logo gorontalo post
  • METROPOLIS
  • PERISTIWA
  • EKONOMI BISNIS
  • SPORTIVO
  • KORAN DIGITAL
No Result
View All Result
Logo gorontalo post
  • METROPOLIS
  • PERISTIWA
  • EKONOMI BISNIS
  • SPORTIVO
  • KORAN DIGITAL
No Result
View All Result
logo gorontalo post
No Result
View All Result
Pemkot Gorontalo
Home Disway

Hasil Demo

Lukman Husain by Lukman Husain
Wednesday, 10 September 2025
in Disway
0
Dying to Survive--

Dying to Survive--

Bagikan ke FacebookBagikan ke TwitterBagikan ke Whatsapp

Oleh:
Dahlan Iskan

 

“RAKYAT tidak perlu lagi memilih hidup atau bangkrut”.

Itulah respons pejabat tertinggi Tiongkok setelah rakyatnya protes keras atas mahalnya harga obat di sana.

Related Post

Airmata Ira

Nikmat Karina

Kopi (K)Mojang

Hemat Syarikah

Protes itu tidak disampaikan lewat demo besar yang sampai bakar-bakar. Protes itu “hanya” disampaikan lewat film cerita. Filmmya sangat laris. Ditonton hampir seluruh orang Tiongkok: film cerita berdasar derita rakyat akibat harga obat yang mahal.

Memang ada protes sungguhan sebelum film itu dibuat. Demo sungguhan. Yang didemo adalah penjara. Rakyat kota itu berbondong membawa poster. Mereka minta agar orang yang lagi ditahan di penjara kota itu dibebaskan. “Ia bukan penjahat. Ia dewa penolong kami,” kata demonstran.

Demo itu –dan penyebab di balik demo– diangkat menjadi cerita dalam film. Judulnya, dalam bahasa Inggris, Dying to Survive. Aslinya berjudul “我不是药神” –Aku Bukan Dewa Penyembuh.

Benarkah itu film laris?

“Saya sudah menontonnya. Dua kali. Selalu menangis,” ujar petugas hotel tempat saya menginap di Beijing saat ini.

“Saya juga sudah menontonnya. Semua orang menontonnya,” ujar Janet yang sehari sebelumnya menemani saya ke Wisma Indonesia.

Sejak demo itu, terutama sejak film itu heboh, pemerintah pusat mengambil keputusan sangat cepat. Perusahaan-perusahaan obat asing dipanggil. Diminta menurunkan harga obat. Pajak-pajak impor obat dihapus.

Setelah harga obat turun, drastis, obat-obat kanker dimasukkan daftar obat yang diganti oleh BPJS-nya Tiongkok. Obat-obat itu dulunya mahal. Tidak dimasukkan dalam obat BPJS. Pasien yang berobat lewat BPJS awalnya mendapat obat yang beda. Yang lebih murah –kurang manjur.

Sejak heboh itu 91 jenis obat paten dimasukkan dalam BPJS. Bahkan belakangan angka 91 itu bertambah menjadi 3.100 jenis obat. Perubahan yang drastis.

Protes masyarakat telah mengubah kebijakan pemerintah secara drastis.

Saya tahu adanya film Dying to Survive dari dr Jagaddhito yang kemarin datang ke Beijing dari Rizhao –tempatnya mengambil gelar subspesialis jantung intervensi.

Di Rizhao, Shandong, Jagad kaget melihat di RS itu harga-harga obat sangat murah. Pun harga-harga ring jantung dan kelengkapan lainnya.

Dokter Jagaddhito terus bertanya mengapa bisa murah. Akhirnya ia memperoleh penjelasan bahwa murahnya harga obat baru terjadi beberapa tahun terakhir.  “Sejak ada film Dying to Survive”.

Itu tahun 2018.

