Gorontalopost.id — Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Gorontalo mengingatkan pada pemerintah daerah, dalam mengambil kebijakan harus ditelaah dengan baik. Hal ini diungkapkan oleh Ketua Komisi l Syarifudin Bano dalam rapat koordinasi dengan pemerintah daerah, terkait dengan surat Ombudsman RI tentang SOTK, senin (6/3).
Syarifudin mengatakan, sesuai dengan surat Ombudsman kepada pemerintah yang meminta 176 aparat desa yang diberhentikan oleh Pemerintah daerah untuk dikembalikan, namun sampai dengan saat ini itu belum dilaksanakan, bahkan saat ini ada kekosongan pada aparat desa dan belum juga diisi oleh Kepala Desa.
“Itu sesuai informasi yang kami dapatkan, sehingga itu yang kami mintai klarifikasi, karena mau tak mau itu harus ditindaklanjuti,” ungkap Syarifudin.
Syarifudin juga mengingatkan pemerintah agar kebijaka-kebijakan yag diambil harus ditelaah dengan baik dan dibaca semaksimal mungkin, jangan sampai kebijakan yang diambil justru melahirkan persoalan baru. Contoh kejadian yang ada di Kecamatan Batudaa cs tiba-tiba keluar SK pemberhentian dan setelah dilakukan kroscek ternyata tak sesuai dengan mekanisme dan itu membuat tamparan bagi pemerintah daerah.
“Karena ketika akan dilakukan gugatan pemerintah yang akan jadi malu lagi dan pastinya kita yang terbawa-bawa, sehingga sejak awal sudah kembali kami ingatkan untuk berhati-hati pada instansi tehnis, terutama dalam memberikan rekomendasi atau pengantar pada Bupati, karena pastinya bukan hanya itu yang mereka pikirkan dan tugas dari dinas tehnis lah yang lebih diharapkan berperan dan lebih jeli membedah sebelum diteruskan ke Bupati,” tegas Syarifudin.
Sementara itu asisten pemerintah Doni Lahati dalam penjelasannya mengatakan, terkait ada sejumlah aparat desa yang berhenti, ada beberapa hal yang menjadi rekomendasi dari ombudsman. Diakui Doni memang perlu ada kehati-hatian dalam menindaklanjuti dari ombudsman.
“Ada dua hal yang perlu diperhatikan, pertama masalah penganggaran yang menjadi perhatian, karena secara regulasi tidak mungkin aparat desa pesangon dibebankan APBD, kedua soal regulasi sehingga harus ditindaklanjuti sampai ketingkat bawah,” tandasnya.
Sementara itu seperti diketahui sebelumnya, Ketua Ombudsman Republik Indonesia, Mokhammad Najih, mengirimkan surat terbatas kepada Bupati Gorontalo, Nelson Pomalingo, perihal permintaan penyelesaian permasalahan pemberhentian perangkat desa di Kabupaten Gorontalo.
Dalam surat nomor: T/59/RM.02.05/0010.2022/I/2023 yang dikeluarkan per tanggal 6 Januari 2023 itu menyebutkan, bahwa berdasarkan surat nomor: T/2557/RM.02.03/001475.2022/XI/2022 Ombudsman melalui Keasistenan Utama Resolusi dan Monitoring telah menyelenggarakan pertemuan konsiliasi/mediasi tanggal 16 November 2022.
Berdasarkan data yang diterima Ombudsman, diketahui bahwa perangkat desa yang diberhentikan sebanyak 176 orang yang terbagi atas 10 orang diberhentikan berdasarkan hasil evaluasi kinerja, 104 orang diberhentikan dalam rangka penyesuaian SOTK, dan 62 orang diberhentikan berdasarkan keduanya.
176 perangkat desa ini terdiri dari 3 orang Sekretaris Desa, 39 orang Kepala Urusan, 44 orang Kepala Seksi, dan 89 orang Kepala Dusun, serta 1 orang tanpa keterangan (N/A). Berdasarkan data dan hasil telaah, Ombudsman menemukan permasalahan dalam pemberhentian perangkat desa dalam rangka penyesuaian SOTK, antara lain; mengacu pada ketentuan mengenai SOTK perangkat desa sesuai Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 84 Tahun 2015 maupun Peraturan Bupati Gorontalo Nomor 20 Tahun 2021, perbedaan SOTK hanya berlaku pada urusan dan seksi.
Dengan demikian, perangkat desa yang terkena penyesuaian SOTK seharusnya terbatas pada Kepala Urusan dan Kepala Seksi. Namun berdasarkan data pemberhentian perangkat desa diterima yang merujuk pada penyesuaian SOTK dilakukan pula terhadap Kepala Dusun dan Sekretaris Desa. (Wie)












Discussion about this post