” Ia pun selalu rentan diguncang oleh orientasi kekuasaan yang berpindah-pindah, dari periode yang satu ke periode berikutnya. Negara banyak terlibat dan hak-hak otonom belum sepenuhnya tercapai.
Di Gorontalo, sejauh yang bisa ditemukan bukti-buktinya, pelembagaan aspirasi pendidikan modern di Gorontalo yang dikelola oleh putra-putra terbaik Gorontalo sendiri, tampaknya bermula pada tahun 1954. Pada hari Ahad 26 Desember 1954, Jajasan Pendidikan dan Pengadjaran Daerah Sulawesi Utara – Gorontalo didirikan dihadapan Notaris R. Kodratsamadikoen (Kepala Daerah Sulawesi Utara, merangkap Notaris merangkap di Gorontalo). Sebagai pendiri, tercatat Nusi Pedju (Penilik Sekolah Rakjat, Kantor Inspeksi Sekolah Rakjat Kabupaten Sulawesi Utara), Soewondo Dwi Atmodjo (Guru Sekolah Guru Bawah Negeri) dan Abdul Rasjid Tangahu (Guru Sekolah Menengah Ekonomi Pertama Negeri).
Terbukti, aspirasinya tidak dimulai oleh Negara atau Pemerintah. Setidaknya dibuktikan oleh kenyataan bahwa pada tahun 1954 tersebut, sebuah gagasan besar tentang pendidikan dan visi masa depan generasi terpelajar – pejuang untuk kemajuan Gorontalo, dinyatakan berdiri. Semangat “Pejuang” itulah yang belakangan ini terlihat mengecil jiwa-nya di kalangan Pendidikan kita. ***
Penulis adalah Bekerja di
Universitas Negeri Gorontalo.
Surel: basriamin@gmail.com










Discussion about this post