Seorang penduduk kota Yiyang, provinsi Hunan, sakit kanker darah (leukemia). Kota Yiyang berada satu jam naik mobil dari kota besar Changsha –tiga jam dari Wuhan ibukota provinsi sebelah.

Nama orang itu Lu Yong. Ia mengeluhkan mahalnya obat leukemia –yang non-BPJS. Berkat internet ia tahu harga obat di India jauh lebih murah. Tidak sampai 20 persennya. Maka ia minta temannya untuk secara diam-diam ke India membelikan obat kankernya.

Akhirnya teman-teman sesama penderita minta obat itu. Jadilah orang tadi “penyelundup” obat kanker. Kian banyak jumlah obat yang ia bawa dari India. Akhirnya ketahuan. Orang itu ditangkap. Dimasukkan penjara.

Saat itulah para keluarga pasien kanker berdemo. Mendatangi penjara. Mereka membawa poster agar orang itu dibebaskan. “Ia bukan penjahat. Ia penyelamat keluarga kami.”

Luar biasa dampak demo itu. Pemerintah ambil tindakan cepat. Perusahaan obat –perusahaan asing di Tiongkok–  dinilai terlalu banyak mengambil keuntungan.

Pemerintah sendiri mengoreksi diri: salah satu kemahalan itu akibat pajak. Langsung saja 41 jenis obat dihapus pajaknya.

Bukan hanya harga obat yang turun –sampai 63 persen– aturan untuk memproduksi obat pun diubah. Disederhanakan.

Perdana Menteri (waktu itu) Li Keqiang, langsung merevolusi sistem obat dan kesehatan di Tiongkok. “Rakyat tidak perlu lagi memilih hidup atau bangkrut,” katanya.

Sejak saat itu pelayanan kesehatan masyarakat jadi lebih adil. Yang berobat di BPJS pun mendapat obat dengan kualitas yang sama dengan yang non-BPJS.

Boleh dikata film Dying to Survive adalah film yang sukses dunia-akhirat. Film itu telah mengubah sistem kesehatan negara. Aspirasi lewat film pun begitu didengar.

Secara bisnis, film ini memang mengeruk keuntungan yang besar. Dalam 11 hari pertama peredarannya sudah menghasilkan pendapatan Rp 5  triliun. Lalu menjadi Rp 10 triliun. Termasuk film terlaris sepanjang masa di Tiongkok.

Padahal Wen Muye (文牧野) baru kali pertama menyutradarai film cerita. Namanya langsung meroket.

“Apakah masih ada bioskop yang memutarnya? Saya mau menontonnya,” tanya saya kepada petugas hotel

“Tidak diputar lagi. Tapi Anda bisa nonton di TV Anda di kamar,” katanya. Saya pun minta tolong: agar sang petugas  membantu saya mencarikan film tersebut. Rupanya ada semacam ”Netflix” milik Tiongkok yang memutar film-film setempat.

Musik pembuka film itu sangat akrab di telinga saya: musik India. Lagunya pun lagu India. Awal menonton film ini seperti akan menonton film India.

Saya pun bertanya, dalam hati: bagaimana sutradara Wen bisa meloloskan filmmya dari lembaga sensor di sebuah negara komunis.

Ternyata Wen sangat bijaksana. Ketika mengajukan izin, ia menekankan akan membuat cerita yang menonjolkan sisi kemanusiaan. Bukan film yang terkesan melawan pemerintah.

Kepintaran lainnya: ia tidak mau memproduksi sendiri. Ia bekerja sama dengan perusahaan film terbesar di Tiongkok. Menjadi film produksi bersama. Ia tahu produsen terbesar itu lebih tahu lika-liku mengurus perizinan.

Kini obat-obat kanker mahal seperti Imatinib (Gleevec) dari Novartis, Herceptin, Rituximab dari Roche, dan obat kanker dari AstraZeneca bisa masuk daftar di BPJS Tiongkok.

