Gorontalopost.id – Penggunaan toa masjid kini tak leluasa lagi. Toa merupakan salah satu merek penggeras suara yang populer, paling banyak digunakan sebagai pengeras suara luar di masjid-masjid.
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengaturnya, lewat surat edaran nomor 05 tahun 2022 tentang pedoman penggunaan pengeras suara di masjid dan musala. Aturan ini membatasi penggunaan pengeras suara luar di masjid atau masala. Padahal, di kampung-kampung, toa masjid tak sekadar digunakan untuk syiar, terutama azan dan pembacaan ayat suci alquran, namun biasanya menjadi media menyampaikan pengumuman penting ke masyarakat.
Penggunaan toa atau pengeras suara luar hanya boleh untuk azan, takbir, atau pembacaan alquran 5-10 menit sebelum azan. Penyampaian khutbah jumat, kini tak boleh lagi lewat pengeras suara luar, tapi cukup menggunakan pengeras suara dalam. Selengkapnya ada dalam surat edaran tersebut.
Menag Yaqut, menyebut, pedoman penggunaan pengeras suara di masjid dan musala itu dibuat demi menjaga keharmonisan masyarakat. “Pedoman diterbitkan sebagai upaya meningkatkan ketenteraman, ketertiban, dan keharmonisan antarwarga masyarakat,” ujar mantan Ketua GP Ansor itu melalui keterangan persnya, Senin (21/2).
Menag Yaqut begitu memahami bahwa pengeras suara di masjid atau musala merupakan kebutuhan dalam menyiarkan Islam. Namun, masyarakat Indonesia beragam, baik agama, keyakinan, hingga latar belakang.
Karena itu, surat edaran tersebut dibuat demi menjaga harmoni sosial. Adapun surat edaran yang terbit 18 Februari 2022 itu ditujukan bagi Kepala Kanwil Kemenag Provinsi, Kepala Kantor Kemenag kabupaten atau kota, dan Kepala Kantor Urusan Agama (KUA).
Surat itu juga ditujukan bagi Ketua Majelis Ulama Indonesia, Ketua Dewan Masjid Indonesia, pimpinan organisasi kemasyarakatan Islam, serta takmir atau pengurus masjid dan musala di seluruh Indonesia. Sebagai tembusan, edaran ini juga ditujukan kepada seluruh gubernur dan bupati/wali kota di seluruh Indonesia.
“Surat edaran ini dibuat agar menjadi pedoman bagi pengelola (takmir) masjid dan musala dan pihak terkait lainnya,” jelas Menag Yaqut.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengapresiasi aturan tersebut.
“Saya mengapresiasi atas terbitnya SE itu sebagai bagian dari upaya mewujudkan kemaslahatan dalam penyelenggaraan aktivitas ibadah,” kata Ketua MUI bidang Fatwa, Asrorun Niam Sholeh, dalam keterangannya, Senin (21/2).
Dia mengatakan SE tersebut juga sejalan dengan ijtima ulama yang digelar Komisi Fatwa. “SE ini sejalan dengan Hasil Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia yang dilaksanakan pada Tahun 2021 yang lalu.
Substansinya juga sudah dikomunikasikan dengan Majelis Ulama Indonesia serta didiskusikan dengan para tokoh agama,” ucapnya. Asrorun mengatakan, dalam pelaksanaan ibadah, ada jenis ibadah yang memiliki dimensi syiar, sehingga membutuhkan media untuk penyiaran, termasuk azan.
Namun, lanjutnya, dalam pelaksanaannya perlu diatur agar berdampak baik bagi masyarakat. Jadi jemaah dapat mendengar syiar tapi tidak menimbulkan kerugian bagi orang lain (mafsadah).
“Karenanya, perlu aturan yang disepakati sebagai pedoman bersama, khususnya terkait penggunaan pengeras suara di tempat ibadah untuk mewujudkan kemaslahatan dan menjamin ketertiban serta mencegah mafsadah yang ditimbulkan,” ungkapnya.
Asrorun mengatakan aturan ini harus didudukkan dalam kerangka aturan umum. Namun, dalam implementasinya, aturan ini harus memperhatikan kearifan lokal, tidak bisa digeneralisasi.
