Gorontalopost.id – Aksi unjuk rasa ratusan mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa dan Pemuda Gorontalo (Gempar) di Deprov, Senin (10/4) kemarin berujung ricuh. Unjuk rasa dilakukan menolak pengesahan UU cipta kerja (Ciptaker) oleh DPR RI.
Unjuk rasa itu berlangsung mulai pukul 15.00-18.00 wita. Aksi itu awalnya diterima oleh sejumlah Aleg. Namun para pengunjuk rasa belum mau ada respon dari anggota Deprov sebelum mereka menyampaikan aspirasi dan orasinya.
“Tadi tampak pak Erwinsyah Ismail, Adhan Dambea, Hamid Kuna, hingga pak Waka Sofyan Puhi mencoba berkomunikasi dengan mereka, namun mereka menolak.” jelas Sekretaris Dewan provinsi Gorontalo, Sudarman Samad.
“Sementara, disisi lain, sejumlah aleg yang berada dilokasi, juga memiliki agenda lain yang tidak dapat diwakili. Sehingga mau tidak mau, harus meninggalkan lokasi.” sambungnya.
Akibat merasa tidak dihargai atas aksinya tersebut, membuat massa aksi tersulut emosi, dan berupaya menduduki gedung DPRD. Akibatnya, aksi saling dorong antara mahasiswa dengan pihak kepolisian yang mengamankan kantor DPRD, tidak terelakkan.
Tidak selang beberapa lama dari aksi saling dorong tersebut, tampak salah seorang polisi telah bersimbah darah akibat terkena lemparan batu yang diduga berasal dari massa aksi. Tentu saja, hal ini menyulut emosi pihak keamanan.
Tidak terima Anggotanya menjadi korban, pihak keamananpun terprovokasi. Akibatnya, aksi saling serangpun tidak dapat terhindarkan. Beruntung aksi anarkis dari masing-masing pihak ini, dapat dilerai oleh sejumlah polisi senior lain, serta massa aksi dapat ditenangkan oleh koordinator lapangan.
Usai dipukul mundur pihak keamanan, serta 5 anggotanya yang sempat ditahan pihak kepolisian dilepaskan, massa aksi meninggalkan gedung DPRD dengan tertib, dengan meninggalkan sisa-sisa pembakaran ban dan bongkahan batu, di halaman kantor DPRD Provinsi Gorontalo. (rmb)












Discussion about this post