Gorontalopost.co.id, GORONTALO — Pelaksanaan seleksi terbuka Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Gorontalo, makin berpolemik. Usai DPRD Kabupaten Gorontalo menerbitkan rekomendasi penundaan seleksi, kini persoalan itu mulai ditangani Komisi I Deprov Gorontalo. Menyikapi aduan berkaitan polemik tersebut.
Kemarin (5/12), Komisi I menggelar rapat dengar pendapat membahas masalah itu. Rapat itu menghadirkan Kepala BKD Provinsi Sukri Suratinoyo, Inspektur Provinsi Misranda Nalole. Keduanya masuk dalam panitia seleksi (Pansel) Sekda Kabupaten Gorontalo.
Ada juga Yusran Lapananda selaku stakholder terkait yang sudah mengajukan gugatan ke PTUN terkait pelaksanaan seleksi Sekda Kabupaten Gorontalo serta kelompok masyarakat yang mengadukan persoalan ini.
Pada rapat itu, Anggota Komisi I Umar Karim memaparkan, cukup beralasan jika pelaksanaan Seleksi Sekda Kabupaten Gorontalo memunculkan polemik di tengah masyarakat khususnya di Kabupaten Gorontalo. Karena ada yang berpendapat bahwa Seleksi Sekda sebaiknya dilaksanakan setelah Bupati terpilih dilantik.
“Tapi ada kesan seleksi ini terus dipaksakan agar bisa dilantik oleh Bupati sekarang,” ungkapnya. Walau begitu, Umar Karim mengatakan dirinya akan melihat persoalan ini dari aspek regulasi. Dia menguraikan ada hal absurd pada pengumuman seleksi Sekda dari panitia seleksi.
“Contohnya persyaratan usia peserta seleksi adalah maksimal 56 tahun saat dilantik. Sementara kapan waktu pelantikan Sekda, itu tidak dicantumkan dalam pengumuman. Jadi bagi saya absurd,” urainya.
Belum lagi, persyaratan usia 56 tahun ini, sambung Umar, tak sejalan dengan aturan lain yang mensyaratkan untuk seleksi Jabatan Sekda sebetulnya maksimal 58 tahun.
“Sehingga ini membatasi kesempatan bagi birokrat lain untuk ikut Seleksi. Misalnya pak Yusran Lapananda. Itu tidak bisa ikut karena terbentur dengan syarat itu,” ungkapnya.
Sementara Yusran Lapananda yang hadir pada rapat itu mengatakan, salah satu aspek yang dia gugat ke PTUN soal persyaratan usia 56 tahun. “Usia 56 tahun itu untuk seleksi pejabat setara eselon II B setingkat kepala dinas. Tapi untuk eselon II A untuk Sekda itu 58 tahun,” ujarnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Deprov Ridwan Monoarfa sependapat dengan pemikiran agar pelaksanaan seleksi Sekda Kabupaten Gorontalo menunggu pelantikan Bupati-wakil bupati terpilih.
“Kepala daerah dengan Sekda itu butuh chemistry. Sehingga pejabat yang akan jadi Sekda sebaiknya orang yang dianggap bisa bekerjasama dengan kepala daerah. Dan yang tahu itu hanya kepala daerah dan Sekda. Tapi kalau prosesnya sudah didahului tanpa menunggu pelantikan bagaimana bisa ada chemistry,” ujarnya.
Dia mengatakan, di Gorontalo itu sudah pernah terjadi. Saat Gubernur Rusli Habibie baru terpilih pada periode pertama. Saat itu sudah ada Sekda. “Kita tahu bagaimana sulitnya chemistry yang terbangun ketika itu. Jadi jangan sampai ini terulang kembali,” ungkapnya.
Forum Rapat dengar pendapat itu nyaris menerbitkan rekomendasi kepada Gubernur. Tapi anggota Komisi I Femmy Udoki menyarankan perlunya pertemuan ulang membahas masalah itu. Tapi sudah harus menghadirkan keseluruh Panitia seleksi.
“Karena pak Sukri dan Ibu Misranda hadir tidak merepresentasikan Pansel,” sarannya. Usulan ini akhirnya diterima. Dan Ketua Komisi I Fadli Poha memutuskan akan menggelar pertemuan lanjutan pada Senin (9/12) pekan depan. (rmb)










