Gorontalopost.id – Seandainya Pemprov bisa konsisten dengan opsi pengembangan Rumah Sakit Provinsi Hasri Ainun Habibie yang sudah disetujui Deprov, mungkin persoalan yang akan dihadapi tidak akan sekompleks sekarang. Kalaupun ada beban, mungkin hanya satu. Yaitu beban anggaran. Tapi, obsesi Pemprov menjadikan Rumah Sakit Ainun menjadi tipe B bisa cepat terealisasi.
Ada dua opsi yang sudah dirintis, dikaji dalam waktu yang tidak sebentar oleh Pemprov untuk mengembangkan rumah sakit Ainun. Opsi pertama yaitu kerjasama pemerintah daerah dengan badan usaha (KPDBU). Rencana ini sudah disetujui Deprov. Bahkan mendapatkan asistensi langsung dari kementerian terkait.
Dengan opsi ini, pendanaan terhadap pengembangan rumah sakit sepenuhnya akan dibiayai oleh pihak swasta. Investasi yang akan digelontorkan sekitar Rp 1 triliun lebih.
Konsekuensinya, Pemprov akan membayar angsuran yang diistilahkan dengan pembayaran dana ketersediaan layanan setiap tahun dalam APBD dalam jangka waktu tertentu. Tapi opsi ini dihentikan di saat-saat tahapan terakhir, kendati sudah ada persetujuan resmi Deprov atas KPDBU RS Provinsi.
Rupanya Pemprov sudah punya opsi baru lagi. Yaitu menggunakan pinjaman dana PEN. Dua opsi ini memang berkonsekuensi pada pembebanan angsuran pinjaman dalam APBD. Tapi Pemprov menilai opsi PEN lebih ekonomis dari KPDBU.
Pembiayaan dana PEN juga diyakini akan mempercepat peningkatan fasilitas di RS Ainun karena dana yang digelontorkan sangat besar. Tapi pinjaman dana PEN untuk RS Provinsi sekitar Rp 150 miliar dibatalkan. Karena alasan mepetnya waktu pekerjaan.
Akhirnya, Pemprov menempuh opsi ketiga. Yaitu kerjasama operasi (KSO). Tapi opsi ini tidak akan mempercepat pengembangan rumah sakit Ainun utamanya peningkatan status jadi tipe B. Karena kerjasama yang dirintis akan dilakukan bertahap pada beberapa layanan.
Dengan begitu, seluruh kegiatan pengembangan dan persoalan yang dihadapi rumah sakit provinsi, satu-satu harus ikut diurusi Pemprov dan Deprov.
Saat tim reses Deprov dapil III Kabupaten Gorontalo mengunjungi rumah sakit provinsi Hasri Ainun Habibie di hari pertama reses kemarin (31/10), mengemuka beberapa persoalan yang harus secepatnya ditangani Pemprov.
Wakil ketua Deprov Sofyan Puhi mengatakan, dalam pertemuan tim reses dengan jajaran direksi rumah sakit, keterbatasan ruang inap menjadi hambatan dalam meningkatkan layanan rumah sakit. Pemprov bersama Direksi berpikir untuk memanfaatkan gedung eks mall Limboto yang berada di lokasi Rumah Sakit.
“Tapi penggunaan gedung ini masih harus melalui kajian teknis Dinas PU soal kelayakan dan ketahanan gedung. Sudah pernah ada kajian teknis tapi sudah lama pada 2003. Sehingga perlu ada kajian baru,” jelasnya.
Namun menurut Sofyan, bila kajian teknis Dinas PU membolehkan, gedung eks mall tidak bisa dimanfaatkan untuk ruang rawat inap. Karena struktur dan desain bangunan tidak mendukung. “Ini hanya bisa jadi kantor dan poli. Jadi gedung di rumah sakit semuanya akan digunakan jadi ruang inap,” ungkapnya.
Persoalan lain yang juga dihadapi rumah sakit yaitu beban tinggi untuk membayar tagihan listrik. Sofyan mengemukakan, setiap bulan rumah sakit harus membayar tagihan listrik sekitar Rp 130 juta.
Oleh karena itu, Deprov bersama Pemprov akan berupaya mengatasi persoalan ini dengan mengusulkan bantuan listrik tenaga surya atau solar sell ke Kementerian ESDM. “Kalau pakai bio sell biaya listriknya bisa ditekan sampai 50 persen,” jelasnya.
Lebih jauh Sofyan mengemukakan, aspek lain yang juga harus ditangani soal SDM. Masih diperlukan penambahan tenaga medis utamanya dokter di rumah sakit provinsi. “Tapi ini bisa ditangani dengan pola kerjasama,” pungkasnya. (rmb)












Discussion about this post