logo gorontalo post
  • METROPOLIS
  • PERISTIWA
  • EKONOMI BISNIS
  • SPORTIVO
  • KORAN DIGITAL
No Result
View All Result
Logo gorontalo post
  • METROPOLIS
  • PERISTIWA
  • EKONOMI BISNIS
  • SPORTIVO
  • KORAN DIGITAL
No Result
View All Result
logo gorontalo post
No Result
View All Result
Pemkot Gorontalo
Home Disway

Hilirisasi Rudi

Jitro Paputungan by Jitro Paputungan
Monday, 26 February 2024
in Disway
0
Hilirisasi Rudi

Mie Porang, PorangKU, bikinan petani asal Ngawi: Rudi Fachrudin.--

Bagikan ke FacebookBagikan ke TwitterBagikan ke Whatsapp
Oleh:
Dahlan Iskan

INILAH contoh nyata: kesulitan tidak hanya dikeluhkan tapi harus diterobos. Sang penerobos datang dari Desa Sine –Anda pasti tahu di mana Sine: di pelosok Walikukun, lereng utara Gunung Lawu, nun di pedalaman Ngawi.

Nama beliau: Rudi Fachrudin. Umur 50 tahun. Anak petani. Ditinggal mati orang tua ketika masih kecil. Tidak pernah merasakan bangku kuliah. Setamat SMA Muhammadiyah II Ngawi ia langsung cari kerja di Jakarta: di perusahaan kayu.

Jakarta rusuh –1998.

Perusahaan tutup.

Related Post

Rahmanullah Lakanwal

Airmata Ira

Nikmat Karina

Kopi (K)Mojang

Rudi pulang ke Sine. Hanya ada singkong di Sine. Ia bikin keripik singkong. Keripik pedas. Ia punya kenalan orang Padang di Ngawi. Orang Padang itulah yang memasarkan keripiknya. Lancar. Selama 1,5 tahun.

Tiba-tiba sahabatnya itu pulang ke Padang. Usaha keripiknya pun berhenti. ”Ternyata punya kemampuan produksi saja tidak cukup. Tanpa kemampuan marketing usaha tidak jalan,” ujarnya.

Rudi pun ingin punya kemampuan marketing. Ia ke Surabaya. Cari kerja yang terkait marketing. Ia jualan alat-alat rumah tangga di perusahaan besar. Dalam dua tahun berhasil jadi penjual yang baik.

Datanglah Covid-19.

Rudi pulang ke Sine. Di Sine Rudi melihat begitu banyak tanah telantar. Milik desa. Ia tahu mengapa telantar: ditanami jagung dimakan kera; ditanami ubi dimakan babi. Desa itu memang di pinggir hutan jati.

Saat itu Rudi sudah sering mendengar kata porang: lagi populer saat itu. Ia menyebut nama orang yang memopulerkannya –Anda mungkin tidak tahu siapa nama orang itu.

Rudi pun menanam porang. Dua hektare. Harga jual porang lagi gila-gilaan: sampai Rp 8.000/kg basah. Petani lain pun ikut menanam di lahan sekitarnya. Total sekitar 30 petani yang ikut jejak Rudi.

Harga porang jatuh. Tinggal Rp 2.500/kg. Kalau toh sempat naik lagi hanya sampai Rp 3.000/kg. Harga tinggi tidak pernah datang lagi.

Banyak petani yang kapok menanam porang. Apalagi yang lahannya subur. Rugi besar.

Sejak awal sebenarnya sudah dibilang: jangan menanam porang di lahan subur; tanamlah porang di lahan gersang; sejelek-jelek harga porang masih lumayan –dibanding tidak ditanami apa-apa.

Rudi punya logika lebih jelas: kalau usaha porang jelek mengapa pabrik porang milik pengusaha besar bertambah besar.

”Hilirisasi”.

Porang pun seperti nikel: perlu hilirisasi. Porang memang tidak masuk program hilirisasi di debat capres, tapi masuk dalam pikiran orang Sine bernama Rudi.

”Hanya saja tidak ada modal”.

Hilirisasi apa pun perlu modal besar –bahkan modal asing.

Rudi tidak punya modal besar. Tapi tidak kehilangan akal. Ia menemukan hilirisasi porang gaya Sine: hilirisaai bertahap.

Rudi pun berdiskusi dengan teman spiritualnya: Ustad Mansur Shodiq. Dari Blitar. Alumnus pondok Gontor, Ponorogo. Juga alumni Yanbu-ul Quran, Kudus.

Mereka mendirikan De Porang. Singkatan dari Dewan Porang Pesantren Indonesia. Itu di bawah APIK (Asosiasi Pesantren Indonesia Kreatif). Ustad Mansur yang jadi ketua.

Di situ ada Koperasi Produsen Nasional Tani Santri Mandiri Indonesia.

Maka di Sine dibuat pabrik porang sederhana. Baru untuk tahap awal dari keseluruhan hilirisasi porang. Yakni masih sebatas pabrik pencuci, pembuat cip, pengering cip, dan pembuat tepung.

Petani porang Sine menyetorkan umbi ke pabrik itu. Di situlah dicuci, diiris-iris jadi cip, dikeringkan di oven, digilas jadi tepung.

Tentu tepungnya belum bisa diolah jadi makanan: masih mengandung asam oksalat. Yakni zat yang membuat porang sangat gatal di mulut.

