Gorontalopost.co.id – Aksi unjuk rasa solidaritas Bela Palestina yang berlangsung di kawasan strategis Perlimaan Telaga, Gorontalo, Jumat (25/07) sore, menuai kecaman keras dari Forum Komunikasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Provinsi Gorontalo.
Bukan karena aksi solidaritas kemanusiaan yang menimpa Palestina atas agresi zionis Israel, tetapi karena dalang aksi yang diduga digerakkan oleh eksponen Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). HTI merupakan organisasi terlarang yang telah dibubarkan secara resmi oleh pemerintah sejak 2017.
Pada akai unjuk rasa demgan mengusung spanduk besar bertuliskan seruan jihad dan seruan pengiriman tentara Muslim, diapit oleh bendera hitam-putih khas HTI, para pengunjuk rasa sebagian menggunakan masker.
FKPT Gorontalo tidak tinggal diam dengan peristiwa unjuk rasa itu. Kepala Bidang Keagamaan FKPT, Dr. Dikson Yasin, MH, menyatakan bahwa apa yang terjadi di pintu masuk Kota Gorontalo tersebut adalah indikasi nyata bahwa HTI belum mati, bahkan menunjukkan tanda-tanda regenerasi dan reorganisasi yang sistematis.
“Ini bukan sekadar demonstrasi. Ini adalah pesan terbuka bahwa HTI masih hidup, masih merekrut, dan masih memanfaatkan setiap celah aspirasi sosial masyarakat termasuk isu Palestina, untuk menyusupkan agenda khilafah di tengah masyarakat Gorontalo,” ujar Dr. Dikson, dalam rilis yang diterima media ini.
Ia menegaskan bahwa HTI mencoba membajak simpati umat Islam terhadap penderitaan rakyat Palestina, dan mengalihkannya menjadi mesin propaganda ideologis. Narasi solidaritas diubah menjadi doktrin pembangkangan terhadap negara dan upaya delegitimasi sistem bernegara yang sah.
Lebih mengkhawatirkan, menurut data resmi BNPT, Gorontalo pada tahun 2024 mengalami kenaikan satu poin dalam Indeks Potensi Radikalisme, menjadikannya salah satu dari 10 provinsi dengan kenaikan tertinggi secara nasional. Fakta ini menjadi sinyal bahaya bahwa benih radikalisme telah tumbuh subur di tanah yang selama ini dikenal religius namun damai.
“Jangan sampai sikap permisif masyarakat terhadap simbol-simbol HTI ini berubah menjadi ketidakmampuan mengendalikan narasi ekstremisme. Palestina harus dibela, tetapi bukan dengan menunggangi bendera HTI,” tegas Dr. Dikson.
FKPT Gorontalo mendesak aparat keamanan untuk melakukan penindakan tegas terhadap setiap bentuk aktivitas organisasi yang telah dinyatakan terlarang. Jika HTI bisa menggelar aksi di pusat kota tanpa hambatan maka ini adalah pertunjukan serius dalam sikap menantang NKRI.
Lebih dari itu, FKPT juga meminta tokoh agama, kampus, ormas Islam, dan elemen sipil untuk tidak bersikap netral terhadap infiltrasi ideologis ini. Karena sikap diam dalam menghadapi radikalisme bukanlah netralitas, tetapi pembiaran.
“Kami ingatkan bahwa HTI bukan sekadar ide, tapi gerakan politik ideologis yang bertujuan mengganti sistem negara. Bila dibiarkan, maka eskalasi tidak bisa dihindari,” pungkasnya. (gp)











Discussion about this post