Gorontalopost.id – Bulan Maret 2023 belum tuntas, namun jika dihitung sejak Januari 2023, jumlah kasus perceraian yang masuk ke Pengadilan Agama (PA) Gorontalo cukup tinggi, yakni mencapai 217 kasus.
Data yang dirangkum Gorontalo Post, jika dibandingkan dengan tahun 2022 lalu, jumlah perceraian yang terjadi di Kota Gorontalo mencapai 674 kasus. Data ini menurun dibandingkan tahun sebelumnya (2021) yang mencapai 708 kasus.
Penyebab perceraian di Kota Gorontalo selama 2022 tersebut, disebabkan cekcok berkepanjangan 435 kasus, meninggalkan salah satu pihak 107 kasus, madat 13 kasus, KDRT 29 kasus, ekonomi 11 kasus, poligami, mabuk, dihukum penjara1 serta murtad, masing-masing satu kasus.
Panitera Muda Hukum Pengadilan Agama Kota Gorontalo, Fikri Hi.
Asnawi Amiruddin ketika diwawancarai mengatakan, cerai gugat atau gugatan istri mendominasi perceraian yang ada di Kota Gorontalo.
Pada 2022, ada sebanyak 535 gugatan cerai yang diajukan pihak istri ke Pengadilan.
Sementara cerai talak atau suami yang mengajukan gugatan perceraian sebanyak 139 perkara. Hal ini tidak terlepas dari cekcok atau pertengkaran berkepanjang dengan jumlah 435 perkara.
“Yang lebih dominan dalam mengajukan perkara perceraian adalah wanita. Faktornya yakni perselisihan atau cekcok berkepanjangan, yang dikarenakan adanya orang ketiga, suami tidak bekerja, atau soal perekonomian. Ini kemudian terjadi secara terus-menerus. Saat tidak ada penyelesaian, maka yang dilakukan adalah ke Pengadilan Agama, ”
jelasnya saat diwawancarai Gorontalo Post di ruangannya, Senin (6/3/2023).
Ditambahkan pula, setelah ada pihak yang mengajukan perceraian, pengadilan masih ada upaya mediasi. Ada seorang mediator yang ditunjuk memberikan muatan, agar pasangan yang berpekara akan berdamai.
Nanti setelah upaya mediasi tidak bisa ditempuh, maka perkara akan berlanjut dipersidangan.
“Kami selalu berupaya melakukan mediasi, dengan berbagai cara, agar pasangan suami istri tersebut tidak meneruskan perkara percerain,” ungkapnya.
Karena kata Fikri, sangat disayangkan, jika hubungan rumah tangga yang sudah lama dibangun, hancur begitu saja. Apalagi efek dari perceraian ini akan berimbas pada anak.
“Anak akan broken home. Untuk itu, perlu adanya pemaham lebih dalam lagi kepada kedua belah pihak, saat akan melakukan pernikahan. Artinya nasehat-nasehat pernikahan lebih diperkuat lagi dan diingat terus. Jangan hanya karena emosi, langsung mengambil keputusan untuk bercerai,” tutupnya. (TR-76)










Discussion about this post