“Kalau di suatu daerah, terbiasa dengan tata cara yang sudah disepakati bersama, dan itu diterima secara umum, maka itu bisa dijadikan pijakan. Jadi penerapannya tidak kaku,” katanya.
Jauh sebelum Menag Yuqut menetapka edaran mengatur toa masjid, aturan serupa sudah diterapkan di Arab Saudi. Kementerian Urusan Islam Arab Saudi menyatakan pengeras suara masjid hanya diizinkan digunakan untuk azan dan ikamah saja.
Seperti dilansir Gulf News, aturan tersebut tertuang dalam surat edaran yang dikeluarkan oleh Abdul Latif Al Sheikh, Menteri Urusan Islam Saudi, ke semua masjid di seluruh Kerajaan Saudi.
Surat edaran ini dimaksudkan untuk membatasi penggunaan pengeras suara hanya untuk azan dan ikamah. Masjid juga diimbau untuk menurunkan volume pengeras suara ke tingkat sepertiga.
Menteri Abdul Latif Al Sheikh memperingatkan bahwa sanksi akan dijatuhkan terhadap siapa pun yang melanggar surat edaran kementerian tersebut.
Azan adalah azan pertama. Sedangkan ikamah adalah azan kedua yang menunjukkan imam telah mengambil tempatnya menghadap ke arah Kabah dan salat akan segera dimulai.
Berikut Ini Isi SE MENAG 05/2022
Pemasangan dan Penggunaan Pengeras Suara
a. Pemasangan pengeras suara dipisahkan antara pengeras suara yang difungsikan ke luar dengan pengeras suara yang difungsikan ke dalam masjid/musala.
b. Untuk mendapatkan hasil suara yang optimal, hendaknya dilakukan pengaturan akustik yang baik.
c. Volume pengeras suara diatur sesuai dengan kebutuhan, dan paling besar 100 dB (seratus desibel).
d. Dalam hal penggunaan pengeras suara dengan pemutaran rekaman, hendaknya memperhatikan kualitas rekaman, waktu, dan bacaan akhir ayat, selawat/tarhim.
Tata Cara Penggunaan Pengeras Suara
a. Waktu Salat:
1) Subuh:
a) Sebelum azan pada waktunya, pembacaan Al-Quran atau selawat/tarhim dapat menggunakan pengeras suara luar dalam jangka waktu paling lama 10 menit.
b) Pelaksanaan salat Subuh, zikir, doa, dan kuliah Subuh menggunakan pengeras suara dalam.
2) Zuhur, Asar, Magrib, dan Isya.
a) Sebelum azan pada waktunya, pembacaan Al-Quran atau selawat/tarhim dapat menggunakan pengeras suara luar dalam jangka waktu paling lama 5 menit.
b) Sesudah azan dikumandangkan, yang digunakan pengeras suara dalam.
3) Jumat:
a) Sebelum azan pada waktunya, pembacaan Al-Quran atau selawat/tarhim dapat menggunakan pengeras suara luar dalam jangka waktu paling lama 10 menit.
b) Penyampaian pengumuman mengenai petugas Jumat, hasil infak sedekah, pelaksanaan Khotbah Jumat, salat, zikir, dan doa, menggunakan pengeras suara dalam. b. Pengumandangan azan menggunakan pengeras suara luar.
c. Kegiatan Syiar Ramadan, gema takbir Idul Fitri, Idul Adha, dan Upacara Hari Besar Islam:
1) Penggunaan pengeras suara di bulan Ramadan baik dalam pelaksanaan Salat Tarawih, ceramah/kajian Ramadan, dan tadarrus Al-Quran menggunakan Ppngeras suara dalam.
2) Takbir pada 1 Syawal/10 Zulhijjah di masjid/musala dapat dilakukan dengan menggunakan pengeras suara luar sampai dengan pukul 22.00 waktu setempat dan dapat dilanjutkan dengan pengeras suara dalam.
3) Pelaksanaan Salat Idulfitri dan Iduladha dapat dilakukan dengan menggunakan pengeras suara luar. (jpnn/net)












Discussion about this post