logo gorontalo post
  • METROPOLIS
  • PERISTIWA
  • EKONOMI BISNIS
  • SPORTIVO
  • KORAN DIGITAL
No Result
View All Result
Logo gorontalo post
  • METROPOLIS
  • PERISTIWA
  • EKONOMI BISNIS
  • SPORTIVO
  • KORAN DIGITAL
No Result
View All Result
logo gorontalo post
No Result
View All Result
Pemkot Gorontalo
Home Disway

Kompor 450

Lukman Husain by Lukman Husain
Tuesday, 20 September 2022
in Disway
0
Bencana Sapura

DISWAY

Bagikan ke FacebookBagikan ke TwitterBagikan ke Whatsapp

Related Post

Airmata Ira

Nikmat Karina

Kopi (K)Mojang

Hemat Syarikah

Oleh

Dahlan Iskan

MASIH banyak tanda kita belum maju: gas masih dikirim pakai tabung. Ke mana-mana. Padahal setiap rumah perlu gas. Untung air sudah dikirim pakai pipa.

Sedang listrik, apa boleh buat, memang terpaksa harus dikirim pakai kabel. Untung power bank tidak ditemukan sejak dulu. Bisa-bisa listrik kita pun dikirim seperti kiriman gas.

Di bidang listrik kita sebenarnya sudah sangat maju –kalau saja tidak ada ini: pembatasan pemakaian di meteran. Yang kelas-kelasnya begitu banyak. Yang selalu bikin heboh. Terutama kelas paling bawah, 450 VA.

“Jadi dihapus?”

“Tidak”.

“Pembahasannya dihentikan?”

“Tidak pernah ada pembahasan”.

“Yang di Komisi Anggaran DPR itu?“

“Tidak ada”.

Syukurlah.

Jumlah pelanggan listrik kelas paling bawah itu sangat banyak. Paling banyak kedua: 24,5 juta orang.

Kalau yang 450 itu dihapus berarti kelas paling rendah menjadi 900. Sebenarnya tidak apa-apa. Asal  dibicarakan bagaimana dengan tarif dasar untuk 900 va itu. Siapa tahu tarif dasar yang 900 bisa ikut yang 450.

Bukankah ide itu justru akan membuat subsidi listrik kian besar? Tentu. Bisa juga tidak. Tergantung penentuan tarif di pemakaian listrik di atas batas minimal itu.

Penentuan tarif listrik memang sangat ruwet di Indonesia. Untung kita sudah biasa berpikir ruwet. Kalau kemarin ada ketua DPRD yang tidak hafal teks Pancasila kini saya yakin tidak semua dirut PLN hafal kelas-kelas tarif listrik. Contohnya saya dulu.

Di negara maju,dirut PLN-nya tidak ada yang tidak hafal tingkatan tarif –karena di sana tidak ada pembatasan listrik. Tidak ada pertanyaan ”mau nyambung listrik yang berapa VA”. Sambung saja. Kalau mau hemat ya harus disiplin sendiri. Berapa yang Anda pakai itulah yang Anda bayar.

Pelanggan yang 900 VA lebih banyak lagi: 35 juta orang. Dari jumlah itu ada juga yang menerima subsidi: 8 juta orang.

Bisa dibayangkan hebohnya. Kalau yang 450 VA dihapus: 24,5 juta orang. Memang seperti tidak masuk akal. Di zaman ini sebuah rumah cukup dialiri listrik 450 VA. Padahal zaman sudah serba elektronik. Semua alat butuh listrik: pompa air, TV, rice cooker, kulkas, setrika… Tapi orang juga mulai bisa berhemat: saat menyetrika, misalnya, alat pemakan listrik lainnya dimatikan.

Saya tidak tahu sejarah: sejak kapan sistem 450 VA itu diterapkan. Rasanya sejak zaman Belanda.

Zaman itu pembatasan dilakukan bukan karena miskin. Yang bisa mendapat listrik adalah orang kaya. Motifnya lebih pada kekurangan listrik.

Kini pembatasan menjadi lambang status sosial ekonomi. 450 VA adalah kapasitas terkecil dari sistem listrik dua phase. Satu phase 220 VA. Maka dua phase 450 VA. Misalkan Anda ingin pasang listrik 400 VA, itu tidak bisa. Tidak ada sekring ukuran itu yang dijual. Semua sudah distandarkan satu phase 220 VA.

Tentu orang PLN semua mimpi indah: kapan negara ini maju. Tidak perlu lagi ada begitu banyak kelas pelanggan. Tidak harus berkasta-kasta. Semua dibuat sama. Tinggal masing-masing berpikir sendiri: berapa kemampuan pemakaian listrik bulanannya.

Di zaman komputer seperti ini mestinya bisa. Siapa yang pemakaiannya hanya 300 watt tarifnya rendah. Kian tinggi pemakaian kian mahal tarifnya. Tidak perlu dikastakan.

Memang akan heboh. Awalnya. Dan sekarang menjelang Pemilu. Lebih baik ide itu diabaikan saja.

Jangankan mengubah semua itu. Menggalakkan kompor listrik saja hebohnya bukan main. Padahal modernisasi penyaluran energi ke semua dapur rumah di Indonesia seharusnya sudah tidak bisa ditunda.

