Gorontalopost.co.id, LIMBOTO — Harapan masyarakat yang mendambakan kehadiran ruang rawat inap representatif di Rumah Sakit (RS) Hasri Ainun Habibie di Kabupaten Gorontalo pupus sudah.
Pasalnya, Proyek pembangunan ruang rawat inap dengan konstruksi lima lantai itu pekerjaannya sudah terhentu buntut adannya pemutusan kontrak terhadap pihak kontraktor yang mengerjakan proyek dibanderol dengan anggaran Rp 25.9 Miliar.
Pantauan Gorontalo Post, kondisi proyek pembangunan ruang rawat inap RS Ainun Habibie yang saat ini terbengkalai. Nampak dua Excavator masih berada di lokasi dan tidak ada aktivitas apapun. Yang sudah terbangun saat ini baru sebatas pondasi dan rangka besi tiang pencang, Kamis, (2/1/2025). Juga terdapat tumpukan material di sekitar pondasi.
Direktur RS Hasri Ainun Habibie Fitriyanto Rajak saat dikonfirmasi, kamis (2/1/2025) mengungkapkan, pada perencanaan itu satu tower lima lantai, hanya anggaran dari Kemenkes itu baru untuk satu lantai operasional, tetapi secara struktur siap 5 lantai. Pelaksanaannya pun terhitung selama 225 hari kalender, terhitung sejak bulan 21 Mei hingga 31 desember 2024.
“Tetapi memang mulai pelaksanaanya tersebut baru pada bulan Juli, tertunda lama karena mereka menunggu uang muka untuk pembayaran tiang pancang,” ungkap Fitriyanto. Ditanyakan soal anggaran progres pondasi dan rangka besi tiang pancang telah habiskan anggaran sebesar Rp 4,7 M,Fitriyanto mengaku tidak mengetahui terkait teknis pembiayaan.
“Yang pasti pelaksanaan itu memang baru mulai dilaksanakan bulan Juli dan besi serta tiang pancangnya memang dipesan dari Surabaya, saat putus kontrak tersebut progress pembangunan baru sebesar 34.8 persen dari total yang ditenderkan,” tegas Fitriyanto.
Ditanyakan kelanjutan dari pembangunan tersebut, Fitriyanto mengaku pembangunannya rencana masih akan dilanjutkan dan masih dilakukan pembahasan. “Mekanisme nanti akan dibahas dengan pokja tim penyedia biro pengadaan,” jelas Fitriyanto.
Ia menambahkan, memang rencananya pembangunan itu dikhususkan untuk rawat inap yang akan dibagi perlantai untuk masing-masing penyakit. Seperti lantai satu adalah kebidanan, lantai 2 penyakit dalam, lantai 3 untuk bedah dan seterusnya.
“Harusnya jika selesai di tahun 2024, di tahun 2025 akan diajukan lagi untuk kelanjutan pembangunan, tetapi karena tidak selesai makanya masih dicarikan formulasi untuk hal tersebut,” jelas Fitriyanto.
Ia pun mengakui dari hasil evaluasi terhadap pembangunan putus kontrak itu terkendala di dua hal yakni kendala keuangan dan kendala manajerial. “Yang memanajerial pekerjaan di lapangan tidak punya tim manajerialnnya,” pungkas Fitriyanto.
Sementara itu Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Rizal Podungge mengatakan, untuk anggaran yang sudah terpakai Rp 4,7 M itu masuk pada termin ke 23 persen dari nilai kontrak Rp 25,9 M.
“Ya, kalau pekerjaan konstruksi ada pekerjaan perisiapan di lokasi, pekerjaan struktur lantai 1 yang juga tidak selesai hanya sampai di sloof dan pondasi. Juga tiang pancang yang sudah dipasang di dalam tanah. Untuk pekerjaan kolom tdak dihitung hanya pembesian saja,”urai Rizal.
Pihaknya melakukan putus kontrak sejak 4 Desember 2024 karena kontraktor tidak mampu menyelesaikan pekerjaan dalam waktu yang sudah ditentukan. “Total luas bangunan yakni panjang 56 meter x lebar 21 meter,”tutup Rizal. (Wie/roy)