Tidak ada lagi beda kelas beda obat, beda nasib beda dokter.(*)

Tags: Catatan Harian DahlanDahlan IskanDiswayHarian Dahlanharian diswayTulisan Dahlan

Related Posts

Mantan Direktur Utama PT Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (ASDP) Indonesia Ferry (Persero), Ira Puspadewi-Istimewa-

Airmata Ira

Monday, 24 November 2025
--

Nikmat Karina

Tuesday, 18 November 2025
Kopi (K)Mojang

Kopi (K)Mojang

Monday, 17 November 2025
Hemat Syarikah

Hemat Syarikah

Thursday, 13 November 2025
Angsa Hitam

Angsa Hitam

Wednesday, 12 November 2025
Sugiri Sancoko dan reog Ponorogo-Foto: Dokumentasi Pemkab Ponorogo-

Meritokrasi Ponorogo

Monday, 10 November 2025
Next Post
Ilustrasi--

APBD Provinsi Terus Merosot, 2026 Tak Ada Pengaspalan Jalan

Discussion about this post

Rekomendasi

Personel Samsat saat memberikan pelayanan pengurusan pajak di Mall Gorontalo.

Pengurusan Pajak Kendaraan Bisa Dilakukan di Mall Gorontalo

Monday, 1 December 2025
Personel Satuan Lalu Lintas Polresta Gorontalo Kota mengamankan beberapa motor balap liar, Ahad (30/11). (F. Natharahman/ Gorontalo Post)

Balap Liar Resahkan Masyarakat, Satu Pengendara Kecelakaan, Polisi Amankan 10 Unit Kendaraan

Monday, 1 December 2025
Anggota DPRRI Rusli Habibie bersam Wagub Gorontalo Idah Syahidah RH. (Foto: dok pribadi/fb)

Rusli Habibie Ajak Sukseskan Gorontalo Half Marathon 2025, Beri Efek ke UMKM

Friday, 28 November 2025
ILustrasi

Dandes Dataran Hijau Diduga Diselewengkan, Dugaan Pengadaan SHS Fiktif, Kejari Segera Tetapkan Tersangka

Monday, 13 January 2025

Pos Populer

  • Rita Bambang, S.Si

    Kapus Sipatana Ancam Lapor Polisi

    13 shares
    Share 5 Tweet 3
  • Senggol-Senggolan di Pemerintahan

    13 shares
    Share 5 Tweet 3
  • Ruang Inap Full, RS Multazam Bantah Tolak Pasien BPJS

    13 shares
    Share 5 Tweet 3
  • GHM 2025, Gusnar Nonaktifkan Kadispora

    13 shares
    Share 5 Tweet 3
  • Dugaan Persetubuhan Anak Dibawah Umur, Oknum ASN Gorut Dibui

    13 shares
    Share 5 Tweet 3
Gorontalopost.co.id

Gorontalo Post adalah Media Cetak pertama dan terbesar di Gorontalo, Indonesia, yang mulai terbit perdana pada 1 Mei 2000 yang beral...

Baca Selengkapnya»

Kategori

  • Boalemo
  • Bone Bolango
  • Disway
  • Ekonomi Bisnis
  • Gorontalo Utara
  • Headline
  • Kab Gorontalo
  • Kota Gorontalo
  • Kriminal
  • Metropolis
  • Nasional
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Pendidikan
  • Persepsi
  • Pohuwato
  • Politik
  • Provinsi Gorontalo

Menu

  • Redaksi
  • Tentang Kami
  • Kontak Kami
  • Kode Etik Jurnalistik
  • Pedoman Media Siber
  • Disclaimer
  • Privacy Policy

© 2025 PT. Gorontalo Cemerlang - Gorontalo Post by Div-TI.

No Result
View All Result
  • METROPOLIS
  • PERISTIWA
  • EKONOMI BISNIS
  • SPORTIVO
  • KORAN DIGITAL

© 2025 PT. Gorontalo Cemerlang - Gorontalo Post by Div-TI.