Pilihannya hanya dua: membangun pipa gas ke semua rumah atau mengganti kompor gas ke kompor listrik. Dari dua hal itu kita masih sangat jauh dikatakan maju.

Memilih di antara dua itu juga tidak sulit. Mengingat harga gas fluktuatif, pilihan hanya satu: menggalakkan kompor listrik. Lihatlah betapa kian besar subsidi negara untuk elpiji. Maka migrasi ke kompor listrik jadi pilihan satu-satunya.

Dulu mengganti minyak tanah ke elpiji dimaksudkan untuk  mengurangi subsidi. Kini subsidi elpiji seperti kena kutukan arwah minyak tanah.

Pemerintah sebenarnya sudah bulat: tahun depan jumlah pemakai kompor listrik sudah harus 5 juta rumah. Tahun depannya lagi naik tiga kali lipat.

PLN juga sudah menyiapkan teknis pelaksanaannya. Orang miskin diberi gratis kompor listrik. Dua tungku. Ditambah bantuan dua alat utama masak: wajan teflon yang mengandung besi dan panci khusus kompor listrik.

Untuk berganti ke kompor listrik peralatan masak yang sekarang memang tidak bisa dipakai. Terutama yang terbuat dari aluminium. Alat dapur yang cocok untuk kompor listrik adalah yang mengandung besi. Panci-panci aluminium tidak cocok: panasnya lama sekali. Teflon yang ada di dapur Anda umumnya juga tidak cocok. Kecuali yang mengandung besi. Kira-kira hanya 20 persen teflon yang ada di pasaran selama ini yang mengandung besi.

Siapa yang jadi sasaran penggantian kompor ini? Orang kaya? Orang miskin?

Inilah sulitnya.

Pemerintah memilih mendahulukan orang miskin. Yakni yang berlangganan listrik 450 VA. Mereka inilah penyerap subsidi terbesar. Di dua bidang sekaligus: subsidi listrik dan subsidi elpiji.

Tapi penerima subsidi itu mungkin tidak merasa kalau sedang menerima subsidi setiap hari. Bisa saja mereka menganggap harga elpiji 3 kg itu ya memang segitu.

Maka ketika akan pindah ke kompor listrik pertanyaannya satu: apakah lebih murah dari elpiji. Bagaimana menjelaskannya?

Kalau dibanding harga elpiji non subsidi jauh lebih murah. Tapi bukan itu intinya: bagaimana dengan biaya elpiji saat ini, sekarang ini, yang disubsidi besar-besaran itu. Tentu masih sedikit  lebih mahal.

Maka DPR cenderung menolak program komporisasi listrik ini. Dianggap terlalu rumit.

Sebenarnya masih lebih rumit dari itu.

Misalnya, bagaimana listrik 450 VA bisa dibuat menyalakan kompor listrik. Pasti tidak bisa. Berarti daya listrik di rumah itu harus dinaikkan: menjadi 2200 VA. Seperti di rumahnya orang mampu. Maka kalau semua rumah 450 VA berubah ke kompor listrik otomatis pelanggan 450 VA hilang.

Tidak begitu.

Kalau pikirannya seperti itu tidak akan ada orang miskin yang mau ganti pakai kompor listrik. Tarif dasar pelanggan 2200 jauh lebih tinggi dari 1200 atau pun 900 VA. Apalagi dibanding 450 VA.

Lantas bagaimana?

PLN sudah siap.

Meski daya listrik di rumah orang miskin itu menjadi 2200, tapi ia tetap dianggap pelanggan 450 VA. Tetap murah sekali. Dan tetap disubsidi pula.

Yang 2200 VA itu lebih untuk menghidupkan kompor. Di kompor itu sudah dipasangi software dan layar digital. Bisa dibaca di kompor itu: berapa penggunaan listriknya. Di tagihan bulanannya pun akan ada perincian: berapa rupiah untuk rumah dan berapa rupiah untuk kompor.

Begitu rumit. Begitu banyak pekerjaan. Tapi kalau keribetan itu bisa dilalui semuanya akan menjadi sangat sederhana. Modern. Memang tidak mudah memerawani sesuatu. Bidang apa pun. (*)

Siapa Membunuh Putri (16)

Teror di Radio

Oleh: Hasan Aspahani

KOPERASI pesantren Alhidayah berkembang menjadi unit usaha yang menguntungkan. Atas keberhasilan itu, Inayah dipercaya oleh Ustad Samsu untuk mengelola urusan yang lebih besar tanggung-jawabnya: keuangan pesantren.  Sementara itu dia tetap mengajar, tetap Ustadzah bagi ratusan santri yang tinggal menetap juga yang hanya bersekolah di sana.   Ustad Samsu menceritakan itu kepadaku dengan bangga dan cemas.

Bangga karena orang-orang muda yang ia rekrut bekerja dengan sangat baik, melampaui harapannya. Itu yang bikin pesantren Alhidayah yang ia bangun dari nol kini berdiri di kawasan yang luas dan bangunan-bangunannya kukuh.

“Yang gagal dan tak membanggakan sepertinya saya ya, Ustad,” kata saya berseloroh.

