SUARA adzan terdengar, memecah kesunyian subuh. Ayam berkokok saling bergantian menandakan sang fajar telah tiba. Suara-suara itu, menambah semangat seorang pria yang tinggal di pinggiran Kota Gorontalo yang telah lama menanti perubahan status pekerjaan.
Laporan:
Rendi Wardani Fathan – Kota Gorontalo
Sofyan Djusuf, nama pria tersebut. Dia satu dari 1.821 tenaga honorer di lingkungan Pemerintah Kota Gorontalo yang terhitung mulai 1 Oktober 2025 menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) paruh waktu.
Perubahan status ribuan pegawai ini, tak lepas dari perjuangan Wali Kota Gorontalo, Adhan Dambea. Sebelumnya mereka terancam dirumahkan, karena tidak masuk dalam daftar pegawai honorer yang dialihkan ke PPPK.
Wali Kota Adhan Dambea ngotot tidak ada yang boleh dirumahkan, termasuk Ka Opi, sapaan akrab Sofyan Djusuf. Ka Opi sudah 20 tahun sebagai honorer, ia bertugas sebagai penjaga SD Negeri 6 Kota Barat.
Bagi Adhan, pekerjaan Ka Opi termasuk strategis, dan tak kalah mulia dengan guru dan tenaga kependidikan lainya, karena memastikan fasilitas pendidikan tetap terjaga dan berfungsi sebagaimana mestinya. Awalnya, Ka Opi hanyalah tukang bangunan.
Bertahun-tahun dia menggeluti pekerjaan itu, hingga pada akhirnya dia bersama rekannya mendapat pekerjaan pembangunan gedung SDN 6 Kota Barat. Usai pekerjaan proyek renovasi, Kepsek mengajaknya untuk bekerja menjaga sekolah, karena dinilai rajin.
Rosni Mohi, guru SDN 6 Kota Barat, Kamis (2/10) mengatakan, seluruh tugas yang diberikan diselesaikan dengan penuh rasa tanggung jawab oleh Ka Opi, meski memiliki kekurangan fisik, yakni tuna rungu.
Tak heran, Kepsek berupaya agar ia diangkat sebagai honorer dengan SK resmi. “Sekolah selalu bersih, kalau ada siswa sakit, beliau yang mengantarkan ke rumah. Intinya dedikasi Ka Opi untuk sekolah ini sangat tinggi,” ujar Rosni.
Bahkan, lanjut Rosni, setiap kegiatan pemerintahan di kantor wali kota maupun di tempat lain, Ka Opi selalu hadir, meski harus mengayuh sepeda, kenderaan yang dimilikinya sejak menjadi siswa di Madrasah Aliyah Negeri.
Termasuk, saat upacara peringatan Hari Kesaktian Pancasila pada 1 Oktober 2025, yang menjadi hari yang dinanti-nanti bagi ribuan honorer Pemkot Gorontalo. Karena per 1 Oktober, status kepegawaianya berubah. Ka Opi, kini resmi bisa menggunakan kemeja Korpri, potret yang selama ini hanya bisa dia lihat dikenakan para PNS.
Tak heran usai upacara, mereka merayakan dengan penuh suka cita. Tapi tidak dengan Ka Opi, dia langsung mencari sepedanya untuk kembali ke sekolah hanya demi menjaga sekolah aman dan bersih. Putra kedua dari empat bersaudara, yang lahir pada 4 Mei 1978 ini berasal dari Desa Ulapato A, Kecamatan Telaga Biru, Kabupaten Gorontalo.
Namun, sejak menjadi penjaga sekolah, Ka Opi tak lagi balik ke rumahnya. Dia menempati salah satu ruangan sekolah sebagai tempat tinggalnya. Dia juga belum memiliki pasangan atau belum menikah. Selama ini kata dia, gajinya hanya cukup untuk makan sehari-hari.
Maklum, pada 2005 gaji seorang honorer hanya Rp 150 ribu perbulan. “Cukup, karena saya tidak merokok. Alhamdulillah, tiga tahun kemudian gaji saya naik,” ungkap Ka Opi.
Wawancara dengan Ka Opi terasa istimewa, tidak seperti wawancara dengan nara sumber pada umumnya, sebagai penyitas disabilitas tuna rungu, wawancara dilakukan dengan terlebih dahulu menuliskan di atas kertas, dibacanya, kemudian dijawab.
Ka Opi pun tak lupa menyampaikan ucapan terima kasih kepada Wali Kota Gorontalo, Adhan Dambea yang sudah memperjuangkan nasibnya dari tenaga honorer menjadi PPPK paruh waktu. “Terima kasih pak wali, soboleh pake Kopri,” tutup Opi.
Kisah Ka Opi patut menjadi motivasi bagi honorer yang tak memenuhi syarat (TMS) untuk dialihkan menjadi PPPK paruh waktu. Di balik setiap sabar dan ikhlas, pasti ada hikmah, jika kita bersungguh-sungguh menjalankan tugas dan tanggung jawab. (*)











Discussion about this post