Gorontalopost.co.id, LIMBOTO — Setelah pencopotan Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) MM Dunda Limboto, dr. Alaudin Lapananda oleh Bupati Gorontalo Sofyan Puhi, hangat dibicarakan tentang jabatan stretagis tersebut.
Ternyata menjadi direktur rumah sakit milik daerah, tak harus seorang dokter berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN), namun bisa juga dijabat oleh seorang tenaga kesehatan ataupun tenaga profesional yag memiliki kompotensi manajemen rumah sakit.
Ketua Ikatan Dokter Wilayah (IDI) Provinsi Gorontalo dr AR Mohammad, SpPD FINASIM mengatakan, kualifikasi kepala atau direktur rumah sakit diatur dalam beberapa regulasi diantaranya dalam undang-undang nomor 17 tahun 2023 tentang kesehatan dalam pasal 186 ayat (2) unsur pimpinan rumah sakit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dijabat oleh (a) tenaga medis, (b) tenaga kesehatan atau, (c) tenaga profesional, yang memiliki kompetensi manajemen rumah sakit.
Hambatan yang sering dijumpai pada rumah sakit umum daerah termasuk yang sudah berstatus badan layanan umum daerah ( BLUD ) adalah, sulitnya mendapatkan kepala atau direktur rumah sakit yang sesuai dengan kualifikasi direktur atau kepala rumah sakit yang telah dipersyaratkan.
Berstatus ASN yang kadangkala lebih terikat dengan kegiatan birokrasi pemerintahan daerah seperti kewajiban mengikuti rapat dan kegiatan kunjungan lapangan (desa) yang tidak berhuhubungan langsung dengan tupoksi direktur dan manajerial rumah sakit.
“Hambatan lain adanya direktur yang rangkap jabatan sebagai tenaga fungsional dokter sekaligus menjabat direktur rumah sakit, sehingga waktunya terbagi dan tidak fokus pada tupoksinya sebagai direktur rumah sakit,” ungkap dr Toni biasa ia disapa.
Lanjut dikatakannya, kondisi ini bisa terlihat dari beberapa rumah sakit milik pemerintah daerah, sangat jarang yang sesuai kualifikasi yang dipersyaratkan terutama yang memiliki kompetensi di bidang perumahsakitan seperti yang disyaratkan pada pasal 186 ayat (2) huruf C, sangat minimnya sumber daya manusia yang ada dari kalangan tenaga kesehatan terutama dari kalangan ASN, sesuai dengan kualifikasi yang dipersyaratkan sehingga hal ini berpengaruh langsung pada kinerja organisasi rumah sakit tersebut. “Maka dibutuhkan terobosan baru dengan menempatkan direktur rumah sakit dari kalangan profesional yang berstatus non ASN,” jelasnya.
Dijelaskannya, dalam Permendagri nomor 79 tahun 2018 tentang badan layanan umum daerah (BLUD), merupakan suatu sistem yang diterapkan oleh unit pelaksana teknis dinas/badan daerah termasuk rumah sakit, yang memberikan pelayanan masyarakat yang mempunyai flexibilitas dalam pengelolaan keuangan dan sumber daya manusia bagi instansi pemerintah daerah termasuk rumah sakit daerah.
Dalam pasal 3 (4) pejabat pengelolah dan pegawai BLUD berasal dari a. Pegawai negeri sipil dan atau/ b. Pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja. Dalam pasal 3 (5) BLUD dapat mengangkat pejabat pengelolah dan pegawai selain sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) dari profesional lainnya. Pada pasal 3 ayat (6) pengangkatan disesuaikan dengan kebutuhan, profesionalisme, dan kemampuan keuangan dan berdasarkan prinsip efisiensi, ekonomis, dan produktif dalam meningkatkan pelayananan.
Pasal 3 ayat (7) Pejabat pengelolah dan pegawai yang berasal dari profesional lainnya dapat dipekerjakan secara kontrak atau tetap. Dengan adanya Permendagri nomor 79 tahun 2018 tentang BLUD, memberi ruang kepada kepala daerah untuk bisa merekrut direktur rumah sakit dari kalangan profesional non ASN.
“Bagi rumah sakit daerah berstatus BLUD yang mengalami kesulitan memenuhi kualifikasi kepala atau direktur rumah sakit bisa terpenuhi tentunya dengan memperhatikan regulasi lain yang sedang berlaku serta dilakukan kontrak kinerja dalam periode tertentu sesuai kesepakatan dan diberi gaji serta insentif yang sesuai,” jelas dr Toni.
Ia menambahkan, saat ini sudah terdapat beberapa rumah sakit vertikal dan rumah sakit daerah seperti RSUD Mojokerto dan RSUD Ponorogo yang telah menempatkan direktur rumah sakit dari kalangan non ASN yang memiliki kompetensi di bidang perumahsakitan yang sesuai apa yang diamanatkan sesuai UU 17 tahun 2023 tentang kesehatan pasal 186 ayat (2) huruf dan Permendagri nomor 17 tahun 2018.
Diharapkan, dengan jabatan direktur rumah sakit yang memenuhi kualifikasi dan berasal dari tenaga profesional kesehatan non ASN bisa fokus dan konsentrasi mengelola organisasi rumah sakit.
“Sehingga roda organisasi rumah sakit akan berjalan sebagaimana yang diharapkan dan pada akhirnya dapat memberikan hasil kinerja organisasi rumah sakit yang optimal, serta efisien yang akan berdampak langsung terhadap kualitas pelayanan yang paripurna dan pada akhirnya secara langsung meningkatkan pendapatan rumah sakit sekaligus pendapatan asli daerah (PAD),” pungkasnya. (Wie)












Discussion about this post