“Kau justru yang paling membanggakan kami. Kepada anak-anak santri saya selalu bilang, kau itu dulu sama seperti mereka, santri di Alhidayah pusat di Kalimantan saja,” kata Ustad Samsu.

Tapi Ustad Samsu juga cemas. Ia mencemaskan Inayah. Sementara Ustadzah-Ustadzah lain sudah menikah, sebagian besar dengan Ustad-Ustad dan pegawai di Alhidayah juga, Inayah belum.  “Banyak yang sudah melamar dia, dia menolak. Saya ini menanggung beban sampai dia menikah, karena orangtua dia menitipkan dia ke saya,” kata Ustad Samsu.

Saya merasa bersalah. Ustad Samsu sejak semula seperti mendekatkan kami, seakan menjodohkan kami.  Tapi sejak kami mulai mengenal, ada Suriyana di antara kami. Antara aku dan Inayah tak pernah ada ada-apa, belum sempat ada apa-apa.   Dia baik. Dia selalu bersikap baik, bahkan setelah dia bertemu Suriyana. Juga setelah dia tahu tiap akhir pekan Suriyana menyeberang ke Borgam.

Dia selalu menanyakan itu. Tiap hari Senin.  Juga ketika ia memintaku untuk membantu anak-anak pesantren sebagai pembina ekstrakurikuler jurnalistik dan penulisan kreatif. Dulu, ekstrakurikuler itu dirancang oleh Ustad Samsu dan sejak semula saya yang dia cadangkan untuk menjadi pembina. Tapi tak ada guru yang bisa menangani langsung, sampai Inayah datang.

Dia sejak kuliah aktif di Komunitas Lingkar Penulis. Sebuah komunitas penulis besar di Indonesia yang digagas oleh seorang penulis produktif dan karyanya dibaca luas.

“Untuk penulisan kreatif serahkan pada saya, tapi saya menyerah untuk jurnalistik. Karena sejak awal Mas Abdur yang diharapkan untuk mengasuh kegiatan ini, maka Mas Abdur tak boleh menolak,” kata Inayah.  Saya memang tak punya alasan untuk menolak. Saya mencadangkan waktu pada hari Jumat. Sekalian jumatan di Alhidayah.

Inayah menikmati kesibukannya. Mengurus koperasi, mengajar, mengelola keuangan pesantren, dan membina ekstrakurikuler.

“Itu yang saya cemaskan. Inayah itu mencintai kamu, Dur. Dia terlalu pandai menyembunyikan perasaannya dengan sikap wajarnya itu. Tapi hatinya tertutup untuk laki-laki lain,” kata Ustad Samsu. Hari itu jari Jumat, saya sudah selesai dengan kegiatan membina santri.  Saya membuat pelatihan jurnalisme dasar.  Bahan-bahan yang kuberikan kusederhanakan dari bahan bengkel jurnalistik di kantor, yang kuajarkan pada wartawan-wartawan baru.

“Mungkin belum ada yang kelasnya melebihi saya, Ustad,” kataku.

“Justu di antara mereka semua, kau paling rendah kualitasnya,” kata Ustad Samsu. Kami tertawa, “Ada yang lulusan Mesir, ada yang sudah S2,” lanjutnya. Saya terus tertawa tapi ada cemas juga di ujung tawa saya itu.

Mungkin Inayah menunggu saya, karena dia menganggap hubungan saya dengan Suriyana pun tak jelas.  Saya jadi merenungkan persoalan itu. Sudah beberapa bulan sejak kami, kami masih merasakan kegembiraan yang sama, kegembiraan bertemu lagi setelah sekian tahun. Tapi saya tak berani melangkah lebih jauh dari itu. Saya terlalu cemas jika ternyata Suriyana menganggap hubungan kami hanya sebatas itu.  Pembicaraan dengan Ustad Samsu, pertemuan rutin tiap Jumat dengan Inayah, membuat saya berpikir bahwa memang sebaiknya aku memberi kepastian pada Inayah. Saya harus lebih dahulu memastikan hubunganku dengan Suriyana.

Dan itu besok. Sabtu besok. Suriyana mengabari akan datang dengan kejutan. Minggu sebelumnya dia membawakan untuk saya kamera Panasonic, seri awal Lumix.  Dia membeli karena tertarik dengan bobotnya yang ringan dan bodinya kecil. Ringkas. Hasil foto dengan setingan otomatisnya pun bagus sekali.  Dia menghadiahkan untuk saya, karena katanya, dia jarang sekali bahkan nyaris tak pernah memakainya sejak kamera itu dia beli.  Saya tak bisa menolak. Dia memberi dengan amat tulus. Lagi pula saya memang sangat ingin punya dan perlu kamera sendiri.

  Terrkait pekerjaan saya dan hobi saya mengambil foto jalanan. Hobi baru yang masih terkait pekerjaan. Tapi bisa terlepas sama sekali dari foto jurnalisme. Pendekatanstreet photography membuat saya memotret benar-benar dengan cara pandang saya pribadi, bukan sebagai jurnalis yang memotret untuk koran saya, untuk pembaca saya.

Sidang terakhir kasus pembunuhan Putri makin memojokkan AKPB Pintor.  Pembela Awang dan Runi menuntut agar dilakukan otopsi ulang atas mayat korban, karena kurangnya bukti yang meyakinkan yang mendukung tuduhan atas tersangka. Ia juga menuntuk agar AKPB Pintor ditetapkan sebagai tersangka, karena indikasi keterlibatannya – bahkan semakin mengarah bahwa dialah otaknya – semakin kuat.

