Gorontalopost.co.id, GORONTALO — Penyakit gagal ginjal di Gorontalo sangat mengkhawatirkan. Pasalnya, penderita gagal ginjal yang dirawat di Rumah Sakit Aloei Saboe (RSAS) Kota Gorontalo terus mengalami peningkatan yang cukup signifikan.
Data yang dihimpun Gorontalo Post dari bidang pelayanan RSAS menyebutkan, sepanjang tahun 2024 kemarin sebanyak 83 penderita gagal ginjal yang dirawat dan menjalani cuci darah di rumah sakit rujukan terbesar di Gorontalo itu.
Pasien tersebut terdiri dari pasien baru, pasien pindah, dan tidak aktif. Bahkan, dari jumlah itu tiga diantaranya telah meninggal dunia. Sementara data terbaru sepanjang januari 2025 ini, sebanyak 29 pasien hemodalisa yang tengah menjalani cuci darah di RSAS, ada yang berstatus rawat inap maupun rawat jalan.
Direktur RSAS dikonfirmasi melalui Kepala Bidang Pelayanan Evariyanti Katili mengatakan, para pasien gagal ginjal itu adalah pasien berulang, mereka menjalani cuci darah hari Senin dan Kamis. “Ya, untuk pasien gagal ginjal kronis, untuk tindakan bagi satu pasien ada yang dua kali ada juga tiga kali dalam sepekan tergantung berat ringan racun di dalam darah,”kata Evariyanti.
Lebih lanjut diungkapkan Evariyanti, khusus untuk pasien terlama atau paling senior, ada yang sudah dirawat hingga 13 tahun melakukan cuci darah. Saat ini untuk RSAS sendiri telah menyediakan sebanyak 15 unit alat untuk cuci darah. Empat diantarannya untuk infeksius. Dan 11 unit alat dipakai untuk shift pagi dan sore. Para pasien gagal ginjal yang dirawat cuci darah di RSAS ditangani oleh dokter spesialis penyakit dalam.
“Untuk dokter Urologi sementara kami kredensial, cuma menunggu alatanya ada dulu baru kami buka. Untuk Poli Urologi dan dokternya sudah siap, tinggal alatnya yang kami tunggu untuk menunjang pelayanan di Poliklinik Urologi. Akan diupayakan tahun 2025 ini alat Extracorporeal shock wave lithotripsy (ESWL) sudah ada,”jelas Evariyanti.
Adapun fungsi ESWL adalah prosedur untuk mengatasi penyakit batu ginjal dengan menggunakan gelombang kejut. Dengan ESWL, batu ginjal dapat dibuang tanpa melalui prosedur bedah. “Yang pasti kami di RSAS sebagai rumah sakit rujukan terus memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat dengan segala potensi yang ada baik SDM maupun Alat Kesehatan (Alkes) yang tersedia,”tandas Eva sapaan akrab Kabid Pelayanan RSAS ini.
Sementara itu Mengutip data Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), jumlah pasien gagal ginjal secara nasional telah mencapai 1.501.016 kasus (data tahun 2023). Data statistik JKN mencatat bahwa pada 2021, penyakit gagal ginjal menjadi diagnosis sekunder tertinggi kedua.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI melaporkan sebanyak 12 provinsi di Indonesia menempati posisi tertinggi angka kasus penyakit ginjal kronis. “Angka kematian akibat ginjal kronis di Indonesia mencapai lebih dari 42 ribu lebih jiwa,” kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes RI Eva Susanti dalam jumpa pers Peringatan Hari Ginjal Sedunia lalu.
Kasus tertinggi di Indonesia ada di Kalimantan Utara, Maluku, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tenggara, NTB, Aceh, Jawa Barat, Maluku, DKI Jakarta, Bali, dan Yogyakarta. Berdasarkan kriteria usia, didominasi 65-74 tahun sebanyak 8,23 permil, usia 75 tahun ke atas 7,48 permil, 55–64 tahun 7,21 permil, dan 45–54 tahun 5,64 permil. Berdasarkan jenis kelamin lebih didominasi laki-laki di wilayah perkotaan.
Eva mengatakan faktor penyebab ginjal kronis yang bisa diubah melalui kebiasaan, diantaranya diabetes tipe 2, hipertensi, konsumsi pereda nyeri, narkoba, dan radang ginjal. Sedangkan yang tidak bisa diubah adalah riwayat keluarga, kelahiran prematur, trauma di daerah abdomen, serta jenis penyakit tertentu seperti lupus, AIDS, dan hepatitis C. (roy)










