Gorontalopost.co.id, GORONTALO — Dua putra Gorontalo resmi diusulkan mendaptkan gelar pahlawan nasional oleh Kementerian Sosial (Kemensos). Yaitu Prof. Dr. Aloei Saboe dan HB Jassin.
Kedunya masuk dalam 40 nama tokoh yang diusulkan mendapatkan gelar Pahlawan Nasional kepada Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan (GTK) yang dipimpin Menteri Kebudayaan Fadli Zon.
Adapun, 40 nama tersebut telah melalui proses panjang dan dinyatakan memenuhi seluruh persyaratan administratif maupun substansial. “Karena memang sebelumnya harus diproses lewat kabupaten atau kota bersama masyarakat setempat, ahli sejarah, dan juga tentu ada bukti-bukti yang menyertai dari proses itu,” kata Menteri Sosial (Mensos) Saifullah Yusuf di kantor Kemensos, Jakarta, Kamis (24/10).
Ia menjelaskan, setelah tahap proses pada tingkat kabupaten dan provinsi, berkas usulan dibawa ke Kemensos untuk diverifikasi kembali sebelum akhirnya diserahkan ke Dewan Gelar.
“Kemudian dibawa ke tingkat provinsi, di tingkat provinsi dibawa ke Kementerian Sosial. Setelah lewat Kementerian Sosial diproses lagi baru naik ke Dewan Gelar,” ujarnya.
Pria yang akrab disapa Gus Ipul itu menambahkan, nama-nama yang diusulkan sebagian besar sudah lama diajukan dan diperjuangkan oleh daerah masing-masing. Beberapa di antaranya adalah Presiden ke-2 RI Soeharto, Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur), dan aktivis buruh Marsinah.
“Beberapa nama di antaranya kemarin sudah saya sampaikan ada Presiden Abdurrahman Wahid, ada Presiden Soeharto, juga ada pejuang buruh Marsinah, dan ada beberapa tokoh-tokoh juga dari berbagai provinsi yang ada di Indonesia,” tuturnya.
Dokter A. Saboe dan Doktor H.B. Jassin
Dalam spektrum sosial yang ditulis Basri Amin, dan diterbitkan di Gorontalo Post pada edisi Senin 31 Oktober 2022, disebutkan kedua nama besar ini adalah pahlawan nasional yang diusulkan dari Gorontalo. Ketika itu, masyarakat menunggu keputusan Presiden Jokowi.
“Keduanya adalah tokoh istimewa dalam sejarah kebangsaan kita. Pengabdiannya untuk Republik sudah tercatat abadi. Tak ada yang meragukannya!,”tulis Basri Amin. Hanya saja, sampai Jokowi purna tugas sebagai Presiden, Aloe Saboe dan H.B Jassin belum ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional.
Basri menulis, Dokter Saboe dan Jassin adalah tokoh Gorontalo yang besar di medan juangnya masing-masing. Keduanya, kendati hanya bertemu-fisik beberapa kali pada tahun 1939 (di Semarang dan di Gorontalo), tapi keduanya terbukti konsisten mengabdi sepanjang hidupnya. Keduanya adalah Pahlawan yang Mencerdasakan Bangsa!
“Marilah kita segarkan sejenak kedua figur fenomenal ini. Tanggal 31 Januari 1940. Itulah tanggal di mana H.B. Jassin kembali menginjakkan kakinya di Batavia, setelah sekian bulan bekerja di kantor Asisten Residen Gorontalo (atas kehendak ayahnya, Bague Mantu Jassin).
Pada pertengahan tahun 1939, setelah menamatkan pendidikan HBS-nya di Medan, H.B. Jassin diminta ayahnya untuk pulang ke Gorontalo. Dalam perjalanan (pulang) itulah Jassin singgah di Batavia, Bandung, Semarang, Surabaya, hingga sampai di Gorontalo.
Di Semarang, H.B. Jassin singgah dan menginap sejenak di rumah Dokter Saboe, dan terterima dengan sangat “ramah”. Di Semarang, H.B. Jassin menulis singkat tentang kota ini,”tulis Basri Amin.
Pada 11 Oktober 1939, Dokter Saboe mulai bekerja di Gorontalo dan langsung membuat sejumlah pertemuan tentang “Penyakit Kusta”. Pada pertemuan 11 Oktober 1939 di HIS Muhammadiyah tersebut, H.B. Jassin hadir dan menyimak dengan tuntas. Uniknya, hasil pertemuan itu dilaporkan dan diulas panjang lebar oleh H.B. Jassin di majalah (edisi Oktober 1939). Luar biasa, bukan?
