Gorontalopost.co.id, GORONTALO — Tindakan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Gorontalo yang telah menetapkan bahkan menahan tiga orang yang diduga terlibat dalam kasus dugaan korupsi proyek Kanal Tanggidaa Gorontalo pada Kamis (05/12/2024) mendapat tanggapan dari kalangan akademisi hingga praktisi hukum Gorontalo.
Ketiga tersangka yang ditahan itu yakni RSL alias Romen (55) Kepala Bidang Sumber Daya Air Dinas PUPR Provinsi Gorontalo, yang berperan sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
Selain Romen, dua tersangka lainnya adalah KWT (45) alias Kris selaku Direktur PT. Multi Global Konstrindo, dan RN alias Rokhmat selaku Direktur CV. Canal Utama Engineering.
Praktisi hukum muda, Agung Datau SH kepada Gorontalo Post Rabu (11/12/2024) mengatakan, korupsi di Gorontalo memang sudah masuk stadium kritis. Terhitung, di tahun 2024 ini saja hampir ada puluhan kasus korupsi baik yang sudah dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Gorontalo ataupun yang masih dalam penangan Pihak Kepolisian maupun Kejaksaan.

Sederet kasus korupsi yang mewarnai jagat pemberitaan di Bumi Serambi Madinah ini, yang paling sensasional adalah kasus korupsi Kanal Tanggidaa yang bernilai Rp. 33 miliyar.
Kasus yang telah menjadi sorotan sejak awal tahun 2024 ini, baik dari segi pengerjaan yang terbengkalai, ketidaktepatan waktu yang sudah ditargetkan, sampai pada titik penetapan tiga orang tersangka diantaranya dua dari kontraktor dan satunya lagi Kepala Bidang di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota Gorontalo.
“Saya kira sudah tepat pihak Kejati Gorontalo mengambil Tindakan hukum kepada ketiga tersangka. Karena memang fakta di lapangan pekerjaan proyek Kanal Tanggidaa tersebut sudah menunjukan ketidakberesan,”ujar Agung.
Terlebih dikatakan Agung, sebagaimana pasal yang disangkakan kejaksaan terhadap ketiga tersangka sangat jelas ada unsur dugaan korupsi yang dalam hal ini pasal yang menjerar para tersangka yakni Pasal 2 ayat 1 Juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. Ketiganya pula terancam pidana penjara selama 20 tahun karena telah menyebabkan total kerugian negara mencapai Rp. 4.5 Miliar.
“Tentunya, dengan penetapan tiga tersangka atas kasus korupsi Kanal Tanggidaa, selain memberikan apresiasi kepada pihak-pihak yang berkontribusi dalam mengungkap fakta,”pungkas Agung.
Senada pula dikatakan salah seorang pengacara kondang Gorontalo Deni Ishak SH, bahwa penetapan sekaligus penahanan tiga tersangka kasus kanal tanggidaa memang murni penegakan hukum.
“Menurut pandangan saya secara hukum bahwa institusi kejaksaan menetapkan tersangka kepada seseorang apalagi sampai melakukan penahanan, berarti itu memang sudah sesuai dengan prosedur yang berlaku, sudah ada unsur-unsur pidananya yang didukung oleh dua alat bukti yang cukup,”kata Deni.
Sementara itu Dekan Fakultas Hukum Universitas Negeri Gorontalo Weny A Dungga SH MH juga ikut memberikan pandangan hukum perihal tindakan Kejati Gorontalo yang sudah menahan tiga tersangka dugaan korupsi kanal Tanggidaa.

“Kalau pandangan hukum dari saya sebagai akademisi, saya yakin institusi Adhyaksa itu murni dalam penegakan hukum tidak dicampuri oleh tendensi atau kepentingan politik mupun yang lain-lain,”kata Weny.
Apalagi diungkapkan Weny, Presiden Prabowo sudah menyatakan langsung kepada Jaksa Agung RI agar benar-benar tegakan hukum dengan tidak memandang siapa dia.
Sehingga Weny meyakini dan percaya sampai saat ini kejaksaan khususnya Kejati Gorontalo masih berpegang teguh pada sumpah dan janji mereka dalam penegakan supremasi hukum. Kejati kata Weny tetap dalam koridor dalam penegakan hukum. Tidak melihat siapa dan karena ada unsur apa.
“Saya kira kejaksaan sudah professional dalam bertidak, buktinya meski berjalannya proses hukum, bukan berarti menghambat proses pekerjaan proyek, Tetap dilanjutkan proyeknya, tidak serta-merta ada indikasi korupsi, kemudian berdampak terhentinya proyek tersebut. Kami sebagai akademisi tidak akan masuk ke ranah itu, karena sudah kewenangan kejaksaan,”tutup Weny.
Diberitakan sebelumnnya, bahwa para tersangka diduga memanipulasi laporan progres pengerjaan proyek dengan menyajikan data yang tidak sesuai kondisi lapangan. Manipulasi tersebut mencakup pengurangan volume pekerjaan dan pengaliran dana proyek ke pihak-pihak yang tidak berhak.
Tindakan ini mengakibatkan kerugian negara yang signifikan karena jaminan pelaksanaan proyek tidak dapat dicairkan. Berdasarkan pemeriksaan tim penyidik bersama BPK dan Dinas PUPR, ditemukan selisih pekerjaan senilai Rp 4,5 Miliar yang disinyalir merupakan manipulasi data. (roy)










