GORONTALO – GP – Kondisi Kota Gorontalo sebagai ibukota Provinsi Gorontalo sudah harus dilakukan perluasan wilayah. Sebagai ibukota provinsi, beban Kota Gorontalo makin kompleks, apalagi secara lahiriah Kota Gorontalo berperan sebagai kota pendidikan, kota jasa dan perdagangan. “Kota Gorontalo sejak berdirinya Provinsi Gorontalo menyandang status sebagai ibukota provinsi, secara lahiriah kota ini sejak dahulu berperan sebagai kota pendidikan, jasa, dan perdagangan tapi tidak dirancang sebagai ibukota provinsi dengan fungsi strategis sebagai pusat pemerintahan di Gorontalo,”ujar Gubernur ke 2 Gorontalo, Gusnar Ismail, kepada Gorontalo Post, Ahad (15/1).
Sehingga, lanjut Gusnar, berbicara tentang Gorontalo tanpa mengecilkan peran strategis kabupaten lain di provinsi ini, perhatian akan senantiasa tertuju pada kondisi dan peran Kota Gorontalo.
Gusnar menanggapi serius kondisi Kota Gorontalo saat ini dan kedepan. Ia mengatakan, luas adminstratif kota Gorontalo saat ini 79,59 km2 dengan jumlah penduduk 199.788 jiwa (2021). Kondisi itu, jika bandingkan dengan Kota Manado, ibukota Provinsi Sulawesi Utara, seluas 162,5 km2 dengan jumlah penduduk 408.354 jiwa, sama-sama berstatus ibukota provinsi. “Untuk memikul fungsi pusat pemerintahan provinsi berbasis pusat kegiatan pendidikan, perdagangan, jasa, dan kegiatan sosial budaya lainnya, maka kota ini dirasakan sempit, paling tidak dibandingkan dengan kota Manado,”ujar Gusnar Ismail.
Tenaga Profesional Bidang Sosial Budaya dan Politik Dalam Negeri, Lemhannas RI ini menambahkan, kedepan perlu dikembangkan pemikiran untuk memperluas Kota Gorontalo, yang dalam bahasa UU No. 34 Tahun 2014 pasal 48 ayat 1 (a) berupa perubahan batas wilayah daerah, untuk memberi ruang yang lebih longgar bagi aktifitas yang mensyaratkan pusat kegiatannya di ibukota provinsi, seperti kantor pemerintah pusat dengan kewenangan absolut dan dekonsentrasi, perbankan, perusahaan swasta dan lain-lain. “Kita berharap dengan bertambahnya luas wilayah Kota Gorontalo fasilitas pendidikan semakin meningkat dan bermutu sejajar dengan Makassar, dan kota di Jawa,”ujarnya.
Selain itu, jasa fasilitas kesehatan menjadi rujukan daerah luar Gorontalo, Kota Gorontalo juga menjadi pusat belanja masyarakat daerah tetangga yang pembangunannya semakin maju. Contohnya kata Gusnar, daerah Luwuk, Banggai, dengan industri gas alam cair (LNG) terbesar di Indonesia, dengan transportasi yang lancar dan tertib. “Kota ini memerlukan ruang untuk lokasi kuliner dan UMKM yang representatif berbasis digital didukung dengan Ruang Terbuka Hijau yang proporsional, fasilitas kesenian dan olah raga yang standar,”terangnya.
Perluasan wilayah Kota Gorontalo, lanjut Gusnar, juga berpotensi menjadikan Kota Gorontalo sebagai pusat kebudayaan Islam di kawasan timur Indonesia. Yang tidak kalah penting juga adalah kualitas telekomunikasi yang cepat sebagai syarat digitalisasi aktifitas publik. “Walhasil dengan perluasan wilayah, berbagai aktifitas di kota ini harus mendapatkan ‘ruang yang longgar’ tidak berhimpitan satu dengan lainnya terutama dengan pemukiman,”jelasnya. “Warga, akan semakin berpeluang beraktifitas mendapatkan pekerjaan dan pendapatan karena investasi swasta dan kegiatan usaha ekonomi terus meningkat dengan lingkungan yang sehat, nyaman, dan bahagia di kota gorontalo,”tandas Gusnar. (tro)











Discussion about this post