Gorontalopost.id, PUNCAK BOTU – Komisi I Deprov Gorontalo belum menyimpulkan apakah investasi di sektor kehutanan dan perkebunan di Pohuwato oleh konsorsium yang terdiri dari tiga perusahaan yaitu PT. Banyan Tumbuh Lestari, PT. Inti Global Laksana, dan PT. Biomasa Jaya Abadi, bermasalah atau tidak.
Komisi yang membidangi hukum dan pemerintahan itu masih perlu melakukan investigasi mendalam untuk sampai pada kesimpulan akhir.
Hal itu diputuskan dalam rapat dengar pendapat (RDP) yang menghadirkan konsorsium tiga perusahaan itu bersama dinas kehutanan dan lingkungan hidup serta dinas PTSP Provinsi, kemarin (2/1).
“Kami beri waktu tiga hari ke depan kepada perusahaan dan dinas teknis untuk menyampaikan data-data terkait perizinan dan operasional perusahaan. Nanti pekan depan kami akan turun lapangan.
Untuk melakukan kroscek dan mengecek sesuai data-data yang kita kantongi,” ujar Ketua Komisi I AW Thalib sebelum menutup RDP tersebut.
Dalam rapat itu terungkap, sebelum persoalan ini mencuat di Komisi I, dinas teknis dari pemerintah provinsi sudah pernah melakukan pengecekan lapangan pada akhir 2023 lalu. Dan menemukan beberapa persoalan di lapangan.
“Hasil temuan lapangan ini yang menjadi dasar sinyalemen kami ada persoalan dalam investasi ini. Karena izin awal investasinya adalah tanaman sawit. Izin ini diterbitkan pada 2011 lalu,” ujar anggota Komisi I Adhan Dambea.
Tapi seiring waktu berjalan, ada perubahan izin dari tanaman sawit menjadi izin untuk tanaman gamal dan kaliandra. Tapi sebelum perubahan izin itu terbit, pihak perusahaan terinformasi sudah melakukan ekspor pelet kayu beberapa kali.
“Ini yang menjadi persoalan. Makanya saya setuju kita perlu kunjungan lapangan lalu masalah ini kita akan bawa ke Kementerian Kehutanan yang menerbitkan izin. Nanti akan kita cek langsung ke kementerian,” tambah Adhan.
Sementara itu, pihak perusahaan dalam rapat itu menepis anggapan bahwa perusahaan telah melakukan ekspor pelet kayu sebelum perubahan izin investasi dari tanaman sawit ke tanaman gamal dan kaliandra terbit.
Perusahaan memastikan eksport baru dilakukan setelah perubahan izin diterbitkan oleh Kementerian pada 2022.
Pihak perusahaan memastikan tidak akan melakukan kecerobohan untuk sebuah investasi dengan nilai mencapai Rp 3 triliun tersebut.
Dalam rapat itu juga terungkap bahwa terkait perubahan izin investasi sawit menjadi izin investasi gamal dan kaliandra, pihak perusahaan sudah melakukan land clearing seluas 1.000 hektar.
Dalam kunjungan lapangan nanti, Komisi I akan melakukan pengecekan apakah lokasi land clearing sesuai dengan lokasi perizinan yang diberikan. Termasuk pembangunan jaringan pendukung. (rmb)












Discussion about this post