Gorontalopost.co.id, GORONTALO — Pengusutan kasus dugaan Perjalanan Dinas (Perjadis) Fiktif Pemkot Gorontalo terus digenjot Kejaksaan Tinggi Gorontalo. Kali ini untuk kali kedua mantan Walikota Gorontalo Marten Taha kembali menjalani pemeriksaan sebagai saksi, Selasa (5/8).
Pantauan Gorontalo Post, Marten yang mengenakan setelan kemeja lengan pendek warna putih dan celana hitam itu tiba di Kejati Gorontalo sekitar pukul 8.30 WITA. Mantan orang nomor satu di Kota Gorontalo ini langsung masuk ruang penyidik Pidana Khusus Kejati. Pemeriksaan baru dimulai sekitar pukul 09.00 WITA.
Setelan menjalani pemeriksaan selama kurang lebih tujuh jam. Marten akhirnya keluar ruangan penyidik pukul 16.15 WITA. Saat ditemui wartawan Marten mengaku bahwa dirinya memenuhi panggilan Kejati untuk memberikan kesaksian seputar kasus Perjadis Fiktif yang tengah diusut Kejati saat ini.
“Ya, jadi saya hanya dimintai keterangan sebagai saksi saja untuk pendalaman terkait permasalahan yang sedang ditangani Kejati saat ini. Hanya itu saja tidak ada yang lain,”tandas Marten sambil buru-buru ke mobil pribadinya yang sudah menunggu di halaman Kejati Gorontalo.
Sementara itu Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Gorontalo, Dadang Djafar, mengungkapkan, pemeriksaan lanjutan terhadap Marten Taha dilakukan untuk memperjelas rangkaian peristiwa dalam kasus tersebut. Pemeriksaan juga mencakup pejabat di lingkungan Dinas Pendidikan Kota Gorontalo, terkait pemberian fasilitas kepada ajudan Wali Kota.
“Status beliau masih sebagai saksi. Ada sekitar 30 pertanyaan yang diajukan penyidik. Kami juga memeriksa pejabat Dinas Pendidikan, terkait pemberian-pemberian kepada para ajudan, termasuk fasilitas yang dananya masuk melalui transfer,” jelasnya.
Dadang menegaskan, proses pemeriksaan akan terus berlanjut sebagai bagian dari upaya mengumpulkan alat bukti sebelum penetapan tersangka. Dugaan penyimpangan anggaran ini mencuat pertama kali dalam persidangan kasus gratifikasi proyek peningkatan Jalan Nani Wartabone.
Dalam persidangan itu, terungkap bahwa dana perjalanan dinas dicairkan melalui skema nonreguler yang menimbulkan pertanyaan hukum, terutama terkait akuntabilitas dan transparansi anggaran. “
“Tidak menutup kemungkinan bisa lebih dari satu orang yang dimintai pertanggungjawaban. Karena ada dugaan penyalahgunaan pemberian fasilitas, termasuk dari salah satu bank milik pemerintah,”tandas Mantan Kasi Pidsus Kejari Limboto ini . (roy/tha)











Discussion about this post