Pengakuan Awang menguatkan permintaan pengacaranya itu. Awang mengaku hanya diminta membuat mayat Putri. AKPB Pintor menjanjikan upah Rp50 juta. Dia sudah menerima Rp5 juta. Diberi tunai.  Tak ada bukti pemberian dan penerimaan itu.  AKBP Pintor tentu saja membantah. Dia ketika dihadirkan sebagai saksi, mengatakan uang itu dia berikan untuk upah dan biaya memperbaiki pagar teralis rumahnya.

Dia meminta agar Awang diperiksa dengan alat pendeteksi kebohongan.  “Dinamika Kota” mengangkat headline: Awang Mengaku Dibayar Rp50 Juta untuk Buang Mayat Putri”. Sementara “Podium Kota” memilih judul:  Pintor Minta Tersangka Awang Diperiksa Lie Detector.Keduanya berdasarkan pernyataan di dalam sidang.  Keduanya fakta.  Tapi bagi kami judul kami terkait langsung dengan kasus yang sudah disidangkan. Sementara soal permintaan Pintor itu tak berkait langsung, ia menyerang terdakwa.  Ia defensif, ia meragukan keterangan terdakwa yang bicara di bawah sumpah.

Saya diminta bicara di siaran pagi radio Borgam FM. Bogram FM adalah radio pertama di Bogram.  Studionya di kawasan yang teduh dan nyaman di Teluk Pinggir.  Tak jauh dari rumah Rinto Sirait. Saya meneleponnya, merencakanan singgah setelah siaran.

 Seharusnya pemred “Podium Kota” juga jadi pembicara. Tapi membatalkan sebelum siaran dimulai.  Saya bicara berhati-hati hanya sebatas fakta-fakta yang kami beritakan. Jika harus menjawab dengan analisis atau opini pun saya mendasarkannya pada fakta yang kami beritakan.  Apa yang sudah kami pertimbangkan benar menurut kaidah jurnalistik. Kami tak mau berlebihan hingga melakukan trial by the press, kami tak menjaga benar agar mencampurkan fakta dan opini.

“Koran Anda seperti menggiring agar AKBP Pintor menjadi tersangka. Kenapa?” tanya penyiar Bogram FM, setelah sebelumnya aga juga pendengar yang menelepon dan menanyakan hal yang serupa.

“Kami sama sekali tidak menggiring. Kami setia pada fakta. Kami hanya menyampaikan fakta-fakta yang ada di persidangan. Persidangan itulah nanti yang membuktikan mana fakta yang benar dan berdasarkan itu siapa yang bersalah. Sejauh mana keterlibatan Awang dan Runi, dan apakah benar otak pembunuhan adalah AKBP Pintor sendiri,” kataku, setengan mungkin.

“Ada penelepon, kita persilakan masuk. Silakan, dengan siapa dan dari mana…”  Penelepon menyebut nama, saya yakin itu nama samaran, dan dari mana dia menelepon, yang saya juga ragukan.

“… Anda kabarnya tim sukses calon walikota dan calon wakil walikota Alkhaidar dan Restu Suryono, ya? Berita Anda mereka manfaatkan untuk kampanye mereka. Anda sadar nggak? Anda jangan sok berbeda jadi wartawan. Koran Anda itu bikin masyarakat Borgam tegang.  Saya ini wartawan senior di Borgam ini.  Saya kenal dengan bos Anda Indrayana Idris. Kalau saya laporkan ke beliau, Anda bisa saya minta dia pecat Anda…”

Penyiar radio memutuskan sambungan telepon.

“Mohon maaf, saya kira pertanyaannya sudah jelas. Mas Abdur mau ditanggapi?”

“Begini ya, bapak yang tadi menelepon, konsen kami hanya satu: bagaimana keadilan ditegakkan. Yang salah dihukum, sesuai kesalahannya, yang tak melakukan hal yang dituduhkan jika terbukti begitu ya harus dibebaskan. Pemahaman kami tentang keadilan sesederhana itu, Pak… Kita tunggu saja putusan sela dari hakim, apakah dakwaan itu ditolak atau tidak,” papar saya.

Penyiar memotong bicara saya, “soal keterlibatan Anda di tim sukses itu bagaimana, Mas Abdur?”

“Apalagi itu.  Tuduhan yang sama sekali tak berdasar. Tak ada kaitan berita kami dengan kepentingan politik siapa pun,” kataku.

“Anda dekat dengan Pak Alkhaidir? Tersangka kan anggota Porpal, orang Melayu, koran Anda mengangkat berita itu…”

“Semuanya kebetulan. Kenapa Awang harus Melayu dan Runi harus Sumbawa. Kebetulan calon walikota Alkhaidiar itu orang Melayu dan pasangannya adalah pembela Awang dan Runi. Soal ketegangan masyarakat, saya mau balik tanya siapa yang bikin? Kenapa tiap kali sidang keluarga Putri membawa pendeta dan mengerahkan kelompok-kelompok pendukungnya di luar sidang?” kata saya.