Tepung itu masih harus dikirim ke pabrik pemisah tepung: minta dipisahkan glukomanannya dengan oksalatnya.

Setiap dua kilogram tepung porang menjadi satu kilogram glokomanan. Biasa juga disebut tepung konjak.

Tepung oksalatnya sendiri tidak dibuang. Masih bisa dijual: bisa jadi bahan baku banyak hal termasuk pabrik lem.

Setelah memperoleh glukomanan Rudi melangkah lebih ke hilir lagi: menjadikan konjak porangnya sebagai makanan.

Sebagian dijual dalam bentuk beras porang. Sebagian lagi dijadikan mie porang. Lihatlah di marketplace. Ada produk mie porang merek Mie Porangku. Lengkap. Berbagai rasa.

Satu bungkus Rp 5000. Itulah mie porang produksi Rudi.

Berapa persen kandungan porangnya?

”Sampai 40 persen,” ujar Rudi.

Tentu banyak orang tua yang tertolong. Terutama yang ingin menyelamatkan anak mereka dari gluten di terigu. Anak-anak tetap boleh kecanduan mie tanpa terlalu banyak mengonsumsi gluten.

Mie Porangku datang tepat waktu: di zaman marketplace jadi andalan umat manusia. Rudi tidak perlu investasi membangun jaringan distribusi. Penjualannya sepenuhnya online.

Kini produsen mie tidak lagi harus di Jakarta atau Surabaya. Di Sine pun jadi.

Setelah setahun berjalan Rudi yakin di hilirisasi poranglah masa depannya: tiap bulan sudah bisa menjual 3000 bungkus. Penjualan pun terus meningkat.

Perjalanan hilirisasi Rudi masih jauh. Ia belum punya pabrik mie. Ia masih maklun: bikin mie di pabrik mie milik orang lain.

Hilirisasi Rudi adalah hilirisasi mandiri.

Pemerintah tidak harus membantu. Yang terpenting jangan mengganggu.

Tags: Catatan DahlanDahlan IskanDiswayHilirisasi Rudi

Related Posts

--

Rahmanullah Lakanwal

Tuesday, 2 December 2025
Mantan Direktur Utama PT Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (ASDP) Indonesia Ferry (Persero), Ira Puspadewi-Istimewa-

Airmata Ira

Monday, 24 November 2025
--

Nikmat Karina

Tuesday, 18 November 2025
Kopi (K)Mojang

Kopi (K)Mojang

Monday, 17 November 2025
Hemat Syarikah

Hemat Syarikah

Thursday, 13 November 2025
Angsa Hitam

Angsa Hitam

Wednesday, 12 November 2025
Next Post
Madura Kaili

Madura Kaili

Discussion about this post

Rekomendasi

Personel Samsat saat memberikan pelayanan pengurusan pajak di Mall Gorontalo.

Pengurusan Pajak Kendaraan Bisa Dilakukan di Mall Gorontalo

Monday, 1 December 2025
Personel Satuan Lalu Lintas Polresta Gorontalo Kota mengamankan beberapa motor balap liar, Ahad (30/11). (F. Natharahman/ Gorontalo Post)

Balap Liar Resahkan Masyarakat, Satu Pengendara Kecelakaan, Polisi Amankan 10 Unit Kendaraan

Monday, 1 December 2025
ILustrasi

Dandes Dataran Hijau Diduga Diselewengkan, Dugaan Pengadaan SHS Fiktif, Kejari Segera Tetapkan Tersangka

Monday, 13 January 2025
Basri Amin

Gorontalo, Jangan “Lari” di Tempat

Monday, 1 December 2025

Pos Populer

  • Rita Bambang, S.Si

    Kapus Sipatana Ancam Lapor Polisi

    13 shares
    Share 5 Tweet 3
  • Senggol-Senggolan di Pemerintahan

    13 shares
    Share 5 Tweet 3
  • Ruang Inap Full, RS Multazam Bantah Tolak Pasien BPJS

    13 shares
    Share 5 Tweet 3
  • GHM 2025, Gusnar Nonaktifkan Kadispora

    13 shares
    Share 5 Tweet 3
  • Dugaan Persetubuhan Anak Dibawah Umur, Oknum ASN Gorut Dibui

    13 shares
    Share 5 Tweet 3
Gorontalopost.co.id

Gorontalo Post adalah Media Cetak pertama dan terbesar di Gorontalo, Indonesia, yang mulai terbit perdana pada 1 Mei 2000 yang beral...

Baca Selengkapnya»

Kategori

  • Boalemo
  • Bone Bolango
  • Disway
  • Ekonomi Bisnis
  • Gorontalo Utara
  • Headline
  • Kab Gorontalo
  • Kota Gorontalo
  • Kriminal
  • Metropolis
  • Nasional
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Pendidikan
  • Persepsi
  • Pohuwato
  • Politik
  • Provinsi Gorontalo

Menu

  • Redaksi
  • Tentang Kami
  • Kontak Kami
  • Kode Etik Jurnalistik
  • Pedoman Media Siber
  • Disclaimer
  • Privacy Policy

© 2025 PT. Gorontalo Cemerlang - Gorontalo Post by Div-TI.

No Result
View All Result
  • METROPOLIS
  • PERISTIWA
  • EKONOMI BISNIS
  • SPORTIVO
  • KORAN DIGITAL

© 2025 PT. Gorontalo Cemerlang - Gorontalo Post by Div-TI.