Gorontalopost.co.id, GORONTALO — Para petani tebu rakyat di Kabupaten Boalemo Provinsi Gorontalo menuding bahwa Lembaga Pengawasan Pemerintah Provinsi Gorontalo (LP3G) Gorontalo salah alamat. Ini setelah adanya pernyataan Deno.
Deno Jarai selaku Ketua LP3G yang mengaku akan melaporkan pihak PT Pabrik Gula Gorontalo ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Gorontalo terkait dugaan merugikan keuangan negara.
Dugaan kerugian negara yang dimaksud Deno karena , PTPG dianggap merugikan petani hingga mencapai miliaran rupiah karena tidak membayar selisih kenaikan harga tebu sebesar Rp 120 Ribu/Ton. Dimana harga tebu yang sebelumnya Rp 540 ribu naik menjadi Rp 560 Ribu ditahun 2025.
Tidak hanya soal harga, LP3G juga menyoroti indikasi bahwa PT PG Gorontalo tidak memenuhi kewajiban memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar seluas 20 persen di luar Izin Usaha Perkebunan (IUP).
Sementara itu menurut Mulyadi Nurdin Isa selaku petani tebu rakyat bahwa pernyataan Deno Jarai itu sangat tidak masuk akal. Alasannya, bahwa pabrik gula bukan perusahaan BUMN melainkan perusahaan swasta yang mengelola keuangan beradasarkan saham milik perorangan.
“Tidak ada uang negara yang mengalir ke pabrik gula Gorontalo baik dalam bentuk bantuan modal dan sebagainya. Itu murni modal perusahaan sendiri. Terkait selisih Harga tebu itu bukan negara yang dirugikan melainkan petani, sementara petani sendiri sudah tidak ada yang mempermasalahkannya, kami sudah legowo dengan keputusan perusahaan,”kata Mulyadi yang juga diamini Santi puhi (48), Ardin L Magub (44) serta sejumlah petani lain.
Menurut Mulyadi, pihak pabrik gula yang dituduh merugikan keuangan negara justru sangat membantu perekonomian masyarakat hingga daerah. Tanpa Pabrik Gula, maka otomatis perokonomian di Provinsi Gorontalo bakal lumpuh.
Betapa tidak, Pabrik Gula Gorontalo selain sebagai perusahaan penyumbang pajak terbesar di Gorontalo khususnya di dua daerah yakni Kabupaten Gorontalo dan Boalemo hingga mencapai miliaran rupiah pertahun.
Pabrik Gula juga telah menyerap ribuan tenaga kerja, Ketika perusahaan tutup, maka pengangguran bakal terjadi dimana-mana hingga mencapai puluhan ribu orang. Pabrik gula juga tambah Mulyadi sudah banyak membantu perbaikan jalan jembatan serta sejumlah infrastruktur lain.
Menurutnya, hanya ada beberapa petani saja yang ingin pembayaran harga baru, tapi tidak mewakili semua petani tebu di Gorontalo. Itu hanya keinginan orang tertentu saja yang didalangi oleh Petani berdasi.
“Kalau kami ini benar-benar petani tulen, bukan petani berdasi yang diduga ingin mengambil kesempatan dalam kesempitan atas kenaikan Harga tebu ini,”jelas Mulyadi sembari berharap agar pihak Kejati Gorontalo jangan isu atau laporan yang tidak memiliki dasar hukum yang jelas.
Sementara itu Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Gorontalo Dadang Djafar SH MH ketika dimintai tanggapannya mengenai hal tersebut mengaku bingung. “Ya, kalau memang laporannya seperti itu tentu masih harus dipelajari dulu. Sebab saya juga bingung,”kata Dadang.
Terpisah Manager Public Relation Marten Turu’alo juga mengaku bingung disisi mana kerugian negara yang ditimbulkan oleh pabrik gula sehingga mau dilaporkan ke pihak kejaksaan.
“Kami tidak tahu kerugian negara di sebelah mana. Kami kelola modal sendiri bukan uang negara kok dikatakan merugikan keuagan negara. Kalau mengenai selisih harga tebu, kan petani tebu sudah menerima pembayaran dari perusahaan.
Kalau petani tidak setuju dengan pembayaran itu tentu petani tidak mau menerima pembayaran dari perusahaan. Tapi buktinya semua petani sudah menerima pembayaran tebu dan mereka tidak keberatan.
Deno Jarai saat dikonfirmasi mengaku,pihaknya sudah datang ke kejaksaan koordinasikan mengenai hal tersebut. “Besok. (hari ini, red) kami akan ke Kejati lagi,”kata Deno.
Kepala Dinas PTSP Provinsi Gorontalo, Sultan Kalupe juga mengaku, untuk menentukan kerugian negara itu hanya lembaga tertentu saja yakni BPKP, BPK RI atas permintaan APH (Aparat Penegak Hukum) untuk penghitungan kerugian negara.
“Mungkin LP3G ada investigasi sendiri terkait hal itu. Tapi yang pasti tidak ada lembaga yang bisa menentukan kerugian negara selain hasil audit BPKP, BPK RI yang diminta oleh APH untuk mengaudit satu instansi yang diduga merugikan keuangan negara,”tandas Sultan. (roy)










Discussion about this post