Selesai siaran saya mendapatkan mobil redaksi pecah kaca depannya. Seperti dilempar batu, atau dipukul benda keras.  Edo tak ada. Pintu mobil terbuka.  Sekuriti Borgam FM pun tak ada di tempat.  Pos jaga kosong.   Tak berselang lama, Edo dan sekuriti muncul dengan napas tersengal-sengal.

Edo lekas menjelaskan. Ada yang memukul kaca depan mobil dengan potongan besi.  Edo sedang menunggu berada di pos satpam.  Pelaku memakai sebo. Wajahnya sama sekali tak nampak. Ia kemudian lari ke arah hutan di samping studio Borgam FM.

Apakah saya harus melapor dan minta perlindungan polisi? Jelas ada pihak yang menghalangi kerja kami sebagai jurnalis. Itu pelanggaran UU Pers dan ada sanksi hukumnya.  Tapi kami sekarang seperti sedang bermusuhan atau melawan polisi, apa laporan saya tak akan sia-sia saja?  Saya harus ketemu Pak Rinto. (*)

Komentar Pilihan Dahlan Iskan*

Edisi Senin, 18 Desember 2022:

Kang Sabarikhlas

Saya PROTES Fanatis!.. masak absen pagi kayak antri BLT, satu orang bawa 4 kupon?… mestinya saya no.2 kok jadi no 5..? Saya kan pingin dapat hadiah sepeda, jadi kerja keras buat beli hp canggih buat absen. Alhamdulillah dah beli Redmi Five Plus, kok ndak bisa no 1 ya… duh..yg canggih hp apa ya?…

Namu Fayad

Kemarin gagal login, ingin ikut komentar, bahwa kadang sebagian yang komentar itu sekedar memberi sinyal bahwa ia masih hidup. Atau paling tidak masih membersamai rombongan. Pernah ada yang merasa kehilangan pada yang sering posting pengingat tahajjud, apa jangan-jangan dia sakit. Ada juga yang kehilangan karena yang bersangkutan telah wafat.

Komentator Spesialis

Fanatis adalah sebuah keharusan dan menjadi jalan seseorang untuk sukses. Tanpa fanatisme, bagaimana anda bisa sukses ? Tentu fanatisme yang dilandasi dengan pemahaman akan sebuah kebenaran. Seorang engineer misalnya, dalam mendisain kerangka teknik, dia akan fanatik dengan rumus rumus teknis yang dia pahami. Seorang muslim wajib fanatik dengan ajaran yang disampaikan oleh Rosulullah. Tidak ada toleransi sedikitpun dengan ajaran tsb. Yang dilarang itu adalah rasialis. Dalam Islam sudah jelas digariskan bahwa letak ketinggian seorang manusia adalah pada ketaqwaannya. Bukan suku bangsa, nasab, kekayaan ataupun jabatannya. Dan sesungguhnya perbedaan tsb. diciptakan Allah agar kita saling kenal mengenal dan tolong menolong. Bukan untuk bertikai.

Juve Zhang

Abah Disway tolong bahas peluang Pak A.Baswedan nyapres, soalnya pak SBY konon mau turun gunung. mendukung pak AB nampaknya. Komentator Disway mungkin 70% pendukung pak AB. Saya lihat capres itu ada 3 kategori 1. Elektabilitas. 2.partabilitas ,ada partai yg usung. 3.Duitabilitas. yg punya ketiga kategori ini sekarang pak Prabowo dan pak GP. Pak Prabowo anda tahu mau nyalon 10 kali gak akan kehabisan “nafas” , pak GP ada “sponsor” yg siap adu “nafas”. Pak AB ini “nafas” masih selasa_ kemis., “Sponsor” belum menunjukkan Minat adu “nafas”. Akankah pak SBY melakukan jurus jurus andalannya setelah lama “menyepi”. ? Akankah jurus nya masih di kagumi rakyat.?jurus ta Chi beliau tahun 2009 sangat memukau,.

Budi Utomo

Abah Dahlan, saya tak paham apa hubungan orang Samin dengan sikap rasialis dan fanatik kader-kader Grand Old Party / Partai Republik di USA. Samin adalah eksonim (nama sebutan yang dipakai orang luar). Sedulur sikep adalah endonim (sebutan yang dipakai oleh orang Samin itu sendiri). Sebutan Samin konotasinya negatif. Sama seperti sebutan Baduy (Arab Baduy konon barbar dan tetbelakang) yang eksonim untuk suku Sunda yang masih mempertahankan budaya asli Sunda: Wiwitan. Yang menjaga kelestarian ekosistem dan memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri mulai dari pangan, sandang hingga papan/rumah. Sedulur sikep mirip dengan Wiwitan ini. Mereka memang menutup diri dari luar. Yang mereka anggap jahat dan buruk. Tapi kini sebagian dari mereka mulai membuka diri.

