Gorontalopost.co.id, GORONTALO — Generasi Z dipandang bukan sekadar bonus demografi, melainkan pilar utama pembangunan ekonomi dan teknologi masa depan. Namun di balik potensi besar itu, tersimpan tantangan serius, yakni meningkatnya pengangguran terdidik dan minimnya peluang kerja bagi lulusan perguruan tinggi.
Hal tersebut mencuat dalam Talk Show bertajuk “Masa Depan Ekonomi Kolaboratif: Menyiapkan Gen Z sebagai Penggerak Ekosistem”, yang digelar Jumat (1/8/2025) di Ballroom Hotel Damhil Universitas Negeri Gorontalo (UNG). Kegiatan kolaborasi antara KOMETA dan LLDIKTI Wilayah XVI, itupun diikuti oleh ratusan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Provinsi Gorontalo.
Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan UNG, Prof. Dr. Muhammad Amir Arham, M.E., yang hadir mewakili Rektor UNG, menyampaikan bahwa Gen Z harus disiapkan secara serius karena dalam 10 hingga 20 tahun mendatang, mereka akan menggantikan peran generasi saat ini dalam memimpin dan membangun bangsa.
“Gen Z akan menggenggam masa depan. Mereka bukan lagi pelengkap, tapi pemegang kendali ekosistem pembangunan, khususnya di bidang ekonomi dan teknologi. Karena itu, mereka harus dipersiapkan sejak sekarang,” tegas Prof. Amir.
Namun ia juga mengungkapkan kegelisahan terhadap kondisi ketenagakerjaan di Gorontalo. Meski angka pengangguran terbuka tidak tinggi, tetapi data menunjukkan adanya fenomena setengah pengangguran, yaitu mereka yang bekerja namun tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar.
“Di daerah kita, pengangguran terbuka memang relatif rendah, hanya sekitar 3 hingga 5 persen. Tapi tersembunyi di balik itu adalah fakta bahwa banyak yang bekerja secara informal, dengan pendapatan yang tidak layak. Ini yang disebut setengah pengangguran,” jelasnya.
Yang lebih mengkhawatirkan, kata Prof. Amir, adalah tren meningkatnya pengangguran terdidik. Lulusan SLTA, terutama dari sekolah vokasi, mendominasi jumlah pencari kerja. Namun ironisnya, pengangguran di kalangan diploma dan sarjana pun terus naik dari tahun ke tahun karena minimnya peluang kerja. “Kesempatan kerja makin sempit, sementara lulusan terus bertambah. Ada semacam pemisahan antara dunia pendidikan dan dunia kerja. Ini harus kita jawab bersama,” ujarnya.
Dalam konteks itu, Prof. Amir mengajak mahasiswa untuk tidak lagi memandang sektor pertanian sebagai sektor kuno. Ia menyebut bahwa melonjaknya harga pangan adalah sinyal bahwa pertanian menyimpan potensi besar di era modern. “Semaju apa pun teknologi, kalau kita abai terhadap pertanian, lalu kita mau makan apa? Sektor ini justru peluang masa depan yang harus dibaca ulang oleh Gen Z,” pungkasnya.
Ia menyambut baik langkah KOMETA dalam membangun ekosistem pendampingan mahasiswa, termasuk pembinaan soft skill dan penguatan koneksi dengan dunia industri. Menurutnya, inisiatif ini menjadi bridge yang sangat dibutuhkan untuk menjembatani kesenjangan antara kampus dan dunia kerja.
“Mudah-mudahan kehadiran Kometa bisa membuka cakrawala baru dan memperluas akses mahasiswa kita untuk memperoleh pekerjaan yang layak dan berkelanjutan,” tutup Prof. Amir. (Tr-76)












Discussion about this post