Gorontalopost.id – Kasus gagal ginjal akut pada anak makin mengkhawatirkan, Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo, memastikan satu anak probable gagal ginjal akut ditemukan di Gorontalo, pada 18 Oktober 2022 dan meninggal dunia, pada Ahad (23/10).
Lebih miris lagi, di daerah ini ternyata tidak didukung dengan fasilitas layanan kesehatan seperti rumah sakit yang memadai dalam penanganan penyakit yang banyak menyerang anak-anak itu. Bahkan, tentaga kesehatan seperti dokter spesialis ginjal anak juga tidak terdapat di Gorontalo.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo, dr.Yana Yanti Suleman, kepada wartawan, Senin (24/10) mengatakan, Kementerian Kesehatan, melalui surat nomor 3461, hanya menetapkan 14 rumah sakit rujukan penanganan gagal ginjal akut progresif atipikal/acute kidney injury (AKI) di Indonesia.
Dari 14 rumah sakit itu, tak satu pun yang ada di Gorontalo. Rumah sakit rujukan terdekat adalah RSUP Prof.Kandou di Manado Sulawesi Utara atau RSUP Wahidin Sudirohusodo di Makassar, Sulawesi Selatan.
“Di wilayah Indonesia Timur, hanya ada RS Wahidin Makassar, dan RS Kandou Manado. Sehingga kami pilih yang terdekat merujuk (pasien dari Gorontalo) ke Manado. Namun turut berduka cita (pasien meninggal dunia), itu kasus pertama (AKI) di Gorontalo,”terang dr.Yana.
Mantan Dirut RS.dr.Hasri Ainun Habibie ini menambahkan, rumah sakit atau layanan kesehatan yang bisa menangani pasien anak degan kasus gagal ginjal akut ini juga harus memiliki fasilitas Neonatal Intensive Care Unit (NICU) dan Pediatric Intensive Care Unit (PICU).
“Ketika rumah sakit tidak ada itu, maka dia (RS,red) tidak diperbolehkan merawat anak dengan suspek atau probable AKI,”ujarnya.
Menyikapi kasusu AKI pertama di Gorontalo, dr. Yana menjelaskan, pasien asal Limboto, Kabupaten Gorontalo itu pertama ditemukan atau diketahui gejala gagal ginjal akut progresif pada 18 Oktober 2022, dengan gejala sejak 14 oktober.
Anak usia tiga tahun itu, kemudia dibawa ke rumah sakit untuk dirawat, rupanya kedaan justeru semakin kurang baik. Tim medis, dengan melihat gejala yang probable AKI, kemudian memutuskan untuk merujuk ke RSUP Prof. Kandow Manado.
“Hanya saja meninggal sehari setelah tiba di RS rujukan,”katanya. Menurut dia, pasien tersebut mengalami ureum creatinine yang meningkat drastis, sehingga progresif gagal ginjal jelas kelihatan.
“Yang pertama diperlukan adalah dokter spesialis ginjal anak, di Gorontalo itu belum ada. Kedua hemodialisa anak, di Gorontalo (juga) belum ada,”paparnya.
Menurut dr.Yana, para petugas kesehatan, saat ini memang diminta untuk memantau para pasien, terutama anak-anak, dimana jika ditemukan gejala atau suspek AKI, maka segera ditangani khusus.
“Ketika menemukan ada anak yang suspek. Suspek itu yaitu tidak ada urine, atau kurang urine, maka segera ditangani,”katanya. Ia juga berharap agar orang tua, yang menemukan gejala-gejala AKI pada anak untuk segera membawanya ke faskes untuk mendapat penanganan.
“KamiDinas Kesehatan, sudah menyurat ke Dinas Kesehatan Kabupaten/kota, ke organisasi profesi, untik sama-sama kita tindaklanjuti surat edaran 3461 ini,”tandansya.
Sementara itu, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Gorontalo, dr.Fadel Bilondatu, Sp.A, mengatakan, kasus gagal ginjal akut pada anak yang saat ini merebak, belum bisa dipastikan penyebabnya. Yang ada, baru dicurigai, lantaran cemaran etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) pada obat sirop yang dikonsumsi anak.
“Sampai saat ini belum ada kesimpulan bahwa obat-obat cair tersebut menimbulkan gagal ginjal,”terangnya. IDAI kata dia, agar masyarakat tetap waspada. Orang tua, lanjut dr.Fadel, ketika anak demam, batuk, dan produksi kencingnya menurun atau tidak kencing dalam 4-6 jam, maka segera periksakan ke fasilitas kesehatan. “Dan tidak memberi obat secara mandiri,”katanya. (tro/tr80)












Discussion about this post