Budi Utomo

@Ahmad Zuri. Mereka tak akan mendemo atau menuntut Abah Dahlan atau siapapun yang mengejek mereka karena mereka menganggap kita semua, orang yang mengaku normal dan beradab, sebagai orang sakit jiwa dan biadab. Kita harus bisa mengkritik diri kita sendiri. Mereka tidak pernah bercita-cita agama/kepercayaan mereka menguasai seluruh dunia. Tak boleh ada agama/kepercayaan lain. Mereka menganggap cita-cita macam itu adalah cita-cita orang sakit jiwa yang tidak paham bagaimana alam semesta ini bekerja. Alam ini menyukai keberagaman bukan keseragaman. Analoginya tak mungkin kita hanya makan nasi/beras saja. Kita juga perlu misalnya kedelai sebagai lauknya. Hutan juga tak mungkin diisi satu jenis pohon saja. Itu bukan hutan namanya. Bumi juga tak mungkin hanya satu race atau satu religion saja.

Ahmad Zuhri

Semoga masyarakat Samin tidak ada yg baca Disway edisi hari ini.. atau tidak ada yg kasih tau ke mereka. Tapi kl Abah politisi, kemungkinan ada yg akan ngompori hehehe.. Heran, tak kirain negara maju itu masyarakatnya juga maju.. ternyata sami mawon..

Jimmy Marta

Samin Surosentiko pendiri saminisme dari Blora tepatnya Ploso keduren Randublatung. Dua pokok ajarannya yg penting yakni, ngudi roso dan sami-sami sapodo saduluran. Jika dimaknai, dua ajaran tadi bernilai sangat luhur. Menghilangkan perbuatan hina dan tidak jujur. Hidup rukun antar sesama. Trus kenapa kok bisa dikaitkan dg pendukung Trumpisme yg rasialis? Entahlah, anda yg punya tahu, mungkin bisa bagi-bagi…

Rihlatul Ulfa

Untuk edisi minggu. saya tidak punya group wa sama sekali, ribet. setiap dimasukan, saya keluar. gimana ya, mereka seperti berlomba-lomba untuk memamerkan apa yang dikuasai. yang baca juga itu-itu saja kan. saya pernah kesal sekali dengan group SD. ada satu teman yg setiap hari posting puisi, puisinya tentang orang tuanya. aduh males sekali.

Jimmy Marta

Mood sepakbola abah lg rendah, persebaya masih dibawah. The reds masih ditengah. Hidup timnas u20. Hidup the gunners..

Liam Then

Miris bukan, berangkat kerja butuh waktu 2-3 jam? Inilah bentuk ketimpangan pemerataan pembangunan. Bukan masalah transportasi sebenarnya. Tapi karena kue pembangunan tumplek blek di Jakarta. Jakarta punya semua, dari DPRD, sampai politikus dan pengusaha nasional. Jika kue pembangunan di atur tersebar merata. Orang sekitaran Jakarta tak perlu waktu dua dan tiga jam per hari hanya untuk sampai ke tempat kerja.

Rihlatul Ulfa

DiTiktok ada Perempuan menjelaskan ingin pulang kerja lebih cepat. pakai Transjakarta : 3.500, 360 menit, KRL : 22.000, 120 menit. Ojol : 105.000, 40 menit. dengan berkorelasi harga BBM yg naik. bukankah negara sudah salah urus tentang transportasi? saya berfikir kenapa membiarkan seperti produsen Honda dan Yamaha memproduksi secara besar-besaran dan konsisten tentang sepeda motor dan mobil murah seperti brio atau avanza di Toyota. tentu anda bisa menjawab karena banyak permintaan. supply dan demand. karena negara tidak membuat alur transportasi masal murah, karena negara memanjakan produsen dan rakyat yg gak tahu diri. ujung-ujungnya kewalahan. padahal negara lewat BUMNnya dari dulu-dulu harusnya bisa lebih giat mencari investor untuk membuat transportasi masal murah, tujuan mereka kebanyakan membeli motorkan biar sampai tempat kerja tepat waktu, atau biar disangka kaya walaupun dengan mobil yg harganya super murah, toh mungkin kata mereka BBM terjangkau sekali, tidak apalah beli motor 20 jutaan kan bisa dicicil. Jepang sudah bekerja sama dengan MRT Jakarta tapi ini sangat telat. buatlah masyarakat membeli kendaraan hanya sebagai alternatif. tapi mobilisasi setiap hari (pulang-pergi kerja) bisa dialihkan dengan trasnportasi masal. sekarang para produsen itu bisa berkontribusi apa? pemerintahkan yg jadi pusing tujuh keliling. para produsen bisa buat harga kendaraan lebih murah, tapi pemerintah tidak bisa membuat harga BBM lebih murah.

Liam Then

Aneh bukan? Sudahkah tahu hidup dalam bulatan sebesar bulir debu. Masih suka repot ribut sendiri didalamnya.

yea aina

Komoditas politik di sini: nasionalis dan agamis. Stigma agama sebagai komoditas politik SAMA ARTINYA dengan nasionalis sebagai dagangan politik semata pula. Bahkan NKRI harga mati, bisa ditafsirkan menjadi NKRI adalah dagangang/komoditas yang ada HARGANYA.