Dalam tulisan itu disebutkan, Gorontalo patut berbangga dan semua pihak sudah bergerak menggalang dukungan seluas-luasnya agar beliau berdua “dipilih” Presiden R.I sebagai Pahlawan Nasional tahun 2022. Publik sudah tahu bahwa sejak tahun lalu, Dokter Saboe sudah diajukan oleh provinsi dan masyarakat Gorontalo kepada pemerintah. Beliau memenuhi semua syarat lengkap.
Karakter perjuangan Dokter Saboe sangat unik: melintasi Sulawesi dan Jawa, nasionalis yang berjuang dengan otak dan bertaruh dengan pengorbanan fisik/materi, menjadi Guru dan pembela hak-hak kesehatan dan kesejahteraan masyarakat (buruh). Pioner di bidang penyakit Kusta dan pembaharu di bidang pendidikan kesehatan di Jawa Barat. Beliau adalah pemikir dan penulis produktif.
Anda bisa bayangkan, salah satu karya Dokter Saboe yang terkenal adalah bukunya Pendekatan Ilmiah Tentang Eksistensi Tuhan dan Makhluk Ciptaan-Nya. Diterbitkan di Bandung, Pustaka Salman ITB, tahun 1983, 76 halaman. Selanjutnya di–review oleh koran terpandang, Kompas, pada 15 Mei 1983.
Bagaimana dengan H.B. Jassin, mengapa beliau pun sangat layak menjadi Pahlawan Nasional? Jawaban untuk hal ini terlalu luas. Hampir semua orang yang pernah sekolah sejak 1950an mengenal baik “pengaruh Jassin” dalam riwayat pendidikannya.
Anda tak mungkin mengenali Bahasa Indonesia, Sastra Melayu, penulis-penulis dari daerah, penulis perempuan, timbangan roman, puisi dan cerpen, buku-buku, jika tak membaca ulasan-ulasan dan buku-buku H.B. Jassin. Beliau tak perlu diperkenalkan lagi!.
Seluas negeri ini telah “mengendapkan” pengaruhnya sejak 1940an dalam imajinasi, pengalaman, dan otak manusia Indonesia. Terlalu banyak respek dan kekaguman kepadanya. Tapi, tak sedikit pula jejak kontroversi dan polemik dengan ketokohan dan pencapaian seorang Jassin. Karakter lain yang menyamakan Dokter Saboe dan Jassin adalah ternyata keduanya menyukai korespondensi dan dokumentasi. K
endati Pak Jassin jauh lebih berpengaruh dan melambung tinggi di bidang ini -–dan tentu saja wajar karena memang bidang utama beliau— tetapi Dokter Saboe menjalani korespondensinya dengan “memperkaya” sejarah perjuangan bangsa (di) daerah, sebut saja tentang Gerakan tentang Merah Putih Patriotik di Gorontalo, perjuangan Kemerdekaan, dan peran Rumah Sakit Toto (Kabila) di masa pergolakan Permesta (1957-1958). Itu sekadar contoh yang terang. Surat-surat Dokter Saboe menembus meja Presiden, Menteri dan markas ABRI/TNI, serta sejumlah tokoh nasional, dan media.
“Jika demikian, tradisi menyerap aspirasi dari tokoh-tokoh besar (Indonesia) di/dari Gorontalo harus bisa dirumuskan resolusinya. Ini bukan soal mereka yang “sudah mati” tapi justru soalnya adalah tentang “kita” yang hidup di masa kini. Kepada para beliaulah wajah negeri ini dan cita-citanya bisa kita temukan. Dan kepada diri kitalah, pertanyaan dan gugatan mereka terarah: siapa kita? Dengan apa kita merasa pantas “menjadi” Indonesia di pentas dunia,”tulis Basri Amin.
Kini masyarakat Gorontalo menanti keputusan Presiden Prabowo Subianto, setelah Kementerian Sosial memasukkan Prof. A Saboe dan HB Jassin ke dalam 40 tokoh yang diusulkan mendapat gelar Pahlawan Nasional tahun ini. (tro/jp)











Discussion about this post