Budi Utomo

Politisasi agama dan politisasi nasionalisme dua-duanya pernah dialami Eropa Barat karena itu mereka tak mau mengulangi sejarah pahit mereka. Politisasi agama di Eropa terjadi selama satu milenium antara 500-1500 ketika monarki dan agama saling berkolusi dan menghasilkan monarki absolut yang sangat menindas rakyat. Politisasi nasionalisme di Eropa terjadi di abad 20 yang menghasilkan fasisme. Mussolini di Italia dan Hitler di Jerman adalah contoh fasisme terkenal. Mussolini adalah guru fasisme dan Hitler adalah muridnya yang kemudian malah lebih hebat dari gurunya. Ciri fasisme adalah kediktatoran dimana semua oposisi dimusnahkan dalam arti dibunuh atau dihukum mati hingga ke akar-akarnya.

Pryadi Satriana

Tiga pasang calon dalam Pilpres 2024: 1. Prabowo-Puan Keduanya ndhak puas sekadar jd menteri. Ini ‘kesempatan terakhir’ Prabowo. Ia akan ‘habis-habisan’, dan ‘akan habis beneran’, krn ‘faktor Puan.’ Gmn dg Cak Imin (a.k.a. Gus Muhaimin)? Ndhak masuk ‘hitungan’ saya. Ndhak ngurus juga. Ia bisa ngurus dirinya sendiri, tahu yg harus dilakukan. Lha wong sdh bisa ‘mendongkel’ Gus Dur, kok. Mega akan ‘ngotot’ utk bisa ‘mendudukan’ Puan jd RI2, ‘jembatan’ ke RI1. Kesempatan ‘terakhir’ Mega juga. 2. Anies-AHY. Anies itu ‘binaan’ Surya Paloh (dan JK). Kedekatan mereka bertiga ‘ketok melok2.’ SBY akan ‘mbandari’ AHY, yg sdh telanjur ‘membuang’ karir di militer. Guyonannya,”AHY ya akan ‘berkarir’ di politik lah, mosok ‘jual nasi goreng’? SBY jg akan habis-habisan ‘ngopeni’ AHYudhoyono. 3. a. Airlangga-Ganjar. Ini kalau ‘mesin politik Golkar’ lebih efektif drpd ‘medsos bin netizen’-nya Ganjar. Kalau yg terjadi sebaliknya, yg muncul ya alternatif ‘b’. b. Ganjar-Airlangga. c. Airlangga-Jokowi. Ini ‘jurus pamungkas’ kelompok ‘nasionalis-agamis’ dalam ‘berkompetisi’ dg kelompok ‘nasionalis’ (Prabowo-Puan) dan kelompok ‘agamis’ (Anies-AHY). Eh, sejak kapan ya AHY ‘bertransformasi’ ke ‘kelompok agamis’. Sejak ‘agama’ jadi ‘komoditas politik.’ Bukankah ‘politik’ jg bs dimaknai ‘seni mencapai kekuasaan’? Serius Pak Jokowi mau ‘turun’ jadi Cawapres? ‘Serius tapi ndhak sungguh2.’ Setelah menang – tepatnya: dimenangkan oleh rakyat – beliau akan ‘mengundurkan diri’ (baca: ‘madheg pandita’). Salam.

Sri Wasono Widodo

Masyarakat Samin yang paling terkenal teguh memegang budaya Samin bukanlah dari Bojonegoro – Cepu dan sekitarnya, melainkan dari Desa Klopoduwur Kecamatan Banjarejo Kabupaten Blora. Di Kampung Samin masih dipegang teguh budaya Samin yang mengutamakan kejujuran dan kesederhanaan. Hal ini tidak lepas dari ajaran “sedulur sikep” atau Saminisme, yang dipelopori Samin Surosentiko yang mengobarkan perjuangan menentang Belanda pada awal tahun 1907. Perlawanan dilakukan dengan mengobarkan semangat untuk tidak membayar pajak pada penjajah Belanda, yang dengan cepat menyebar ke daerah sekitarnya, termasuk Rembang, Bojonegoro, Ngawi, Pati dan Kudus. Pakaian adat Samin ini menjadi ikon pakaian tradisional Blora sampai sekarang. Samin Surosentiko sendiri akhirnya dibuang oleh pemerintah Belanda ke Sawahlunto Sumbar, yang kemudian di sana dikenal dengan Mbah Suro. Dia adalah mandor “Orang Rantai” pekerja paksa dari penjajah Belanda di tambang batubara. Lubang Mbah Suro ini terkenal sampai sekarang.

Agus Suryono

SAMINISME, BELUM DIPATENKAN.. Saminisme adalah ajaran salah satu suku di Indonesia, yaitu para keturunan Samin Surosentiko. Inti ajarannya merupaksn bentuk PERLAWANAN terhadap BELANDA, dalam BENTUK LAIN, tanpa PERLAWANAN, yang mereka sebut AJARAN SEDULUR SIKEP. Kalau ada orang Amerika menjalankan ajaran SAMINISME ini, tentu mereka tidak tahu kalau sikap itu merupakan praktek dari ajaran mbah SAMIN SURO SENTIKO. Soalnya belum di-PATENKAN sih.. He he..

Agus Suryono

Pilih salah satu, yang menurut Anda tidak tahu ajaran Saminisme.. 1) BANON, 2) SAMBO, 3) TRUMP, 4) BIDEN.. Pemenang tidak akan diumumkan. Dan tidak ada hadiahnya. Tapi, anda boleh ikutan menjawab..

EVMF

Seorang ilmuwan politik Harvard Daniel Ziblatt menjelaskan mengapa GOP (Grand Old Party) harus melakukan reformasi jika ingin memperbaiki demokrasi. Partai konservatif dalam sistem demokrasi sebagian besar kurang dihargai karena demokrasi cenderung berkembang ke arah yang lebih setara, sedangkan partai-partai konservatif seringkali cenderung yang mendikte. Politik demokrasi pada intinya selalu tentang menavigasi ketegangan antara stabilitas dan kemajuan. Ketika partai-partai konservatif terlalu lemah untuk mengendalikan elemen-elemen mereka yang radikal, maka demokrasi cenderung akan ternodai. Reformasi konstitusi mungkin menjadi satu-satunya cara untuk memperbaiki masalah yang rumit ini. www.vox.com trump-republican-party-american-democracy-daniel-ziblatt

Agus Suryono

MINYAK SAMIN.. Ini tidak ada hubungannya dengan Saminisme, maupun mbah Samin. Sekitar 40 tahun lalu, saat masih muda, saya pernah makan di warung Tenda. Di Betawi. Untuk masak, mereka menggunakan MINYAK SAMIN. Makanan jadi lebih enak.. Wadahnya kaleng warna kuning, bergambar Onta. Konon minyak samin adalah mentega, yang terbuat dari LEMAK HEWANI. Gak tau sekarang masih ada atau tidak. He he.. Maaf..

*) Dari Komentar Pembaca http://disway.id

Tags: DahlanIskanDisway

Related Posts

Mantan Direktur Utama PT Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (ASDP) Indonesia Ferry (Persero), Ira Puspadewi-Istimewa-

Airmata Ira

Monday, 24 November 2025
--

Nikmat Karina

Tuesday, 18 November 2025
Kopi (K)Mojang

Kopi (K)Mojang

Monday, 17 November 2025
Hemat Syarikah

Hemat Syarikah

Thursday, 13 November 2025
Angsa Hitam

Angsa Hitam

Wednesday, 12 November 2025
Sugiri Sancoko dan reog Ponorogo-Foto: Dokumentasi Pemkab Ponorogo-

Meritokrasi Ponorogo

Monday, 10 November 2025
Next Post
AHM Luncurkan Supersport New CBR250RR Berkarakter Big Bike

AHM Luncurkan Supersport New CBR250RR Berkarakter Big Bike

Discussion about this post

Rekomendasi

Personel Samsat saat memberikan pelayanan pengurusan pajak di Mall Gorontalo.

Pengurusan Pajak Kendaraan Bisa Dilakukan di Mall Gorontalo

Monday, 1 December 2025
Personel Satuan Lalu Lintas Polresta Gorontalo Kota mengamankan beberapa motor balap liar, Ahad (30/11). (F. Natharahman/ Gorontalo Post)

Balap Liar Resahkan Masyarakat, Satu Pengendara Kecelakaan, Polisi Amankan 10 Unit Kendaraan

Monday, 1 December 2025
Anggota DPRRI Rusli Habibie bersam Wagub Gorontalo Idah Syahidah RH. (Foto: dok pribadi/fb)

Rusli Habibie Ajak Sukseskan Gorontalo Half Marathon 2025, Beri Efek ke UMKM

Friday, 28 November 2025
ILustrasi

Dandes Dataran Hijau Diduga Diselewengkan, Dugaan Pengadaan SHS Fiktif, Kejari Segera Tetapkan Tersangka

Monday, 13 January 2025

Pos Populer

  • Rita Bambang, S.Si

    Kapus Sipatana Ancam Lapor Polisi

    13 shares
    Share 5 Tweet 3
  • Senggol-Senggolan di Pemerintahan

    13 shares
    Share 5 Tweet 3
  • Ruang Inap Full, RS Multazam Bantah Tolak Pasien BPJS

    13 shares
    Share 5 Tweet 3
  • GHM 2025, Gusnar Nonaktifkan Kadispora

    13 shares
    Share 5 Tweet 3
  • Dugaan Persetubuhan Anak Dibawah Umur, Oknum ASN Gorut Dibui

    13 shares
    Share 5 Tweet 3
Gorontalopost.co.id

Gorontalo Post adalah Media Cetak pertama dan terbesar di Gorontalo, Indonesia, yang mulai terbit perdana pada 1 Mei 2000 yang beral...

Baca Selengkapnya»

Kategori

  • Boalemo
  • Bone Bolango
  • Disway
  • Ekonomi Bisnis
  • Gorontalo Utara
  • Headline
  • Kab Gorontalo
  • Kota Gorontalo
  • Kriminal
  • Metropolis
  • Nasional
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Pendidikan
  • Persepsi
  • Pohuwato
  • Politik
  • Provinsi Gorontalo

Menu

  • Redaksi
  • Tentang Kami
  • Kontak Kami
  • Kode Etik Jurnalistik
  • Pedoman Media Siber
  • Disclaimer
  • Privacy Policy

© 2025 PT. Gorontalo Cemerlang - Gorontalo Post by Div-TI.

No Result
View All Result
  • METROPOLIS
  • PERISTIWA
  • EKONOMI BISNIS
  • SPORTIVO
  • KORAN DIGITAL

© 2025 PT. Gorontalo Cemerlang - Gorontalo Post by Div-TI.